Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Palestina mengincar posisi-posisi kepemimpinan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membuktikan kemampuannya sebagai negara, dua bulan setelah Majelis Umum PBB mengesahkan resolusi yang memberinya hak-hak istimewa. Hal itu disampaikan Pengamat Tetap Palestina untuk PBB Riyad H. Mansour dalam konferensi pers di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat pada Kamis, 4 Juli 2024.
“Kami sedang belajar dan kami ingin bersaing dengan negara-negara lain, karena semua negara ingin menduduki posisi-posisi kepemimpinan ini. Dan kami punya pemilu. Kami juga ingin menguji diri kami sendiri dan menantang diri kami sendiri, apakah kami bisa terpilih untuk posisi-posisi tersebut atau tidak,” kata dia.
Resolusi yang diadopsi pada 10 Mei 2024 dengan dukungan dari 143 negara akan memberikan Palestina hak-hak istimewa, yang berlaku mulai sesi ke-79 Sidang Majelis Umum PBB pada 10 September 2024.
Palestina akan bisa duduk di kursi dalam aula pertemuan bersama anggota PBB lainnya, mengajukan mosi prosedural, berpartisipasi secara penuh dalam berbagai pertemuan yang diselenggarakan di bawah naungan Majelis Umum, dan hak-hak lainnya.
Mansour memberikan lebih banyak contoh. Kini, dengan hak-hak istimewa itu, Palestina berhak mencalonkan diri sebagai presiden Sidang Majelis Umum, juga sebagai salah satu dari 21 wakil presiden yang dipilih untuk tiap sesi sidang. Palestina juga dapat menjadi ketua komite di Majelis Umum, yang memiliki total enam komite dalam berbagai bidang.
“Fakta bahwa kami diberikan hak-hak seperti itu membuat kami semakin dekat untuk menjadi anggota penuh (PBB),” ucapnya.
Resolusi yang mengatur hak-hak istimewa bagi Palestina itu sejatinya berjudul “Penerimaan Anggota baru ke PBB”. Berdasarkan naskah tersebut, ditetapkan bahwa Negara Palestina memenuhi syarat untuk menjadi anggota PBB sesuai dengan Pasal 4 Piagam PBB dan oleh karena itu, harus diterima menjadi anggota organisasi tersebut.
Namun, Majelis Umum sendiri tidak dapat memberi keanggotaan penuh PBB kepada Palestina. Permohonan keanggotaan memerlukan lampu hijau dari Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara, kemudian dua pertiga suara mayoritas di Majelis Umum PBB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sedangkan, Amerika Serikat sebagai salah satu negara anggota permanen di Dewan Keamanan menggagalkan permohonan Palestina pada 18 April dengan menggunakan hak veto.
Resolusi yang diusulkan Uni Emirat Arab (UEA) itu hanya menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk “mempertimbangkan kembali masalah ini dengan baik.”
Palestina saat ini menyandang status pengamat non-anggota di PBB, sebuah pengakuan de facto atas status kenegaraan yang diberikan oleh Majelis Umum pada 2012. Pada 2011, Dewan Keamanan sempat mempertimbangkan permintaan Palestina untuk menjadi anggota PBB, tetapi tidak berhasil mencapai suara bulat untuk mengirimkan rekomendasi kepada Majelis Umum.
Palestina Ingin Memimpin dan Melayani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Mansour, dengan resolusi tersebut Majelis Umum “memberikan pelajaran” kepada Dewan Keamanan.
Majelis beranggotakan 193 itu seolah-olah berkata, “Kami tidak hanya bergantung pada Anda saja untuk memutuskan pengakuan Negara Palestina; kami menunjukkan kepada Anda bahwa kami siap dan bersedia memberi mereka (Palestina) hak dan keistimewaan tambahan”, menurut duta besar itu.
Mansour berujar, Palestina ingin menunjukkan kepada mereka yang masih meragukan kualifikasi dan kesiapan mereka untuk menjadi anggota penuh PBB bahwa mereka ingin memimpin dan melayani.
Salah satunya adalah dengan menduduki kursi presiden Sidang Majelis Umum dan posisi-posisi lainnya. Ia percaya bahwa Palestina mampu, berpengalaman, dan memenuhi syarat untuk memimpin.
“Ini bukan sesuatu yang ingin kami peroleh, namun kami juga ingin membalas budi dengan menduduki berbagai posisi kepemimpinan di PBB,” ucapnya.