Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Netanyahu tampak berdiri di depan peta digital seukuran dinding yang melenyapkan Tepi Barat. Palestina mengecam langkah tersebut sebagai pencaplokan eksplisit atas wilayah yang diduduki oleh Tel Aviv.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbicara tentang pentingnya Koridor Philadelphia antara Gaza dan Mesir, Netanyahu menggunakan sebuah peta yang menunjukkan seluruh Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki telah dicaplok oleh Israel dan hanya menyisakan Jalur Gaza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Israel menolak untuk menarik diri dari Koridor Philadelphia, mengklaim bahwa koridor tersebut merupakan jalur kehidupan bagi Hamas, dengan alasan bahwa mendudukinya akan "memutus oksigen" bagi kelompok perlawanan Palestina tersebut.
"Rute Philadelphia yang memisahkan Jalur Gaza dari Mesir tidak boleh dievakuasi. Jika Israel melepaskan kendali," kata Netanyahu, "Gaza akan berubah menjadi daerah kantong teror."
"Poros kejahatan membutuhkan Jalur Gaza, dan karena alasan itu, kita harus mengendalikan Jalur Gaza. Hamas bersikeras untuk tidak membiarkan kita berada di sana, dan karena alasan itu, saya bersikeras bahwa kita harus berada di sana," tambahnya.
Netanyahu menegaskan kembali bahwa tiga dari empat tujuan perang Israel, yaitu menghabisi Hamas, mengamankan kembalinya para tawanan, dan menetralisir ancaman di masa depan dari Gaza, bergantung pada mempertahankan kontrol atas Koridor Philadelphia dan penyeberangan Rafah.
Satu-satunya tujuan yang tidak secara langsung terkait dengan strategi ini, katanya, adalah kembalinya penduduk Israel utara ke rumah mereka dengan selamat.
Tanggapan Palestina
Hal ini telah memicu keprihatinan internasional, terutama karena kurangnya referensi terhadap resolusi internasional yang telah lama berlaku mengenai wilayah-wilayah tersebut.
"Peta Netanyahu mengungkapkan kebenaran agenda kolonial dan rasis dari pemerintah sayap kanan ekstremis," kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan.
"Netanyahu terus dan berulang kali menggunakan peta yang memasukkan Tepi Barat sebagai bagian dari negara pendudukan, sebagai pengakuan yang jelas dan eksplisit atas kejahatan kolonial rasis ini, dan mengabaikan legitimasi internasional dan resolusi-resolusinya, kehendak internasional untuk perdamaian, dan perjanjian-perjanjian yang telah ditandatangani," ujar kementerian tersebut.
Duta Besar Palestina untuk Inggris, Husam Zomlot, bereaksi keras terhadap peta tersebut, dengan mempertanyakan, "Di manakah Tepi Barat dalam peta ini? Perdana Menteri Israel memperjelas bahwa tujuan Israel adalah untuk menghapus bangsa Palestina dan merebut apa yang tersisa dari tanah kami! Bayangkan jika seorang politisi Palestina yang melakukan hal ini."
Ini bukan pertama kalinya para pejabat Israel menggunakan peta yang tidak menunjukkan batas wilayah Palestina yang diduduki. Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, banyak selebritas dan pejabat yang terlihat mengenakan kalung bergambar garis besar wilayah Mandat Palestina, yang mereka klaim sebagai Israel. Sementara tentara penjajah yang dikerahkan di Gaza telah mengenakan lencana seragam yang menggambarkan peta Israel Raya.
September 2023, Netanyahu berpidato di hadapan Majelis Umum PBB sambil memegang peta 'Timur Tengah Baru' dengan Palestina yang telah dihapus sepenuhnya.
Beberapa bulan sebelumnya, pada bulan Maret di tahun yang sama, Menteri Keuangan sayap kanan, Bezalel Smotrich, berpidato di sebuah acara di Paris sambil berdiri di dekat peta 'Israel Raya', yang menggambarkan Yordania sebagai bagian dari Negara Yahudi yang diproklamirkan sendiri.
ANADOLU | MIDDLE EAST MONITOR | ROYA NEWS