Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JUMBO Jet milik Air France yang menerbangkan Ayatullah Khomeini
dari Paris berputarputar di atas Teheran selama 20 menit hari
Kamis pekan silam. Ketegangan meliputi para penumpang, termasuk
100 wartawan, di samping 50 pengikut Ayatullah. Sebelumnya ada
desas-desus pesawat akan ditembak jatuh oleh militer Iran.
Nyatanya, tidak. Di darat 2 juta manusia telah menanti. Menuruni
tangga pesawat, Khomeini, 78 tahun, kelihatan segar setelah
tidur selama 3 jam selama penerbangan yang 5 jam.
Ia berpidato singkat di lapangan terbang antar bangsa Mehrabad,
sebelum pidato pentingnya di pemakaman Behet Zahra, tempat
peristirahatan ratusan korban yang terbunuh dalam demonstrasi
anti Shah tahun silam.
Kecuali helikopter Angkatan Darat yang terus melayang-layang di
atas jalan-jalan yang dipadati manusia antara lapangan terbang
dan Behet Zahra, hampir tidak kelihatan tentara di tempat-tempat
umum hari itu. Di lapangan terbang keamanan diatur oleh "Polisi
Islam" -- para pengikut Khomeini -- serta sejumlah perwira
Angkatan Udara. Yang terakhir ini kabarnya memang banyak yang
bersimpati kepada gerakan anti Shah, bahkan di antara mereka
banyak yang melakukan pemogokan.
Di makam para syuhada Behet Zahra, dalam pidato 30 menit yang
penuh emosi, Khomeini untuk kesekian kalinya menyebut
pemerintahan Bakhtiar sebagai "tidak sah dan harus segera
bubar." Kata Khomeini: "Saya akan membungkam mulut mereka, jika
mereka berkeras kepala." Mereka yang membantu Shah juga dikecam
oleh ulama itu.
Kota Teheran yang iumpuh -- kekurangan minyak, kekacauan sistim
angkutan umum, kekurangan bahan makanan -- dibanjiri oleh
manusia dari berbagai penjuru Iran. Semua ingin melihat,
berjabat tangan kalau bisa, dengan Khomeini yang telah
meninggalkan negerinya selama hampir 15 tahun. Hari kedua di
tanah-airnya diisi oleh pemimpin tua itu dengan bersembahyang
Jumat dengan makmun yang puluhan ribu jumlahnya. Di tempat
peristirahatannya, sebuah sekolah untuk wanita yang dikosongkan
sementara, ia juga selalu sibuk menerima delegasi yang datang
bagai tak kunjung putus.
Pada hari kedua itu, Karim Sanjabi Ketua Front Nasional sayap
lain dari oposisi, menemui Khomeini. Tidak diketahui yang mereka
bicarakan, tapi kepada pers, Sanjabi menjelaskan: "Sambutan
meluap terhadap Ayatullah merupakan mandat dan dukungan luas
baginya. Kalau Bakhtiar seorang demokrat, ia seharusnya mundur
segera." Hari itu juga Perdana Menteri Bakhtiar menawarkan
kepada Khomeini suatu kerja sama, dalam bentuk kabinet persatuan
nasional. Tawaran ditolak.
Keesokan harinya Khomeini tampil dengan ancaman akan mengobarkan
perang Jihad jika Bakhtiar tidak segera mundur. Seorang pembantu
Ayatullah juga mengungkapkan telah tersusunnya Dewan Revolusi
dan Pemerintahan Sementara yang dalam waktu dekat akan
diumumkan. Juga dinyatakan telah siapnya undang-undang dasar
yang segera akan ditawarkan kepada rakyat lewat sebuah
referendum. Hari itu juga Bakhtiar memberikan jawaban yang keras
"Mereka yang menghasut perang saudara dan mengangkat senjata
akan saya tangkap." Dengan nada yang yakin bahwa ia mendapat
dukungan kuat dari kalangan militer, Bakhtiar juga berkata
"Demonstrasi boleh jalan terus. Mereka boleh melakukannya tiap
hari sekehendak mereka, dan tentara telah diperintahkan untuk
tidak menembak . . . Tapi kalau Ayatullah melaksanakan
rencananya, akan terjadi malapetaka."
Ayatullah nampaknya cukup hatihati untuk tak mencoba kekuatan
Bakhtiar -- yang nampaknya memang masih mewarisi kesetiaan
tentara Shah. Keterangan yang dapat dipercaya mengatakan bahwa
Khomeini -- lewat seorang tokoh independen yang dekat dengannya,
Mehdi. Bazargan -- melakukan pendekatan kepada jenderal-jenderal
Iran. Bagaimana sikap militer, belum jelas. Mereka terdiri dari
para perwira yang sebagian besar menolak gagasan Republik Islam.
Tapi mereka melihat bahwa di kalangan bawah telah tumbuh
prajurit-prajurit yang bersimpati dengan Khomeini. Mulai banyak
yang terang-terangan mengacungkan gambar ulama besar itu.
Awal pekan ini keadaan kota Teheran dilaporkan tenang. Tapi
desas-desus dan kabar angin bertiup ke mana-mana. Ada kabar yang
Bakhtiar akan mundur. Juga disebut adanya usaha Shah -- dengan
menggunakan tentara -- untuk kembali. Tapi di antara berita itu
yang agak masuk akal nampaknya adalah kabar mengenai terjadinya
pendekatan antara Bakhtiar dengan Bazargan, kawan sekuliahnya
dulu. Para diplomat di Teheran yakin bahwa sebuah perkembangan
penting bakal terjadi, di Iran dalam pekan ini juga.
Meskipun senjata dikabarkan sudah beredar di kalangan oposisi,
ada tanda-tanda kedua pihak masih menahan diri. Bakhtiar, dalam
wawancaranya dengan koran Perancis, Le Matin, secara terbuka dan
untuk pertama kalinya menuduh Shah Iran "diktator" dan "korup".
Ayatullah Khomeini sementara itu, sampai tulisan ini diturunkan
Senin sore, masih belum menarik picu. Perang jihad dan
konfrontasi -- siapa pun tahu -- akan makin meremukkan Iran.
Sang pemenang akan harus menanggung puingpuing yang menyedihkan.
Di jalanan, di Timur Tengah, di seluruh dunia, orang ikut
dag-dig-dug.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo