Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI depan kantor pusat Les Republicains di Paris, Katarina terduduk di pinggir jalan yang mulai sepi. Ahad malam dua pekan lalu itu, perempuan berdarah Rusia yang lahir dan besar di ibu kota Prancis ini tercenung, nyaris menitikkan air mata. Berkali-kali Katarina mengusap kedua kelopak matanya yang bermaskara biru. "Tidak ada yang lebih pantas menjadi Presiden Prancis kecuali Fillon," katanya sambil sesekali sesenggukan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo