Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Teheran – Presiden Iran, Hassan Rouhani, mengatakan pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berencana melakukan pergantian pemerintahan (regime change) terhadap negaranya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
Rouhani menyebut pemerintahan Trump sebagai pemerintahan paling bermusuhan terhadap Republik Islam Iran dalam empat dekade terakhir.
“Selama 40 tahun terakhir belum pernah ada pemerintahan yang begitu membenci Iran, bangsa Iran dan Republik Islam dibandingkan pemerintahan AS saat ini,” kata Rouhani di Universitas Tehran, yang disiarkan stasiun televisi setempat, dan dilansir Reuters pada Ahad, 14 Oktober 2018 waktu setempat.
Baca:
Pidato Rouhani ini menandai dimulainya tahun akademik di kampus itu. Dia melanjutkan,”Ada suatu waktu ketika ada satu orang yang bersikap bermusuhan. Yang lainnya bersikap moderat. Sekarang, yang paling buruk telah berkumpul mendukung satu sama lain,” kata Rouhani.
Hubungan AS dan Iran memburuk belakangan ini setelah sempat membaik pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama. Ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan keluar dari perjanjian nuklir Iran (joint comprehensive plan of action), yang didukung enam negara besar pada 2015.
Keenam negara itu adalah Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Cina dan AS sendiri. Menurut Aljazeera, perjanjian ini mengatur kesepakatan Iran akan mengurangi upaya pengayaan uranium dan berjanji tidak berupaya membuat senjata nuklir.
Baca:
Rouhani menuding AS menggunakan perang psikologi dan ekonomi dan mempertanyakan legitimasi dari Republik Islam Iran. “Mengurangi legitimasi sistem ini adalah tujuan final mereka. Ketika mereka mengatakan menyingkirkan, melakukan pergantian rezim dalam bahasa mereka sendiri, bagaimana caranya pergantian rezim terjadi? Dilakukan dengan mengurangi legitimasi. Jika tidak, sebuah rezim tidak akan berubah,” kata Rouhani.
Menanggapi ini, juru bicara kementerian Luar Negeri AS mengatakan posisi negara itu tetap yaitu menginginkan perubahan perilaku Iran tapi,”AS tidak berupaya melakukan perubahan rezim.”
Trump disebut bersedia melakukan pembicaraan dengan Iran dan menginginkan kesepakatan yang mencakup program rudal Iran, soal dukungan terhadap teroris dan kegiatan berbahaya di kawasan Timur Tengah.
Baca:
“Harapan kami pada akhirnya adalah rezim akan melakukan perubahan perilaku yang berarti,” begitu pernyataan dari kemenlu AS seperti dilansir Reuters.
Pemerintahan Trump mengenakan berbagai langkah yang menekan Iran seperti membatasi perdagangan mata uang, logam dan sektor otomotif pada Agustus 2018.
AS juga mencoba menekan ekspor minyak mentah Iran, yang bakal mulai berlangsung pada November 2018. Ini membuat sebagian warga Iran mengkhawatirkan kondisi ekonomi akan mengalami penurunan lebih buruk dibandingkan saat terkena sanksi pada 2012 – 2015 saat terkena sanksi.
Soal ini, Wakil Presiden Iran, Eshaq Jahangiri, mengatakan tekanan terhadap Iran tidak akan berdampak besar. Ini karena Iran berhasil mendapatkan mitra dagang yang bersedia membeli minyak mentah meskipun sebagian lainnya menghentikan pembelian. Pernyataan Jahangiri ini dilansir oleh Islamic Republic of Iran Broadcasting (IRIB).
“Amerika tidak bakal bisa mengurangi ekspor minyak Iran menjadi nol,” kata dia. Menurut Jahangiri, nilai minyak mentah dunia saat ini telah mencapai US$80 per barel. “Jika Iran mengekspor setengah dari jumlah ekspor saat ini maka jumlah pendapatannya sama seperti sebelumnya,” kata dia.