Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Addis Ababa - Pemerintah Ethiopia mengumumkan keadaan darurat nasional selama enam bulan terkait dengan protes berkepanjangan kelompok anti-pemerintah pada Minggu, 9 Oktober 2016, waktu setempat. Itu merupakan status darurat pertama sejak partai penguasa saat ini memenangi pemilu seperempat abad lalu.
Perdana Menteri Ethiopia Hailemariam Desalegn mengatakan langkah ini diambil untuk memulihkan kondisi sistem kenegaraan terkait dengan protes berkepanjangan di seluruh negeri.
Baca juga: Jerman Tangkap Terduga Teroris asal Suriah
“Keadaan darurat telah dibicarakan dengan cermat oleh Dewan Pemerintah terkait dengan hilangnya nyawa dan kerusakan bangunan yang terjadi di Ethiopia. Kami ingin mengakhiri kerusakan yang mengakibatkan rusaknya proyek infrastruktur, pusat kesehatan, administrasi, dan gedung pengadilan,” ucap Desalegn kepada media lokal, seperti dikutip CNN.
Protes terbesar yang mengguncang Ethiopia dilakukan Oromo. Meski berjumlah sepertiga dari total seratus juta penduduk, etnis Oromo dimarginalkan selama puluhan tahun, dan permasalahan memuncak setelah pemerintah mempromosikan pengembang untuk mengambil alih lahan pertaniannya.
Simak: Putra Rooney yang Berusia 6 Tahun Gabung dengan Manchester United
Ethiopia menghentikan layanan Internet dan memblokir media sosial untuk menghentikan provokasi di kalangan Oromia. Insiden terakhir, menurut pemerintah, menyebabkan tewasnya 52 warga Oromia dalam unjuk rasa di festival suci Oromo atau yang dikenal Irreechaa pada 2 Oktober lalu. Mereka mengatakan pihak keamanan menembakkan peluru dan gas air mata ke demonstran, sehingga menyebabkan lebih dari 500 orang terbunuh—angka itu versi oposisi.
Pemerintah menyalahkan kelompok oposisi atas kerusuhan ini. Menteri Komunikasi Getachew Reda menuturkan kepada CNN, “Di tubuh korban yang telah kami temukan, tidak ditemukan luka tembak satu pun. Mereka tewas karena panik. Pihak keamanan seharusnya tidak bersenjata, sehingga kerusuhan itu tidak terkait dengan pihak keamanan.”
Protes di Ethiopia menarik perhatian global ketika pelari Olimpiade, Feyisa Lilesa, membuat sikap tubuh menyilangkan tangan di atas kepala. Aksi ini sebagai protes ketidakadilan pemerintah Ethiopia terhadap suku Oromo.
AKHMAD MUSTAQIM | SITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini