Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Brussels - Raja Philippe dari Belgia menyatakan penyesalan mendalam pada Selasa atas "penderitaan dan penghinaan" yang ditimbulkan negaranya terhadap Republik Demokratik Kongo selama masa penjajahan 75 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pihak kerajaan mengatakan pesan Philippe dalam surat kepada Presiden Kongo, Felix Tshisekedi ini merupakan ungkapan penyesalan pertama seorang raja Belgia atas penjajahan dimasa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Philippe tidak sampai mengucapkan permintaan maaf secara resmi kepada masyarakat Kongo.
"Saya ingin mengungkapkan penyesalan terdalam saya atas penderitaan masa lalu. Rasa sakit ini muncul kembali oleh diskriminasi yang masih terjadi di masyarakat kita saat ini," kata Philippe dalam surat itu seperti dilansir Reuters pada Selasa, 30 Juni 2020.
Surat ini dirilis untuk menandai peringatan 60 tahun kemerdekaan Kongo.
"Ini menghangatkan hati rakyat Kongo," kata Marie Tumba, menteri Luar Negeri Kongo mengatakan kepada wartawan. "Melalui Raja Philippe, Belgia telah meletakkan dasar bagi perubahan besar."
Sejumlah aktivis dan akademisi Kongo menilai positif pesan Philippe itu. Namun, mereka mengatakan pesan itu belum cukup.
“Raja dan pemerintah Belgia seharusnya bertindak lebih jauh dari pada sekadar pernyataan sederhana,” kata Jean-Claude Mputu, seorang akademisi bidang politik Kongo di Universitas Liege.
Dia meminta adanya tindakan simbolis nyata untuk menandai era baru ini seperti pengembalian karya seni Kongo yang diambil saat masa penjajahan.
Soal ini, PM Belgia, Sophie Wilmes, mengatakan negaranya telah berjuang untuk berdamai dengan sejarah kolonial masa lalu.
Wilmes mengatakan sejarah ini ditandai dengan ketidaksetaraan dan tindak kekerasan terhadap bangsa Kongo.
Kongo mencapai kemerdekaan pada 1960 setelah 52 tahun menjadi koloni Belgia.
Jutaan warga Kongo diperkirakan telah meninggal antara periode 1885 dan 1908 setelah Raja Leopold II menyatakannya Kongo sebagai properti pribadinya.
Raja Philippe mengatakan pemerintahan Leopold melakukan tindakan kejam.
Sedangkan masa kolonial yang terjadi setelahnya menimbulkan penderitaan dan rasa malu bagi bangsa Kongo.
Sejumlah patung Raja Leopold, yang pasukannya membunuh dan melukai jutaan rakyat Kongo, telah dirusak atau dipindahkan di Belgia.
Ini terjadi setelah munculnya gelombang unjuk rasa menolak rasisma pasca tewasnya pria kulit hitam Amerika Serikat, George Floyd, saat ditangkap polisi Minneapolis pada Mei 2020.
Demonstrasi menolak rasisme ini terjadi di berbagai kota di Amerika Serikat, Eropa, Asia dan Australia.
Philippe berjanji akan terus memerangi segala bentuk rasisme. Dia menyambut langkah parlemen Belgia untuk meluncurkan komisi rekonsiliasi untuk mengatasi isu rasisme dan masa lalu kolonial negara itu.
Sementara adik raja, Pangeran Laurent, menyampaikan sikap berbeda pada awal bulan ini ketika dia mengatakan Raja Leopold tidak mungkin membuat orang menderita di Kongo karena dia tidak pernah pergi ke sana.
ADITYO NUGROHO