Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah operasi termasuk pengobatan untuk pasien kanker di Korea Selatan ditunda pada Rabu, 21 Februari 2024. Penundaan operasi karena ribuan dokter di Korea Selatan ramai-ramai mengundurkan diri karena rencana pemerintah melakukan reformasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lebih dari 8.800 dokter junior, sekitar 71 persen dari tenaga kerja peserta pelatihan, kini telah berhenti, kata Wakil Menteri Kesehatan Kedua Seoul Park Min-soo. Mereka memprotes rencana pemerintah untuk meningkatkan jumlah siswa di sekolah kedokteran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pemerintah Korea Selatan mengatakan reformasi ini penting, mengingat rendahnya jumlah dokter di negara tersebut dan cepatnya populasi yang menua. Rencana ini ditentang para dokter dengan alasan bahwa perubahan tersebut akan merugikan penyediaan layanan dan kualitas pendidikan.
Para dokter khawatir bahwa reformasi tersebut dapat mengikis gaji dan prestise sosial mereka. Padahal rencana pemerintah menambah dokter baru tersebut mendapat dukungan luas dari masyarakat Korea Selatan, terutama mereka yang berada di daerah terpencil. Di pedesaan, layanan kesehatan yang berkualitas seringkali tidak dapat diakses.
Park mengatakan pada Rabu bahwa 7.813 dokter peserta pelatihan belum masuk kerja. Jumlahnya meningkat hampir lima kali lipat dari hari pertama aksi pada Senin. Pemerintah telah memerintahkan banyak dari dokter muda itu untuk kembali ke rumah sakit .
“Panggilan dasar para profesional medis adalah untuk melindungi kesehatan dan kehidupan masyarakat, dan tindakan kelompok apa pun yang mengancam hal ini tidak dapat dibenarkan,” kata Park.
Pemogokan para dokter merupakan pelanggaran hukum Korea Selatan. "Para pekerja medis tidak dapat menolak perintah kembali bekerja tanpa alasan yang dapat dibenarkan," ujarnya.
Rumah sakit umum Korea Selatan sangat bergantung pada peserta pelatihan untuk operasi dan pembedahan darurat. Media setempat menyatakan pasien kanker dan ibu hamil yang memerlukan operasi caesar tak dapat mengakses layanan ini. Operasi ditunda atau dibatalkan sehingga ada beberapa kasus yang menyebabkan pasien bertambah parah sakitnya.
Hong Jae-ryun, seorang pasien kanker otak berusia 50-an dari Daegu, mengatakan bahwa kemoterapinya telah ditunda tanpa tanggal yang jelas karena situasi saat ini. Padahal kanker telah menyebar ke paru-paru dan hatinya.
"Ini tidak masuk akal. Di tengah konflik antara pemerintah dan dokter, apa yang bisa dikatakan oleh pasien yang tidak berdaya? Rasanya seperti pengkhianatan," kata Hong.
“Ketika tidak ada orang yang bisa dipercaya dan diandalkan selain dokter, rasanya berlebihan jika menangani hal-hal dengan cara seperti ini.”
Sekelompok pasien dengan penyakit parah, termasuk kanker dan amyotrophic lateral sclerosis (ALS), mengatakan mereka mengalami hari-hari yang sangat menyakitkan. "Kami putus asa setiap menit dan detiknya. Pasien yang sakit parah memerlukan perawatan segera," kata mereka.
"Kami dengan sungguh-sungguh meminta para dokter peserta pelatihan yang telah meninggalkan rumah sakit untuk kembali ke bidang medis sesegera mungkin."
Pada hari Rabu, sekelompok dokter yang berpraktik di Provinsi Gyeonggi melancarkan protes di pusat kota Seoul.
Mereka mengenakan ikat kepala merah bertuliskan "(Kami) sangat menentang perluasan penerimaan sekolah kedokteran" dan membentangkan spanduk bertuliskan "Hentikan kebijakan perawatan kesehatan populis yang didorong oleh cendekiawan dan birokrat sosialis kiri".
Pemerintah mengancam akan menangkap para dokter yang memimpin aksi mogok tersebut. Menurut para dokter, masalah sebenarnya adalah gaji dan kondisi kerja.
Park Dan, ketua Asosiasi Magang dan Penduduk Korea yang ikut serta dalam protes itu mengatakan bersedia ditangkap agar tuntutan para dokter didengar. “Semua orang marah dan frustrasi, jadi kami semua meninggalkan rumah sakit. Tolong dengarkan suara kami,” katanya dalam sebuah wawancara radio. Ia menambahkan bahwa mereka terbuka untuk berdialog jika pemerintah siap mendengarkan tuntutan mereka.
CHANNEL NEWS ASIA | REUTERS
Pilihan editor: Israel Ubah Kantin Jadi Penjara, Kewalahan Tampung Tahanan Palestina