Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Enam tahun lalu Vulcan Ke, 33 tahun, iseng berjalan-jalan ke sebuah toko hewan di Ibu Kota Taipei, Taiwan, setelah disarankan seorang teman. Tak disangka, Ke kepincut seekor anak anjing berbulu putih jenis corgi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ke menamai anjingnya Butter dan hewan itu sekarang telah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Ke belum lama ini pindah ke sebuah apartemen yang lebih besar, yang lebih ramah dengan hewan peliharaan. Namun ketika Butter sudah menjadi bagian dari hidup Ke, mimpi Ke untuk menikah dan punya anak malah semakin kabur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Saya bercita-cita punya rumah sendiri dan hidup bahagia dengan pasangan. Saya sekarang sangat mencintai anjing saya, namun saya mulai tidak menginginkan sebuah keluarga tradisional. Tidak suka saja,” kata Ke, seperti dikutip dari aljazeera.com, Selasa, 31 Desember 2019.
Muda-mudi Taiwan lebih pilih menunda menikah dan sebagai gantinya memelihara anjing atau kucing. Sumber: Erin Hale/Al Jazeera
Orang tua Ke yang tinggal di desa, sulit memahami keinginan Ke itu. Namun Ke merasa beruntung karena orang tuanya tidak mencampuri urusan pribadi anaknya.
Ke tidak sendirian. Jumlah muda-mudi Taiwan yang mengesampingkan menikah dan punya anak semakin meningkat. Data Trendsight Research and Consulting memperlihatkan saat ini lebih dari 40 persen warga Taiwan usia 30 tahun ke atas berstatus lajang.
Saat yang sama, angka pasangan yang bercerai, janda, dan duda juga memperlihatkan kecenderungan meningkat. Begitu pula peningkatan dari tren menghindari pernikahan tradisional dan perjodohan.
Sejalan dengan angka ini, kenaikan jumlah warga Taiwan yang memiliki hewan peliharaan bertambah jumlahnya secara terus-menerus. Pada semester pertama 2020, Trendsight Research and Consulting memperkirakan untuk pertama kalinya bakal ada 2,9 juta hewan peliharaan di Taiwan. Jumlah itu lebih banyak dari pada jumlah anak-anak usia di bawah 15 tahun. Proyeksi itu berkaca pada semakin turunnya angka kelahiran di Taiwan.
Menurut Shirley Yam, Wakil Presiden Trendsight Research and Consulting, ketika seseorang berpendidikan tinggi dan memiliki penghasilan yang bagus, seseorang itu biasanya akan mulai ragu memasuki dunia pernikahan yang akan memberikan banyak tanggung jawab pada orang tersebut.
“Mereka yang muda-mudi belum melihat secara nyata dampak psikologis menjadi orang tua. Mereka lebih melihatnya sebagai beban atau penghalang mimpi-mimpi mereka. Saya rasa masalah ini bukan hanya terjadi di Taiwan, tetapi juga di negara maju lain di Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan,” kata Yam.