Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penunjukan tokoh oposisi Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri Malaysia oleh Raja Al-Sultan Abdullah Sultan pada Kamis kemarin, 24 November 2022, sebagai puncak perjalanan politik pria berusia 75 tahun tersebut selama tiga dekade.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari laman pribadinya, Anwar Ibrahim mengawali karier politik sebagai pemimpin gerakan mahasiswa di Universitas Malaya pada akhir dekade 60-an. Tak lama kemudian, pada 1971, ia mendirikan Gerakan Pemuda Muslim Malaysia (ABIM) dan menjabat sebagai presiden ABIM hingga 1982.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski sering mengkritik kebijakan pemerintah Barisan Nasional-UMNO, Anwar akhirnya menerima tawaran Mahathir Mohamad untuk bergabung dengan UMNO dan pemerintah.
Karier Anwar menanjak dengan cepat. Ia menjadi Menteri Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan (1983), Menteri Pertanian (1984), Menteri Pendidikan (1986-1991), dan diangkat menjadi Menteri Keuangan (1991-1998), dan Wakil Perdana Menteri (1993 -1998).
Malaysia berkembang di bawah kepemimpinannya dengan surplus anggaran selama beberapa tahun. Malaysia juga menikmati era kemakmuran dan pertumbuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Saat Malaysia dilanda krisis finansial Asia pada 1997-1998, Anwar yang saat itu menjabat di Kementerian Keuangan merumuskan pendekatan ekonomi dan menolak talangan bantuan pemerintah untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan yang dilanda krisis finansial. Langkah itu membuahkan hasil dan memperbaiki situasi ekonomi di negara itu.
Namun tindakannya ini tidak mendapat sambutan hangat dari Mahathir Mohamad dan sekutunya. Anwar dicopot dari pemerintahan dan partai (UMNO) pada 2 September 1998 dan dipenjara pada 1999.
Persidangan dan penahanannya mengundang kecaman internasional yang mencirikan dakwaannya sebagai 'bermotif politik' karena dakwaan yang meragukan. Ia dibebaskan pada 2004 ketika Pengadilan Tinggi memutuskan bahwa bukti yang digunakan untuk menghukumnya tidak cukup kuat.
Dilansir dari Reuters, pada 2008, ia dituduh telah melakukan sodomi oleh seorang pembantu laki-laki, tetapi Anwar mengelak tuduhan itu dan mengatakan bahwa tuduhan tersebut bertujuan untuk mencopotnya dari jabatan pemimpin oposisi. Kemudian, Anwar dibebaskan sepenuhnya 2012 oleh Pengadilan Tinggi.
Menurut laman pribadinya, Anwar dibebaskan melalui Royal Pardon dan disetujui oleh Agong Sultan Muhammad V dengan alasan 'parodi keadilan' dalam pemenjaraan Anwar.
Pada September 2018, Anwar kembali ke Parlemen ketika memenangkan pemilihan sela di Port Dickson, Negeri Sembilan, dengan suara mayoritas. Saat mengepalai Kaukus Reformasi dan Tata Pemerintahan di Parlemen, Anwar berjanji akan mengangkat Parlemen sebagai institusi yang berperan sebagai penyeimbang yang efektif dan tidak korup dalam upaya memperbaiki dan menciptakan sistem baru bagi negara.
MUHAMMAD SYAIFULLOH