Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Rusia mengumumkan Vietnam sukses membuat sampel pertama batch vaksin virus Covid-19 Sputnik V pada Rabu, 21 Juli 2021. Batch tersebut merupakan kerja sama perusahaan farmasi pelat merah asal Vietnam Vabiotech dengan Russian Direct Investment Fund atau RDIF.
Menurut RDIF, sampel pertama akan dikirim ke pengembang vaksin The Gamaleya Centre di Moskow yang akan mengontrol kualitas. "RDIF dan Vabiotech bekerja sama dalam proses transfer teknologi untuk menyediakan akses yang lebih mudah ke Sputnik V bagi penduduk Vietnam," kata CEO RDIF, Kirill Dmitriyev dalam pernyataan tertulis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Presiden Vabiotech, Dat Tuan Do, menyambut baik rencana tersebut. Produksi vaksin Sputnik V di Vietnam akan membantu menyediakan vaksin yang berkualitas dan terjangkau. Selain untuk pasar Vietnam, vaksin Sputnik V diharapkan bisa digunakan pula oleh negara-negara lain di kawasan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Vietnam baru-baru ini menghadapi lonjakan infeksi baru. Pemerintah meminta penduduk untuk tinggal di rumah guna menahan penyebaran Covid-19.
Negara di Asia Tenggara itu termasuk lambat dalam pengadaan dan pemberian vaksin, dengan hanya 4,3 juta dosis yang diberikan pada hari Senin.
Rusia mendaftarkan Sputnik V Agustus lalu menjelang uji klinis skala besar. Hal ini memicu kekhawatiran di antara para ahli karena cepatnya proses pembuatan vaksin.
Namun Sputnik V sudah dinyatakan aman dan lebih dari 90 persen efektif terhadap wabah Covid-19. Hal ini diulas dalam sebuah laporan yang diterbitkan oleh jurnal medis terkemuka The Lancet.
RDIF telah menandatangani perjanjian produksi dengan beberapa negara, termasuk India. Ditargetkan vaksin Sputnik V bisa diproduksi hingga beberapa ratus juta dosis per tahun.
RDIF mengatakan vaksin Sputnik V sudah disetujui di 68 negara dan sedang diajukan untuk digunakan di Uni Eropa.
Baca: Vaksin Sputnik V Rusia Bakal Diproduksi di Indonesia, Perlu Uji Klinis?
NDTV | REUTERS