Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Wajbkan Perempuan Pakai Burqa, Taliban Dinilai Menindas

Keputusan Taliban mewajibkan wanita mengenakan burqa dinilai aktivis sebagai bentuk penindasan

8 Mei 2022 | 10.43 WIB

Seorang perempuan yang mengenakan Burqa berjalan melewati Pasukan Taliban yang memblokir jalan-jalan di sekitar bandara, di Kabul, Afghanistan. 27 Agustus 2021. Taliban juga melarang perempuan menekuni olahraga karena dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam yang diyakini, dengan alasan khawatir bagian tubuh perempuan akan terekspose ketika berolahraga. REUTER/Stringer
Perbesar
Seorang perempuan yang mengenakan Burqa berjalan melewati Pasukan Taliban yang memblokir jalan-jalan di sekitar bandara, di Kabul, Afghanistan. 27 Agustus 2021. Taliban juga melarang perempuan menekuni olahraga karena dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam yang diyakini, dengan alasan khawatir bagian tubuh perempuan akan terekspose ketika berolahraga. REUTER/Stringer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Taliban mewajibkan wanita mengenakan burqa mendapat banyak kecaman. Fawzia Koofi, mantan wakil ketua parlemen Afghanistan, mengatakan bahwa keputusan itu adalah "penindasan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Pertanyaannya adalah, di tengah semua penderitaan rakyat Afghanistan ini, mengapa isu perempuan menjadi satu-satunya yang diprioritaskan,” kata Koofi, merujuk pada krisis ekonomi yang semakin dalam di seluruh negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tantangan terbesar yang dihadapi perempuan setiap hari adalah kurangnya pekerjaan dan krisis ekonomi,” katanya seperti dikutip Al Jazeera, Sabtu, 7 Mei 2022.

Taliban memerintahkan perempuan Afghanistan harus menutupi wajah mereka dengan burqa biru—simbol global rezim garis keras Taliban sebelumnya dari 1996 hingga 2001.

Pemimpin tertinggi Taliban, Hibatullah Akhundzada, membacakan dekrit itu pada konferensi pers di Kabul, Sabtu 7 Mei 2022.  

"Mereka harus mengenakan chadori (burqa dari kepala hingga ujung kaki), karena pakaian itu tradisi dan penuh hormat," kata Akhundzada dalam sebuah upacara di Kabul seperti dikutip Reuters.

“Para perempuan yang tidak terlalu tua atau muda harus menutup wajah mereka, kecuali mata, sesuai petunjuk syariah. Ini untuk menghindari provokasi ketika bertemu pria yang bukan muhrim,” ujar dia.

Sejak mengambil alih Afghanistan, Taliban telah menerapkan kembali pembatasan pada kebebasan dan gerakan, terutama yang ditujukan pada wanita, yang mengingatkan pada aturan terakhir mereka pada 1990-an.

Selama beberapa bulan terakhir, para pemimpin Taliban, khususnya dari Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan, telah mengumumkan banyak pembatasan baru, bahkan ketika kritik dan tekanan internasional meningkat terhadap mereka.

Pada bulan Desember, kementerian, yang menggantikan Kementerian Urusan Perempuan Afghanistan, memberlakukan pembatasan pada perempuan untuk bepergian lebih jauh dari 72km tanpa kerabat dekat laki-laki.

“Berbulan-bulan dalam masa kekuasaan mereka di Afghanistan, Taliban telah memberlakukan salah satu aspek paling ikonik dari kekuasaan mereka dari tahun 1990-an, yang memaksa perempuan untuk menutupi wajah mereka di depan umum, dan itu jelas ditujukan untuk mengendalikan perempuan yang telah menjadi pemimpin,” kata Kate Clark dari Jaringan Analis Afghanistan.

“Jika kita melihat salah satu demonstrasi yang terjadi sejak Agustus ketika Taliban mengambil alih, perempuan dan anak perempuan berada di garis depan, dan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa perempuan tidak memiliki wajah publik. Taliban percaya bahwa tempat perempuan adalah di rumah. Dia tidak boleh keluar tanpa kerabat dekat laki-laki, dan jika dia keluar, dia harus menutupi wajahnya,” katanya kepada Al Jazeera.

Pembatasan ini semakin diperluas untuk mencakup bepergian ke luar negeri, dan beberapa pelancong wanita dilaporkan dihentikan saat akan naik pesawat. Larangan serupa juga diberlakukan di beberapa pusat kesehatan di seluruh negeri, di mana perempuan dilarang mengakses layanan kesehatan tanpa mahram.

Pada bulan Januari, sekelompok 36 pakar hak asasi manusia PBB mengatakan bahwa para pemimpin Taliban di Afghanistan melembagakan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender berskala besar dan sistematis terhadap perempuan dan anak perempuan.

"Kami prihatin dengan upaya terus menerus dan sistematis untuk mengecualikan perempuan dari bidang sosial, ekonomi, dan politik di seluruh negeri," kata para ahli dalam sebuah pernyataan.

Pada Maret lalu, Taliban tiba-tiba membatalkan keputusan untuk membuka sekolah bagi remaja putri. Keputusan ini menimbulkan kemarahan komunitas internasional dan mendorong Amerika Serikat membatalkan pertemuan yang direncanakan untuk meredakan krisis keuangan negara itu.

Afghanistan menghadapi krisis kemanusiaan dengan lebih dari setengah populasi terancam kelaparan. Taliban telah berjuang untuk menghidupkan kembali ekonomi yang bergantung pada bantuan.

Amerika Serikat dan negara-negara lain telah memotong bantuan pembangunan dan memberlakukan sanksi ketat pada sistem perbankan sejak Taliban mengambil alih pada Agustus, mendorong negara itu menuju kehancuran ekonomi.

Reuters | Aljazeera

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus