Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Debat Para Menteri Memalukan

Debat habis-habisan boleh saja terjadi antarmenteri dalam sidang kabinet tertutup. Perbedaan pandangan mengenai sebuah kebijakan merupakan hal lazim. Justru sidang semacam itu merupakan tempat untuk saling melengkapi data guna menguatkan sebuah keputusan. Diskusi boleh berlangsung panas dan saling bantah. Namun, bila perdebatan belum menghasilkan sebuah kesepakatan, ia tak patut diumbar ke ranah publik. Di luar sidang kabinet, para menteri harus kompak satu suara.

2 Maret 2016 | 22.19 WIB

Debat Para Menteri Memalukan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Debat habis-habisan boleh saja terjadi antarmenteri dalam sidang kabinet tertutup. Perbedaan pandangan mengenai sebuah kebijakan merupakan hal lazim. Justru sidang semacam itu merupakan tempat untuk saling melengkapi data guna menguatkan sebuah keputusan. Diskusi boleh berlangsung panas dan saling bantah. Namun, bila perdebatan belum menghasilkan sebuah kesepakatan, ia tak patut diumbar ke ranah publik. Di luar sidang kabinet, para menteri harus kompak satu suara.

Itulah etika yang seharusnya dipegang teguh oleh kabinet, etika yang sama sekali tidak diperlihatkan oleh para menteri. Beberapa menteri, yang memiliki opini berseberangan di rapat kabinet mengenai bagaimana sebuah proyek dijalankan, tak bisa menahan diri. Lalu, polemik dilanjutkan di media sosial, seolah mereka mencari dukungan suporter. Kekanak-kanakan.

Publik lalu membaca bagaimana para menteri kemudian saling sindir di media sosial. Bahkan seperti menjurus ke sentimen pribadi, khas "pertengkaran" di dunia media sosial. Saling sentil dan ejek itu terjadi antara Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said mengenai Blok Masela. Ini contoh debat yang memalukan dan tidak bermutu.

Bukan sekali ini saja Rizal Ramli dan Sudirman Said berperang kata di dunia maya. Keduanya pernah berseberangan mengenai realistis-tidaknya proyek pembangkit listrik 35 ribu MW. Juga tatkala kasus perpanjangan kontrak Freeport. Kemudian, ada Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno yang saling tanding di media massa soal kereta api cepat. Masih ada contoh lain: polemik perlu-tidaknya impor beras antara Menteri Pertanian Andi Amran dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong.

Jelas terlihat kemampuan koordinasi dan kerja sama antarmenteri sangat kurang. Kita jadi curiga mengenai kualitas sidang kabinet. Mengapa sidang tidak mampu menjembatani perbedaan pandangan para menteri itu dan malah memperuncing posisi mereka di luar sidang? Mengapa perbedaan pendapat tak bisa diatasi dan seolah-olah para menteri cepat-cepat ingin menyuarakan opininya ke publik agar memperoleh dukungan bahwa pendapatnyalah yang benar?

Kita belum melihat sebuah tim kabinet yang solid, kokoh, dan berwibawa di era Presiden Jokowi ini. Sebuah tim yang tingkat konsolidasi dan kebersamaannya mampu meyakinkan kita untuk membawa Indonesia ke program-program yang tepat. Masih terasa para menteri adu kuat untuk kepentingan masing-masing. Ini membingungkan publik. Presiden harus menertibkan para menterinya, jangan membiarkan mereka bertikai di "jalanan". Polemik harus diselesaikan dalam rapat-rapat kabinet. Ibarat sebuah orkestra, Jokowi dituntut menjadi konduktor yang baik dalam sidang-sidang kabinet, sehingga para musikusnya bisa sinkron dan tidak seperti bermain sendiri-sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus