Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMBERANTASAN korupsi baru bisa dibilang sukses jika pejabat tinggi negara bisa diperiksa dan diadili. Contohnya, Korea Selatan. Negeri itu menghukum penjara dua mantan presiden, Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo, sebelum memberikan pengampunan. Hasil tindakan tegas itu, dalam delapan tahun, Korea Selatan dapat memperbaiki indeks persepsi korupsi menurut Transparency International, dari 42 ke 39.
Cina juga sangat serius membasmi korupsi. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, sebuah sumber mengutip kantor berita Xinhua, sudah lebih dari tiga ribu pejabat pajak, wali kota, pejabat tinggi polisi, dan pejabat kota yang diganjar hukum an mati.
Walaupun belum terdengar menghukum pejabat tinggi, Presiden Rusia Dmitry Medvedev gigih menggalang dukungan rakyat untuk melawan korupsi di negerinya, termasuk melalui blog pribadi. Itu terjadi setelah tahun lalu Transparency International meng umumkan Rusia berada di peringkat 147 dari 180 negara dalam indeks persepsi korupsi. Yang menarik, Rusia mewajibkan bukan hanya pejabat, melainkan keluarganya juga, mengumumkan harta kekayaan.
Lain Moskwa, lain pula Jakarta. Jangankan mewajibkan keluarga pejabat melaporkan harta kekayaan, lapor an kekayaan pejabat pun masih mengandung kelemahan besar. Menurut undang-undang, pejabat negara kita wajib mengumumkan harta kekayaannya. Hampir semua pejabat tinggi negara, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah membuka kepada publik jumlah harta mereka. Tapi, sampai sekarang, belum satu pun pe jabat yang diusut karena laporan harta kekayaan yang disetorkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi diduga tak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Kasus laporan harta kekayaan Hadi Poernomo, sekarang Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, bisa dijadikan contoh. Laporan yang disetorkan pada Februari lalu, dengan nilai total Rp 38 miliar, menurut investigasi majalah ini, patut diduga belum mencerminkan seluruh harta benda mantan Direktur Jenderal Pajak itu.
Ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan signifikan itu. Ada harta yang sudah dilaporkan ke Komisi, tapi nilainya jauh lebih kecil daripada realitas. Ditemukan juga harta atas nama Hadi dan istrinya yang tidak masuk laporan kekayaan. Contohnya, tanah hampir dua hektare di kawasan Kembangan, Jakarta Barat. Hadi menganggap tanah itu tak perlu masuk laporan, karena telah dihibahkan kepada anak-anaknya. Ada dua hotel di Bali atas nama anak-anak Hadi Poernomo yang juga tak dicantumkan dalam laporan.
Yang paling perlu dijelaskan kepada publik, hampir semua harta Hadi di umumkan sebagai hasil hibah. Tentang pengakuan hibah ini, ada temuan yang penting dikembangkan Komisi. Kami memperoleh akta jual-beli serta kesaksian yang berkaitan dengan proses trans aksi pada sejumlah aset keluarga itu. Hanya ada satu akta hibah, yang dibuat untuk penyerahan empat aset sekaligus dari Raden Abdul Hadi Noto Sentoso, ayah Hadi Poernomo.
Hadi mengaku mengumpulkan keka yaan dari hadiah orang tua dan mertua, juga hadiah perkawinan. Uang pemberian orang tua itu, kata dia, dibelikan properti, termasuk rumah di Los Angeles, Amerika Serikat. Komisi Pemberan tasan Korupsi tentu perlu menelusuri kebenaran peng akuan ini.
Komisi tak boleh berlindung di balik "kelemahan" undang-undang dalam mengusut harta kekayaan pejabat ini. Komisi Pemberantasan Korupsi memang tak diberi senjata "pembuktian terbalik" oleh undang-undang, seperti halnya Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara yang bekerja menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Padahal fungsi Komisi Pemeriksa sekarang diambil alih Komisi Pemberantasan Korupsi.
Komisi bisa bekerja sesuai dengan Pasal 13 UU Nomor 30 Tahun 2002 untuk memeriksa laporan harta pejabat. Pemeriksaan yang dimaksud undang-undang itu bisa ditafsirkan mencari keterangan sampai sejelas-jelasnya atas asal-usul harta pejabat.
Jika semua pihak di negeri ini ingin korupsi ditekan habis, Komisi Pemberantasan Korupsi perlu diberi alat yang cukup untuk menelusuri harta pejabat, termasuk memberikan kewenangan pembuktian terbalik. Hal ini bisa dilakukan dengan mengamendemen UU Nomor 30 Tahun 2002 yang menjadi dasar Komisi bekerja.
Diperlukan juga undang-undang pemutihan yang pernah digagas diera Presiden Abdurrahman Wahid. Harta pejabat yang tak jelas asal-usulnya, bila diakui hasil kejahatan, patgulipat, tapi diumumkan secara terbuka, bisa dibebaskan dari tuntutan hukum. Setelah periode pemutihan itu, pejabat wajib secara transparan menjelaskan sumber hartanya. Sanksi pidana siap menanti bila sang pejabat gagal menjelaskan riwayat hartanya.
Tapi, sebelum perangkat hukum siap, Komisi Pemberantasan Korupsi seyogianya memeriksa Hadi Poernomo. Verifikasi tentang harta hibah itu penting bagi publik juga bagi Hadi Poernomo dan keluarganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo