Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAYA terus terang tak tahu persis keterlibatan Saudara Kemal
sebagai anggota Islam Jama'ah. Yang saya tahu betul, saya dan
Saudara Kemal sering sama-sama shalat di Masjid Salman.
Ummat Islam diajarkan hidup bertoleransi. Namun tidak dengan
kemungkaran. Saya fikir tindakan masyarakat Kemayoran terhadap
masjid Benyamin adalah refleksi rasa persaudaraan di antara
sesama Muslim.
Islam merangsang ummat berfikir kreatif. Banyak ayat-ayat
menganjurkan -- cobalah baca Surat Ali Imran ayat 190 sampai
200. Namun penafsiran kalangan Islam Jama'ah tidak memberi
peluang apalagi merangsang berfikir kreatif dan dinamis dalam
mengetahui, mengerti, memahami, menghayati serta mengamalkan
ajaran Islam. Islam Jama'ah mengajarkan ketertutupan,
eksklusifisme, fanatisme buta, menxkafirkan orang yang tidak
sefaham. Siapa sih yang tidak toleran?
Bung Kemal. Sama sekali kita tidak boleh kejam terhadap saudara
sesama Muslim.
Apakah toleransi dituntut yang akhirnya hanya menjerumuskan
saudara kita sendiri? Apa Bung Kemal akan membiarkan saudaranya
terjerumus ke jurang dalam padahal Bung Kemal tahu betul?
Lantaran hanya beralasan toleransi? Inilah kadang-kadang kita
salah memahami arti sesungguhnya toleransi. Apakah toleransi
akan diberikan pada orang yang tidak punya toleransi? Apakah
Islam Jama'ah dapat dianggap cukup toleran?
Saya terus terang menyesali sekiranya Bung Kemal benar-benar
ikut Islam Jama'ah. Sayang dong kesempatan yang diberikan Doddy
Tisnaamidjaja untuk nongkrong di kampus Ganesha beberapa tahun
untuk mengasah otak jadi intelektuil, lalu mandeg malah mundur
gara-gara ikut Islam Jama'ah. Benar Iho. Ayo dong kita diskusi.
NADIR ABBAS KAMIL Jl. Titiran 86,
Bandung.
Saudara Kemal menulis: "Gereja dan vihara aman berdampingan
dengan mesjid, tapi mesjid justru harus disegel kalau berdekatan
dengan mesjid lain . . . " "Islam memberi toleransi kepada agama
lain, tapi lebih kejamkah ia kepada sesama Islam?"
Kalau saudara buka-buka Al-Qur'an, di situ akan ditemukan
ayat-ayat yang menceritakan bagaimana Nabi menghancurkan sebuah
mesjid --karena mesjid itu tempat orang munafik berkumpul untuk
merusak agama Islam.
YASMINA H.A. Mhs Dept Matematika ITB,
Jln. Ganeca 10,
Bandung.
Bung Kemal. Saya agak heran logika yang anda gunakan. Misalnya,
artis berda'wah diributkan sedang barang konsumsi
diiklan-masalkan didiamkan.
Anda mengemukakan perbandingan yang tidak ada relevansinya
samasekali. Dan anda menggeneralisir secara berlebihan. Siapa
bilang TEMPO dan lain-lain meributkan artis yang berda'wah, atau
siapapun yang berda'wah? Ivo Nilakrisna atau Fenty Effendi yang
berda'wah pun ok-ok saja. Yang dipersoalkan 'kan menda'wahkan
apa. Itunya dulu dong yang kita bahas-- tanpa mendramatisir
"lebih baik dari ke disko atau buka paha." Anda pun tahu, bukan
sekali-dua orang membicarakan iklan yang berlebihan di media
masa--tanpa mengaitkan dengan Islam Jama'ah dsb-nya.
Lebih lagi anda menyebarkan "logika" yang tidak kurang anehnya.
Gereja, vihara di samping mesjid, didiamkan--sedang mesjid di
samping mesjid disegel. Ya jelas dong: gereja untuk yang tidak
ke mesjid atau ke vihara, vihara untuk yang tidak ke mesjid dan
gereja. Lah, kalau mesjid di sampingnya ada mesjid lagi, apalagi
kalau mesjid belakangan itu bentuknya saja yang seperti mesjid
sedang yang disampaikan menyimpang samasekali dari kaidah
mesjid, apalagi kalau melulu memusuhi mesjid yang terdahulu . .
. Ya lucu dong.
Saya sungguh mati tidak berani mengungkapkan pendapat saya
tentang anda dan Islam Jama'ah. Tetapi kalau kita sepakat
berfikir di atas logika, ayo!
SARTONO MUKADIS Jl. Bangka 4/2,
Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo