Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Jakarta Mandek Tahun 2014

Macet di Jakarta semakin parah. Ibu Kota perlu program sistem transportasi massal yang tepat dan dijalankan dengan konsisten.

11 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENATA transportasi di Jakarta sama sulitnya de­ngan mengurai benang kusut. Pertumbuhan kendaraan bermotor 10 persen, hampir dua kali lipat pertambahan panjang jalan. Kota penyangga seperti Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi sama kondisinya. Di pagi hari, dua juta komuter menyerbu Jakarta untuk bekerja. Sore harinya, mereka berarak pulang.

Macet, macet, dan macet tak terelakkan. Makin hari te­­rasa makin berat. Tahun 2014 diperkirakan lalu-lin­tas Jakarta macet total. Masyarakat Transportasi Indo­nesia bah­kan meramalkan kejadian itu bisa lebih cepat jika Pe­merintah DKI Jakarta tidak melakukan apa-apa. Sekarang saja, jika hujan turun agak lama, jalan-jalan di Jakarta sudah seperti terkunci rapat.

Berbagai proyek transportasi sudah dirancang. Basisnya bermacam-macam. Study on Integrated Transportation Master Plan 2000-2004 mengkaji sistem transportasi Jabodetabek. Sedangkan Studi Pola Transportasi Makro 2003 merancang transportasi Jakarta. Di sana ada usulan penggunaan berbagai moda transportasi massal yang murah, seperti subway, monorel, busway, dan angkutan sungai.

Masalahnya, rencana bagus belum tentu mulus di lapang­an. Proyek monorel dan subway terkatung-katung karena dana seret. Praktis hanya busway yang jalan karena bia­yanya paling murah. Kini tiga dari tujuh koridor yang direncanakan sudah beroperasi. Dari proyek busway ada berita bagus. Riset The Japan International Cooperation Agency (JICA) menunjukkan 14 persen pengguna busway sebelumnya merupakan pengguna mobil pribadi.

Di tengah keberhasilan kecil itu, sayangnya muncul rencana pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota. Selain bertentangan dengan Tata Ruang Jakarta 2010, rencana itu tidak sesuai dengan Pola Transportasi Makro Jakarta 2003. Tol dalam kota hanya akan menjadi pintu masuk mobil ke dalam kota, sedangkan yang perlu dilakukan adalah ”menghalau” mobil ke luar pusat kota untuk mengurangi macet.

Jika Pusat dan DKI Jakarta konsisten membangun transportasi massal, rencana enam ruas tol dalam kota itu pagi-pagi harus ditolak. Selain akan membuat Ibu Kota le­bih macet, tol hanya akan menyenangkan pengguna mobil pribadi. Padahal, jika perlu, pemerintah harus ”memagari” Jakarta agar tidak dimasuki mobil pribadi. London dan Singapura, misalnya, mengutip pajak tinggi untuk mobil yang masuk jalur utama.

Yang juga penting, pembangunan sistem transportasi di Jakarta harus dilakukan secara terpadu dengan mengajak kota-kota penyangga di sekeliling Jakarta. Hampir mustahil bagi Jakarta menyelesaikan masalah tersebut sendirian karena sebagian problem justru datang dari kota-kota penyangga itu.

Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso sebetulnya pernah me­lontarkan ide untuk mengembangkan konsep megapolitan, tapi ditentang di mana-mana. Lepas dari apakah betul Sutiyoso berambisi menjadi Gubernur Megapolitan Jakarta, konsep megapolitan perlu dikaji. Jakarta jelas tak bisa berdiri sendiri untuk menangani masalah sampah, banjir, dan penyediaan air bersih. Kalau penduduk kian ber­tambah, problem lingkungan bertambah-tambah, Ibu Kota bisa kolaps.

Jakarta mungkin bisa belajar dari beberapa kota di Asia yang sudah lebih dulu mengembangkan konsep metropo­litan. Di Bangkok ada Bangkok Metropolitan Administration. Di Manila ada The Metropolitan Manila Development Authority. Keputusan untuk melaksanakan segala sesuatu di dua kota itu berada di satu tangan. Sebelum Jakarta menjadi benang kusut, pemerintah Pusat perlu turun ta­ngan mencari jalan keluar. n

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus