Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Kejaksaan Tercoreng Lagi

Seorang jaksa kembali ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini menambah tebal coreng di muka lembaga penegak hukum yang tak putus dilanda kasus korupsi itu.

12 Juni 2017 | 00.56 WIB

Kejaksaan Tercoreng Lagi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Seorang jaksa kembali ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini menambah tebal coreng di muka lembaga penegak hukum yang tak putus dilanda kasus korupsi itu.

Penyidik KPK menangkap Parlin Purba, jaksa dan Kepala Seksi Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu, pada Jumat dinihari pekan lalu. Penangkapan dilakukan di The View Resto, Pantai Panjang, Kota Bengkulu, tepat di tengah pesta perpisahan Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Sendjun Manullang, yang akan pensiun keesokan harinya.

Parlin diduga menerima suap dari Amin Anwari, Pejabat Pembuat Komitmen Irigasi dan Rawa I Balai Wilayah Sungai Sumatera VII; dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan, Manjudo Murni Suhardi, untuk proyek irigasi di Bengkulu. KPK menyita uang Rp 10 juta dari tangan Parlin. Tapi Parlin disangka telah menerima lebih dari Rp 150 juta dari mereka untuk proyek-proyek lain Balai Wilayah Sungai di provinsi itu, yang nilainya mencapai Rp 90 miliar.

Parlin diduga telah melakukan pemerasan. Sebagai jaksa bagian intelijen, dia mengumpulkan data dan bahan keterangan mengenai proyek-proyek Balai Wilayah Sungai di Bengkulu, misalnya soal indikasi korupsi. Parlin rupanya memang menemukan masalah itu.

Bukannya mengangkat temuan itu menjadi kasus pidana, ia malah memanfaatkan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi. Informasi itu dijadikan Parlin alat untuk memeras Amin Anwari dan Murni Suhardi dengan janji menutup kasus itu sebelum diangkat ke tahap penyelidikan.

Modus pemerasan ini mirip dengan yang dilakukan Ahmad Fauzi, jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang ditangkap tim Sapu Bersih Pungutan Liar pada November 2016. Saat itu Ahmad merupakan anggota tim penyidik kasus penjualan tanah kas desa di Desa Kalimook, Sumenep, Jawa Timur. Dia diduga menerima uang dari Abdul Manaf, salah satu pembeli tanah kas desa, untuk mencegah kasus Abdul dinaikkan ke tingkat penyidikan.

Berulangnya modus ini menandakan adanya celah dalam sistem penyidikan kasus yang dapat dimanfaatkan oleh jaksa-jaksa culas untuk memperkaya diri. Kejaksaan harus segera menutup celah ini dengan sistem yang lebih baik dan pengawasan lebih ketat.

Parlin Purba pernah menjadi jaksa dengan jabatan sama di Kejaksaan Tinggi Purwakarta. Di sana, dia melakukan pelanggaran etik sehingga dipindah ke Bengkulu. Hal ini seharusnya sudah menjadi peringatan dini bagi kejaksaan untuk mengawasinya lebih ketat, bukan melepasnya begitu saja sehingga dia melakukan pelanggaran yang lebih besar: korupsi. Artinya, ada masalah dalam perekrutan dan pengawasan jaksa oleh kejaksaan.

Janji Jaksa Agung membenahi lembaganya ternyata masih omong kosong. Masih berulangnya kasus jaksa yang memeras, menjual perkara, dan meringankan tuntutan terhadap koruptor besar menunjukkan bahwa lembaga ini masih keropos.

Penegakan hukum oleh kejaksaan adalah pilar penting dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, jika kejaksaan banyak diisi dengan jaksa korup, musnahlah harapan untuk membersihkan negeri ini dari korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus