Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Kisruh Proyek Rehabilitasi Sekolah

Polisi sudah selayaknya mengusut tuntas ketidakberesan proyek renovasi 119 gedung sekolah dasar di DKI Jakarta tahun anggaran 2017.

12 Juli 2018 | 07.16 WIB

Seorang anak bermain di sekitar gedung Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 yang terbengkalai proses rehabilitasi gedungnya di Kawasan Gambir, Jakarta Pusat, (21/04). Tempo/Dian Triyuli Handoko
Perbesar
Seorang anak bermain di sekitar gedung Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 yang terbengkalai proses rehabilitasi gedungnya di Kawasan Gambir, Jakarta Pusat, (21/04). Tempo/Dian Triyuli Handoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Polisi sudah selayaknya mengusut tuntas ketidakberesan proyek renovasi 119 gedung sekolah dasar di DKI Jakarta tahun anggaran 2017. Sejak awal tahap tender hingga pengerjaannya, banyak masalah yang muncul. Selain penyelesaiannya molor, bangunan rusak di sana-sini meski baru beberapa bulan diserah-terimakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Perbaikan gedung sekolah dengan pagu anggaran Rp 196 miliar itu dilakukan pada masa peralihan kekuasaan gubernur, dari Djarot Saiful Hidayat ke Anies Baswedan. Proses lelangnya diduga diintervensi oleh politikus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari Partai NasDem sehingga PT Murni Konstruksi Indonesia, perusahaan yang belum memiliki sejarah panjang menggarap proyek besar, memenangi tender pekerjaan ini pada tahun lalu. Banyak pihak mempertanyakan kemampuan kontraktor yang berkantor pusat di Makassar, Sulawesi Selatan, ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa DKI dan panitia lelang seharusnya lebih teliti dan waspada terhadap perusahaan titipan, bahkan semestinya tidak memberi ruang sama sekali. Kalau memang perusahaan itu dinyatakan memenuhi syarat, karena memberikan harga penawaran termurah, pengawasan harus diperketat. Masalahnya, fungsi monitoring yang diserahkan kepada konsultan pengawas juga tidak optimal. Sebab, penyelesaian renovasi beberapa gedung yang seharusnya selesai pada tahun anggaran 2017 molor hingga Maret 2018.

Berbagai persoalan itu semestinya menjadi alarm bagi pemerintah DKI, Inspektorat, dan suku dinas pendidikan untuk mengerem pencairan anggaran. Ini malah sebaliknya. Seluruh dana proyek digelontorkan kepada kontraktor. Pengerjaan yang molor, material tak sesuai dengan perencanaan, dan bocornya atap gedung sekolah yang baru direnovasi seolah-olah tidak menjadi pertimbangan.

Murni Konstruksi pada tahun ini hampir memenangi kembali proyek serupa. Perusahaan itu sempat nyaris mengalahkan perusahaan kontraktor besar milik pemerintah untuk merenovasi gedung sekolah dasar. Bahkan nilainya jauh lebih besar, yakni sekitar Rp 300 miliar.

Belakangan, Inspektorat turun menyelidiki masalah ini. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Seratus persen anggaran telah mengucur. Karena itu, tidak ada pilihan kecuali polisi harus membongkar skandal proyek renovasi gedung sekolah ini. Siapa pun yang terlibat, baik pejabat, pengusaha, maupun politikus, harus ditindak.

Ke depan, pemerintah DKI harus lebih berhati-hati. Perusahaan yang tidak kompeten, terlibat masalah, apalagi diduga menggelembungkan dana atau korupsi, harus dicoret alias dimasukkan ke daftar hitam. Perseroan semacam ini tak perlu diberi ruang untuk menggarap pekerjaan lain. Pemerintah juga perlu menegakkan wibawa serta membuktikan bahwa proyek yang sedang digeber bukanlah program yang main-main.

Ali Umar

Ali Umar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus