Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
KASUS yang dihadapi Chrianctus Paschalis Saturnus, Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Keuskupan Pangkalpinang, merupakan problem laten dari bobroknya hukum di negeri ini. Mereka yang menyuarakan tindak kejahatan malah terancam menjadi korban kriminalisasi dan intimidasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Romo Paschal, begitu Paschalis selama ini dikenal, harus menjalani pemeriksaan di Kepolisian Daerah Kepulauan Riau pada Senin, 6 Maret lalu. Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Kepulauan Riau, Kolonel Bambang Panji Prianggodo, melaporkan Paschalis dengan tuduhan telah menyebarkan berita bohong dan melakukan pencemaran nama baik. Teror terhadap Paschalis dan KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang berlanjut dengan merebaknya isu kristenisasi yang diembuskan secara terorganisir melalui organisasi kemasyarakatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pelaporan ke polisi dan penyebaran isu kristenisasi itu amat jelas merupakan serangan balik kepada Paschalis. Pangkal kasus ini adalah surat pengaduan yang dikirimkan oleh KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang kepada 12 instansi pemerintah dan penegak hukum ihwal praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kepulauan Riau. Dalam surat aduan tersebut, Paschalis melaporkan dugaan keterlibatan penyelenggara negara dalam pengiriman pekerja migran ilegal ke Malaysia.
Bambang termasuk yang diadukan ke kantor pusat BIN di Jakarta. Ia diduga melanggar kode etik karena ditengarai mengintervensi Kepolisian Sektor Pelabuhan Barelang agar membebaskan pelaku pengiriman pekerja migran ilegal pada Oktober 2022.
Polda Kepulauan Riau harus menghentikan kriminalisasi terhadap Paschalis. Pengaduan masyarakat kepada instansi pemerintahan dan penegak hukum ihwal tindak kejahatan tak semestinya dicap sebagai penyebaran berita bohong atau pencemaran nama baik. Sebaliknya, polisi seharusnya menindaklanjuti pengaduan Paschalis dengan membongkar mafia pengiriman pekerja migran ilegal, termasuk menindak para penyelenggara negara yang ditengarai melindungi sindikat TPPO tersebut.
BIN juga perlu segera mengusut dugaan pelanggaran pejabatnya di daerah. Dugaan keterlibatan Bambang dalam melindungi praktik pengiriman pekerja migran ilegal, jika terbukti, sungguh ironis. Sebagai alat negara yang menyelenggarakan fungsi intelijen di dalam dan luar negeri, BIN semestinya berperan aktif dalam memerangi kejahatan transnasional ini. BIN tak boleh membiarkan kasus ini. Apalagi penyalahgunaan wewenang pejabat intelijen disinyalir juga berada di balik penyebaran isu kristenisasi yang berpotensi memicu konflik horizontal.
Pengaduan Paschalis kepada 12 instansi pemerintah dan penegak hukum sebenarnya bukan tanpa dasar. Bersama timnya, peraih penghargaan Hassan Wirajuda Pelindungan Warga Negara Indonesia 2021 itu menelusuri jalur pengiriman pekerja migran ilegal dari Pelabuhan Batam Center menuju Pelabuhan Tanjung Pengelih, Johor Bahru, Malaysia. Hasil investigasi KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang, yang ditelusuri ulang dan dipublikasikan oleh kolaborasi sejumlah media pada Januari lalu, menggambarkan betapa rapinya sindikat TPPO ini bekerja.
Jaringan pengiriman pekerja migran ilegal leluasa beroperasi di Batam karena diduga telah berkomplot dengan pegawai kantor imigrasi, otoritas pelabuhan, hingga pegawai perusahaan penyedia jasa kapal penyeberangan. Penyalur pekerja migran ilegal juga mengaku menyetor duit ke polisi agar tak diusik.
Temuan KKPPMP Keuskupan Pangkalpinang itu menguatkan data penanganan kasus yang dihimpun Kedutaan Besar RI untuk Malaysia. Sekitar 70 persen pekerja migran ilegal asal Indonesia justru masuk ke negeri jiran secara resmi melalui tempat pemeriksaan imigrasi. Batam merupakan pintu keluar terbesar sindikat TPPO ini.
Tingginya kasus TPPO itu pula yang menempatkan Indonesia dalam daftar pengawasan tingkat II pada Laporan Tahunan Perdagangan Orang 2022. Dipublikasikan Kementerian Luar Negeri AS pada Juli tahun lalu, laporan itu menilai pemerintah RI telah berupaya memenuhi standar minimum untuk memerangi perdagangan manusia, termasuk lewat pengesahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Namun di lapangan, implementasinya jauh panggang dari api. Pemerintah justru dianggap tak mengambil tindakan serius terhadap keterlibatan aparat dalam kejahatan perdagangan manusia.
Dampaknya sungguh memprihatinkan. Sepanjang tahun lalu, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menerima pengaduan 115 kasus perekrutan pekerja migran ilegal, melonjak lima kali lipat dibandingkan 2021. Dalam rentang 2020-2022, BP2MI juga mencatat rata-rata 70 kasus perdagangan orang menimpa buruh migran setiap tahun. Selama itu, setiap tiga hari, setidaknya seorang pekerja migran dipulangkan tak bernyawa.
Pemerintah, yang sejak 2008 membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, harus memastikan Polri dan BIN menindaklanjuti pengaduan Paschalis. Membiarkan kolusi aparat korup dan sindikat pengiriman pekerja migran ilegal hanya akan menjadikan wajah pemerintah sebagai mafia yang sebenarnya dalam praktik perdagangan manusia.