Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Musim Penangkapan di Masa Pagebluk

Polisi menangkap orang-orang yang dianggap menyebarkan kabar kibul soal corona. Berlebihan dan bisa dianggap menutupi minimnya transparansi pemerintah.

9 April 2020 | 07.00 WIB

Sebanyak 102 berita bohong atau hoax mengenai virus corona asal Wuhan atau COVID-19 telah menyebar ke publik. ANTARA
Perbesar
Sebanyak 102 berita bohong atau hoax mengenai virus corona asal Wuhan atau COVID-19 telah menyebar ke publik. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

PENANGKAPAN orang-orang yang dianggap menyebarkan kabar kibul selama wabah Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 sungguh berlebihan. Kepolisian Negara Republik Indonesia selayaknya menghentikan cara represif tersebut. Cara paling efektif untuk menyingkirkan hoax adalah dengan memberikan informasi secara transparan tentang penyakit yang telah menjadi pandemi global itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Hingga akhir Maret lalu, Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan 51 orang sebagai tersangka penyebar kabar kibul tentang virus corona. Kepolisian bahkan telah memblokir 38 akun media sosial yang dituduh menyebarkan hal serupa. Polisi menggunakan pasal tentang pencemaran nama dan penyebaran kabar bohong dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang bermasalah. Aturan itu sejauh ini banyak digunakan untuk membungkam suara kritis terhadap pemerintah. Seorang advokat di Bali yang mengkritik pemerintah karena dia anggap tak becus menghadapi wabah corona pun ditangkap dengan pasal itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tindakan semacam itu tidak akan menyelesaikan masalah. Di tengah wabah ini, masyarakat cenderung panik. Mereka berada dalam keadaan gelap ketika informasi tentang ancaman wabah dan penanganannya sangat minim, bahkan tak ada. Mereka akhirnya berusaha mencari informasi sendiri dan berinisiatif menyebarluaskannya di media sosial. Hal tersebut terjadi karena tidak ada otoritas yang segera memberikan informasi jelas. Apalagi organ-organ pemerintah acap kali memberikan keterangan yang berbeda-beda.

Betul, masyarakat semestinya selalu kritis terhadap gelontoran informasi yang berseliweran di media sosial. Informasi tidak sepatutnya diterima begitu saja, apalagi langsung disebarluaskan. Masyarakat sudah seharusnya mengecek setiap informasi itu ke sumber formal atau media massa yang telah melakukan verifikasi. Pada tahap ini, membatasi penggunaan media sosial merupakan salah satu jurus jitu. Masyarakat disarankan menggunakan media sosial seperlunya untuk menyebarkan informasi yang telah diyakini sumber dan kebenarannya.

Di luar pengguna media sosial yang rasional itu, tentu saja, ada banyak yang bersikap sebaliknya: memproduksi atau menyebarkan berita-berita bohong. Sebagian demi kepentingan politik-yang masih saja membara di tengah situasi wabah mematikan. Sebagian lain meneruskan begitu saja informasi yang diterima karena kepanikan dan ketidaktahuan. Cara menghentikan penyebaran informasi semacam itu bukanlah dengan menangkap penyebarnya. Sebaliknya, pemerintah semestinya menyediakan informasi yang akurat dan tepercaya.

Dalam menghadapi wabah corona, justru soal transparansi tersebut merupakan kelemahan terbesar pemerintah. Sejak awal pemerintah tidak memberikan informasi yang cukup, baik berupa panduan yang sangat diperlukan masyarakat maupun perkembangan penyebaran virus. Sering kali satu pejabat dan pejabat lain menyampaikan informasi berbeda-beda. Akibatnya, masyarakat kebingungan dan perlu mencari sumber informasi lain untuk memenuhi keingintahuan mereka.

Pemerintah tidak selayaknya menangkap masyarakatnya yang dianggap menyebarkan informasi palsu. Kepolisian semestinya berfokus pada hal-hal penting dalam keamanan, terutama di tengah krisis pandemi. Jika terus dilakukan, penangkapan-penangkapan bisa dianggap menutupi kelemahan pemerintah, yang sangat miskin dalam hal transparansi.

Ali Umar

Ali Umar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus