Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Vaksin TBC baru diperlukan karena laju penularan tuberkulosis sulit dihentikan.
Proses uji klinik seyogianya transparan dan akuntabel.
Pemerintah tak perlu silau mata terhadap aksi filantropi Bill Gates.
UJI klinik vaksin tuberkulosis bisa membawa keuntungan bagi Indonesia. Dengan jumlah penderita TBC terbanyak kedua di dunia, Indonesia harus menjadi negara prioritas untuk mendapatkan vaksin M72/AS01E yang sedang dikembangkan GlaxoSmithKline, perusahaan yang berbasis di Inggris. Namun pemerintah mesti memastikan Indonesia tak hanya menjadi kelinci percobaan dalam proyek uji klinik vaksin TBC yang didanai oleh Gates Foundation, yayasan milik Bill Gates.
Sebanyak 2.093 relawan berpartisipasi dalam uji klinik tahap ketiga vaksin M72/AS01E. Uji vaksin diperkirakan rampung pada 2028 dan mampu meningkatkan imunitas orang dewasa terhadap bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada 2023, jumlah kasus tuberkulosis di Indonesia mencapai 821 ribu, dengan angka kematian sekitar 130 ribu jiwa. Indonesia menyumbang 10 persen dari 10,8 juta kasus TBC di dunia, hanya kalah oleh India dengan besaran 26 persen.
Dengan laju penularan TBC yang terus meningkat, pengembangan vaksin baru mutlak diperlukan. Vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG), yang dipakai sejak 1921 dan disuntikkan saat berusia balita, tak cukup efektif mencegah penularan pada orang dewasa. Untuk kota-kota besar di Indonesia yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi, laju penularan bahkan bisa lebih masif.
Uji klinik tentu harus menguntungkan kedua belah pihak. Pemerintah perlu memastikan Indonesia bisa mengakses vaksin dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau jika kelak diproduksi massal. Yang tak kalah penting, perusahaan farmasi dalam negeri bisa ikut memproduksi vaksin tersebut. Karena itu, perlu ada transfer pengetahuan dan teknologi selama uji klinik yang memungkinkan perusahaan lokal membuat vaksin serupa.