Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Penghulu keraton

Menurut orang surakarta atau yogyakarta, penghulu keraton itu mesum, licik dan penjilatan. ia merupakan orang pilihan keraton yang siap berbuat apa saja, untuk legitimasi kehendak penguasa.

31 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGHULU dalam bahasa Filipina berarti presiden. Dalam bahasa Minang berarti kepala adat. Orang Jawa kebanyakan mengartikan tukang menikahkan temanten kadi. Di pengadilan negeri ia penasihat urusan agama Islam. Jadi di mana pun, penghulu jabatan terhormat. Sekurang-kurangnya kepala kampung. Setinggi-tingginya kepala negara. Ia dipilih karena bijak. Ia dianut karena berilmu. Ia dipatuhi karena saleh. Secara harfiah, penghulu berarti yang di muka. Penghulu kawal, artinya komandan kawal. Ditempatkan di muka berarti dituakan dihormati. Ia makhluk terpilih. Karena pengetahuannya, karena kejujurannya, karena bijak bestarinya. Tiada doa dibuka, sebelum penghulu tiba. Kraton, bahasa Jawa, artinya keratuan, tempat raja, alias istana. Tempat itu tidak saja agung, luhur, tapi juga keramat. Simpul pusat kekuasaan. Kiblat, tempat sembah mesti disujudkan. Di kraton bersemayam orang-orang pilihan atau mereka yang dipilih. Mitos orang Jawa, baik laki atau perempuan, bila sudah masuk-kraton, berobah menjadi tidak manusiawi. Mereka jadi berada di alam sorgawi, alam mimpi, alam lamunan, alam tak terjangkau oleh sanjungan kata dan tembang. Di kraton ada tempat semedi (sembahyang), ada tempat rekreasi (androwino), ada tempat menyimpan rezeki dan misteri. Dan di samping pusat kekuasaan juga tempat penyanjungan. Di samping memancarkan cahaya harapan, juga pusat kecemasan. Anehnya, bila kedua kata penghulu dan kraton itu dirangkaikan, artinya berubah sama sekali. Mendengar sebutan penghulu kraton, orang Surakarta atau Yogyakarta segera melengos. Kata itu konon berbau mesum, licik, dan penjilatan. Padahal konon penghulu kraton juga orang pilihan. Ia berilmu. Telah membaca semua kitab, sehingga hafal banyak sekali ayat kitab suci dan hadits. Penghulu kraton selalu bisa menemukan dalih, untuk membenarkan atau menyalahkan, tergantung pesanan. Ayat Al Quran, Hadits, fatwa Ulama atau pendapat cerdik pandai, penghulu kratonlah kamusnya. Seperti umumnya penghulu ia pun bersorban. Seperti layaknya penghuni kraton, ia pun raden ngabehi. Seperti lazinnya cerdik pandai, ia didudukkan layak di pasewakan. Segala gelar kehormatan dan kenikmatan duniawi ia terima dengan iklas, lillahitaala. Penghulu kraton bersabda lewat buku dan kitab. Ia berfatwa tentang persoalan aktual. Dalam sarasehan ia dimuka. Jangan coba berdebat dengan dia. Dengan senyum anggun, mata berkedip, sebelum berucap, anda pun akan sudah tahu ayat apa yang keluar. Hadits kabur bisa jadi sahih, surat-surat diberi tafsir mutakhir sesuai dengan kepentingan, cocok dengan pesanan. Penghulu kraton tidak butuh kepribadian. Ia tidak doyan integritas. Yang dijual barang loakan. Harga nasihat dan fatwanya ialah derajat, pangkat dan semat. Barang itu tak bisa dikantungi. Cuma mudah diwariskan anak-cucu. Bila anda ketemu penghulu kraton, cukup bertukar senyum tak perlu repot-repot berbantah karena tak ada gunanya. Penghulu kraton zaman dahulu maupun zaman sekarang bisa membuat cerita yang meyakinkan tentang kambing bertelur ataupun ayam bertanduk. Ia akan bikin sejarah babad tanah ke Jawa yang dirancang Nabi Sulaeman. Atau kelahiran Jimat Kalimosodo yang ditemukan Lamdaur di pinggir Kali Ciliwung. Menghadapi penghulu kraton mesti sabar dan menunduk. Perhatikan segala ucapnya, karena maunya amatlah mudah ditebak. Tunggu beberapa saat dari terbitnya fatwa, anugerah kehormatan dan jabatan apa yang ia akan terima. Itulah jawaban segala teka-tekinya. Misteri keganjilan pendapatnya. Penghulu kraton makhluk yang bernyawa tetapi tak berhati. Bila anda tanya, kapan lahirnya Hastabrata atau Pancasona, ia akan balik bertanya. Anda mau hari apa, pasaran apa, waktu apa. Semua punya hikmah. Semua punya berkah. Bila anda telah memilih, ia akan membuka-buka dalih. Lontar butut ditiup-tiup. Batu pecah disambung-sambung, prasasti kabur dipoleskan. Serta-merta keluar cerita, yang tak terbantah oleh barang siapa. Bila tulisan tangan di lembar lontar ada menyebut hari, ia segera pedomani. Peduli amat otaknya sendiri berontak. Karena tak masuk akal, raja berseni-seni menulis halus di lembar daun. Kalau bukan karena ia sedang membeber bakat senimannya. Bukan pula ia membeber kecermatan seorang raja yang rajin membaca tulisan. Apalagi si penulis itu abdinya. Penghulu kraton bukan untuk dipercaya dan disuka. Ia siap berbuat apa saja, untuk legitimasi kehendak yang lagi kuasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus