Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGHULU dalam bahasa Filipina berarti presiden. Dalam bahasa
Minang berarti kepala adat. Orang Jawa kebanyakan mengartikan
tukang menikahkan temanten kadi. Di pengadilan negeri ia
penasihat urusan agama Islam.
Jadi di mana pun, penghulu jabatan terhormat. Sekurang-kurangnya
kepala kampung. Setinggi-tingginya kepala negara. Ia dipilih
karena bijak. Ia dianut karena berilmu. Ia dipatuhi karena
saleh.
Secara harfiah, penghulu berarti yang di muka. Penghulu kawal,
artinya komandan kawal. Ditempatkan di muka berarti dituakan
dihormati. Ia makhluk terpilih. Karena pengetahuannya, karena
kejujurannya, karena bijak bestarinya. Tiada doa dibuka, sebelum
penghulu tiba.
Kraton, bahasa Jawa, artinya keratuan, tempat raja, alias
istana. Tempat itu tidak saja agung, luhur, tapi juga keramat.
Simpul pusat kekuasaan. Kiblat, tempat sembah mesti disujudkan.
Di kraton bersemayam orang-orang pilihan atau mereka yang
dipilih. Mitos orang Jawa, baik laki atau perempuan, bila sudah
masuk-kraton, berobah menjadi tidak manusiawi. Mereka jadi
berada di alam sorgawi, alam mimpi, alam lamunan, alam tak
terjangkau oleh sanjungan kata dan tembang. Di kraton ada tempat
semedi (sembahyang), ada tempat rekreasi (androwino), ada tempat
menyimpan rezeki dan misteri. Dan di samping pusat kekuasaan
juga tempat penyanjungan. Di samping memancarkan cahaya harapan,
juga pusat kecemasan.
Anehnya, bila kedua kata penghulu dan kraton itu dirangkaikan,
artinya berubah sama sekali. Mendengar sebutan penghulu kraton,
orang Surakarta atau Yogyakarta segera melengos. Kata itu konon
berbau mesum, licik, dan penjilatan.
Padahal konon penghulu kraton juga orang pilihan. Ia berilmu.
Telah membaca semua kitab, sehingga hafal banyak sekali ayat
kitab suci dan hadits. Penghulu kraton selalu bisa menemukan
dalih, untuk membenarkan atau menyalahkan, tergantung pesanan.
Ayat Al Quran, Hadits, fatwa Ulama atau pendapat cerdik pandai,
penghulu kratonlah kamusnya.
Seperti umumnya penghulu ia pun bersorban. Seperti layaknya
penghuni kraton, ia pun raden ngabehi. Seperti lazinnya cerdik
pandai, ia didudukkan layak di pasewakan. Segala gelar
kehormatan dan kenikmatan duniawi ia terima dengan iklas,
lillahitaala.
Penghulu kraton bersabda lewat buku dan kitab. Ia berfatwa
tentang persoalan aktual. Dalam sarasehan ia dimuka. Jangan coba
berdebat dengan dia. Dengan senyum anggun, mata berkedip,
sebelum berucap, anda pun akan sudah tahu ayat apa yang keluar.
Hadits kabur bisa jadi sahih, surat-surat diberi tafsir mutakhir
sesuai dengan kepentingan, cocok dengan pesanan.
Penghulu kraton tidak butuh kepribadian. Ia tidak doyan
integritas. Yang dijual barang loakan. Harga nasihat dan
fatwanya ialah derajat, pangkat dan semat. Barang itu tak bisa
dikantungi. Cuma mudah diwariskan anak-cucu. Bila anda ketemu
penghulu kraton, cukup bertukar senyum tak perlu repot-repot
berbantah karena tak ada gunanya.
Penghulu kraton zaman dahulu maupun zaman sekarang bisa membuat
cerita yang meyakinkan tentang kambing bertelur ataupun ayam
bertanduk. Ia akan bikin sejarah babad tanah ke Jawa yang
dirancang Nabi Sulaeman. Atau kelahiran Jimat Kalimosodo yang
ditemukan Lamdaur di pinggir Kali Ciliwung.
Menghadapi penghulu kraton mesti sabar dan menunduk. Perhatikan
segala ucapnya, karena maunya amatlah mudah ditebak. Tunggu
beberapa saat dari terbitnya fatwa, anugerah kehormatan dan
jabatan apa yang ia akan terima. Itulah jawaban segala
teka-tekinya. Misteri keganjilan pendapatnya. Penghulu kraton
makhluk yang bernyawa tetapi tak berhati.
Bila anda tanya, kapan lahirnya Hastabrata atau Pancasona, ia
akan balik bertanya. Anda mau hari apa, pasaran apa, waktu apa.
Semua punya hikmah. Semua punya berkah. Bila anda telah memilih,
ia akan membuka-buka dalih.
Lontar butut ditiup-tiup. Batu pecah disambung-sambung, prasasti
kabur dipoleskan. Serta-merta keluar cerita, yang tak terbantah
oleh barang siapa. Bila tulisan tangan di lembar lontar ada
menyebut hari, ia segera pedomani. Peduli amat otaknya sendiri
berontak. Karena tak masuk akal, raja berseni-seni menulis halus
di lembar daun. Kalau bukan karena ia sedang membeber bakat
senimannya. Bukan pula ia membeber kecermatan seorang raja yang
rajin membaca tulisan. Apalagi si penulis itu abdinya.
Penghulu kraton bukan untuk dipercaya dan disuka. Ia siap
berbuat apa saja, untuk legitimasi kehendak yang lagi kuasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo