Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Abdurachman
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga(CISDI)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Para ahli medis kini sibuk meneliti Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Sejauh ini, vaksinnya belum ditemukan. Obat untuk menahannya masih diuji coba. Virus tersebut menyerang jalur pernapasan sehingga penderita mengalami gagal napas karena seluruh relung alveoli (jaringan dasar paru-paru) menjadi tempat kediamannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berbagai upaya menemukan orang yang terinfeksi lebih awal telah dikerjakan, cepat dan polymerase chain reaction (PCR). Tes cepat dikenal memiliki kelemahan: bisa false positive atau false negative. Artinya, jika hasil tes positif, masih perlu dilakukan tes tambahan. Sebaliknya, bila hasil tes negatif, belum bisa 100 persen menyingkirkan dugaan. PCR merupakan tes yang lebih peka, lebih mahal, lebih andal, lebih lama, dan membutuhkan keahlian petugas. Laboratoriumnya pun memerlukan peralatan lebih canggih. Belakangan malah diketahui bahwa hasil PCR tenggorokan bisa negatif tapi swab anal (dubur) malah positif.
Baru-baru ini, beberapa risiko yang dialami setelah menderita Covid-19 mulai tampak dan dipublikasikan dalam jurnal internasional. Ada dampak ikutan pada sistem saraf pusat, sistem saraf, sistem pencernaan, kulit, dan dampak serius pada jantung. Dampak di jantung membuat penderita tak lama bertahan dan segera "pulang".
Adapun risiko pada saraf yang dialami berupa sakit kepala; penurunan kesadaran; ataksia; kejang; penurunan kecerdasan; berubahnya kepribadian; hingga risiko stroke, yakni lumpuh separuh badan. Indra rasa pun mengalami gangguan, antara lain penciuman terganggu, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di badan. Temuan ini telah dipublikasikan dalam Journal of the American Medical Association (JAMA) Neurology.
Virus tersebut juga mengganggu pencernaan dan menimbulkan berbagai keluhan, seperti sakit perut berkepanjangan, diare terus-menerus, mual, muntah, dan nafsu makan terus berkurang. Akibat paling fatal adalah perdarahan di saluran makan.
Risiko di kulit sedikit membingungkan karena penampilannya seperti ruam yang biasa mengikuti penyakit kulit bukan karena corona. Ruam menyerupai gejala morbili, penyakit campak yang biasa menyerang bayi yang tak diimunisasi.
Virus ini juga mengganggu paru-paru dan saluran napas, menimbulkan penyakit obstruktif paru kronis menahun (COPD). Penderita harus sering mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sesak napas hilang-timbul selama bertahun-tahun. Menurut Amesh Adalja, pakar penyakit menular dan perawatan kritis di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, gangguan sesak napas itu bergantung pada berapa banyak jaringan paru-paru yang rusak akibat virus tersebut.
Manifestasi di jantung menyebabkan detak jantung melambat tanpa pemberitahuan dan bisa menyebabkan kematian lebih cepat pada penderita pasca-covid. Erin Michos dari Departemen Kardiologi Johns Hopkins School of Medicine melihat kasus-kasus pasien yang tidak memilikipenyakit jantung mengalami kerusakan jantung. Kerusakan ini sebagian besar terjadi pada pasien yang mengalami gejala berat.
Mengapa virus corona mampu menyerang berbagai organ secara bersamaan? Corona menyerang badan melalui pintu masuk berupa reseptor di permukaan sel bernama angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). Ini merupakan enzim yang melekat pada permukaan luar sel di paru-paru; pada sel-sel pembuluh darah arteri dan vena, kecil dan besar; jantung; ginjal; usus; kulit; serta otak. ACE2 bisa berfungsi sebagai titik masuk ke dalam sel untuk beberapa virus corona. Versi manusia dari enzim ini sering disebut sebagai human ACE2. Dengan alasan ini, maka corona dimungkinkan untuk bisa bersemayam di mana saja dia suka sepanjang sel memiliki ACE2.
Di tengah wabah Covid-19 yang mengganas, imunitas harus dipertahankan secara optimal. Panik merupakan sikap jiwa yang kebingungan yang termanifestasikan pada sistem imun badan. Sikap panik menjadikan imun badan membadaikan sitokin, yang akhirnya membuat senjata makan tuan. Sitokin seharusnya menyerang virus, tapi malah badan sendiri yang menjadi korban.
Sedih yang berlebihan akibat isolasi ketat juga harus diminimalkan. Rasa sedih yang berlebihan malah memandulkan kemampuan imunitas tubuh dalam menghadang corona. Hidup bersih terus diutamakan. Cegah penularan melalui pemakaian masker dan menjaga jarak merupakan upaya pertahanan luar.
Ada lagi yang sangat penting, yakni penonjolan jiwa kasih sayang dan altruisme. "Terlalu banyak bukti riset yang menunjukkan betapa jiwa kasih sayang mampu mengoptimalkan imunitas," kata Larry Dossey, pakar penyakit dalam dan mantan petinggi Medical City Dallas Hospital.
Dossey hampir sepuluh tahun menjadi pemimpin redaksi dua jurnal ilmiah internasional, Alternative Therapies in Health and Medicine dan Explore: The Journal of Science and Healing. Dia menemukan sejumlah besar artikel yang menyimpulkan bahwa orang-orang yang memiliki kriteria positif-tingkat kasih sayang yang tinggi, keyakinan diri yang tinggi, keberanian yang hebat, semangat untuk maju, tidak mudah tersinggung, tenang, dan selalu tampak ceria-punya imunitas yang sangat berkualitas, jarang sakit, lekas sembuh bila sakit, sukses dalam karier, kerja samanya bagus, lebih segar di usia senja, dan hidup bahagia. Deepak Chopra, profesor penyakit dalam Amerika, mengamini apa yang diutarakan Dossey.
Jadi, selain kebersihan diri dan lingkungan, kasih sayang dan sifat positif lain akan mengoptimalkan imunitas tubuh. Semuanya bersama-sama akan menghadang virus dan menyingkirkan berbagai dampak pasca-covid.