Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masuknya anggaran megaproyek gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 patut dipersoalkan. Bukan hanya karena prosesnya tidak transparan, tapi juga lantaran rencana yang sama telah ditolak publik secara luas sejak 2011.
Anggaran sebesar Rp 564 miliar lolos dalam rapat paripurna DPR pengesahan rancangan 2016 pada Jumat pekan lalu. Semula Dewan mengusulkan Rp 740 miliar untuk proyek ini, tapi pemerintah hanya menyetujui Rp 564 miliar. Sebagian anggota fraksi di Dewan tidak pernah membahas soal ini. Sejumlah pihak menengarai persetujuan anggaran ini merupakan hasil kompromi pemerintah dengan kekuatan mayoritas di Dewan yang sejak awal berkeras mengegolkan proyek.
Dewan tidak mau belajar dari pengalaman derasnya penolakan publik terhadap rencana proyek. Sedikitnya tiga kali Dewan berupaya mewujudkan rencana yang sama. Mereka beralasan gedung yang ada sangat tidak layak ditempati. Kejanggalan terlihat ketika Dewan mengklaim kajian Kementerian Pekerjaan Umum bahwa anggaran pembangunan gedung membengkak dari Rp 602 miliar menjadi Rp 1,138 triliun. Belakangan, Kementerian itu malah menyatakan dana yang dibutuhkan Rp 777 miliar.
Pada Dewan periode sebelumnya, proyek raksasa itu pun penuh dengan indikasi korupsi. Berdasarkan pengakuan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, miliaran rupiah telah digelontorkan ke pemimpin Dewan dan sejumlah anggota Dewan demi mengegolkan proyek tersebut. Masyarakat menjadikan bau tak sedap ini sebagai basis penolakan yang valid. Apalagi ketika itu terungkap pula berbagai fasilitas mewah yang dimasukkan dalam rencana gedung.
Berkali-kali penolakan masyarakat tak mengubur hasrat Dewan memiliki gedung baru. Mereka pun memanfaatkan pembahasan rancangan APBN 2016. Para politikus itu mengancam tidak akan mengesahkan anggaran jika proyek gedung tidak disetujui. Pemerintah tersudut dan harus memberi lampu hijau pada alokasi untuk proyek. Jika benar, penyusunan anggaran dengan paksaan seperti itu tidak sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Keuangan Negara. Dua aturan tersebut mensyaratkan penyusunan serta pembahasan rancangan anggaran yang demokratis, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dewan seharusnya malu mempertontonkan hasrat besar memiliki gedung baru. Apalagi di tengah sorotan atas buruknya fungsi legislasi selama satu tahun terakhir. Dewan hanya mampu menyelesaikan selusin rancangan undang-undang.
Presiden Joko Widodo pun sebelumnya telah menolak rencana proyek itu dengan tidak meneken prasasti pembangunan pada 16 Agustus lalu. Presiden sepatutnya konsisten dengan sikap sebelumnya, yakni tidak mencairkan anggaran gedung baru yang masuk APBN 2016.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini