Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Sensus ji sam su

Pertambahan rata-rata sensus penduduk th 1983 ialah 2,34%, dijuluki sensus ji sam su. program kb sudah mapan, pertumbuhan penduduk meningkat terus. perkiraan bank dunia pertumbuhan 1,8% jauh meleset.

31 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HASIL sensus penduduk 1980, begitu keluar mendadak sontak jadi populer, tidak cuma di kalangan ahli tapi juga di kalangan awam. Sensus yang paling tersohor untuk Indonesia, disoroti di dalam dan luar negeri. Tahun 1971 Indonesia dihuni 119,2 jiwa, 1980 dihuni 147,4 juta, pertambahan rata-rata 2,34%. Klop dengan judul kretek Ji Sam Su, alias 234. Konsekuensinya, sensus yang terkenal itu (di kalangan mulut usil) dijuluki Sensus Ji Sam Su. Yang senantiasa mengejutkan ialah, kecuali jumlah penduuk yang tentunya terus melejit ketiga sensus setelah kemerdekaan (1961, 1971 dan 1980) menunjukkan laju pertumbuhan penduduk yang meningkat. Begitulah, penduduk Indonesia bertambah rata-rata 1,5% pada periode 1930-1961, lalu 2,1% pada periode 1961-1971 dan kemudian 2,3% pada periode 1971-1980. Pulau Jawa? Setali tiga uang. Penduduk Pulau Jawa mengalami pertambahan rata-rata 1,3% antara 1930-1961, lalu 1,9% antara ]961-1971, kemudian 2,0% antara 1971-1980. Sensus-sensus tersebut menunjukkan pula bahwa pertambahan penduduk Pulau Jawa senantiasa lebih rendah dari luar Jawa. Walau tidak ada program KB ternyata tingkat fertilitas penghuni Pulau Jawa lebih rendah. Dengan begitu Pulau Jawa sudah mendobrak sebuah teori kependudukan: ada hubungan negatif antara usia kawin dan fertilitas. Maksudnya, kalau usia kawin rata-rata lebih rendah jumlah anak lebih banyak. Pulau Jawa menyangkal itu. Penduduknya kawin pada usia lebih rendah tapi punya anak lebih sedikit dari orang luar Jawa. Mengapa? Mungkin ada sumbangan cara KB tradisional, ditambah keretakan perkawinan, ditambah faktor kemandulan. Entahlah, belum jelas betul duduk soalnya. Sumatera bukan main. Pertumbuhannya cepat sekali, berkat tingkat kelahiran yang cukup tinggi dan migrasi. Kalau terus tumbuh sebesar 3,3% per tahun, penghuni pulau itu bakal lipat dua dalam 21 tahun. Tidak mustahil, untuk mereka akan disiapkan program transmigrasi keluar Sumatera sekitar tahun 2000, seperti pernah disinyalir Menteri Emil Salim. Di Pulau Jawa sendiri, di mana program KB sudah mapan pertumbuhan penduduk aneka ragam. Pertumbuhan DKI Jakarta menurun dari 4,6% (1961-71) menjadi 4.0% (1971-80) tapi agaknya bukan karena KB (lihat tabel). Maklum sendiri, Jakarta belum pernah dipuji dalam soal perkabean. Malah ada yang menyindir: kalah sama orang desa. Di luar Jakarta, pertumbuhan Jawa Barat paling melejit. Mungkin ada faktor migrasi, tapi selama ini jumlah akseptor KB mereka memang jauh di bawah Jawa Tengah, apalagi Jawa Timur. Sejalan dengan itu, menurut ahli, tingkat kelahiran Jawa Barat sejak sebelum zaman KB lebih tinggi daripada daerah Jawa lainnya. Pertumbuhan penduduk Jawa Tengah ternyata di situ-situ juga, dahulu 1,7%, sekarang 1,7%. Daerah Istimewa Yogyakarta juga demikian, dahulu 1,1%, sekarang 1,1%. Jawa Timur yang tersohor (bersama Bali) dalam perkabean, cuma sedikit mengalami perubahan, dari 1,6% menjadi 1,5%. Apa makna angka-angka ini? Kita mendapat selisih, cuma itu. Selisih tingkat kelahiran dan tingkat kematian, yang disebut tingkat pertambahan penduduk. Tapi berapa tingkat kelahiran itu? Bagaimana penurunan tingkat kelahiran itu? Berapa tingkat kematian? Bagaimana penurunan tingkat kematian itu? Belum ada yang mengetahui. Wallahualam bissawab. Data belum cukup sekarang. Adakah program KB tidak sesukses yang diperkirakan? Adakah program KB dan program kesehatan sukses besar kedua-duanya? Adakah program kesehatan lebih sukses daripada program KB? Adakah tingkat kematian sudah menurun dengan cepat? Adakah keadaan kesehatan sudah maju lantaran didukung oleh keadaan gizi, sanitasi dan daya beli rakyat membaik dengan pesat? Kalau kepingin silakan berspekulasi. Dan persoalannya tidak berhenti di situ. Para ahli memperhitungkan pula struktur umur, proporsi tak tercacah (undercount), dan lain-lain. Teknik tinggi namanya. Cuma satu yang sudah jelas. Mereka yang memperkirakan pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,8%, termasuk Bank Dunia, cukup jauh meleset. Sungguh mati, Ji Sam Su bikin pusing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus