Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALKISAH, seorang pradjurit dengan seputjuk karabel ditangannja,
setjara offensip menjergap lima orang musuh, membidik, dan
menembak mereka, satu demi satu. Hasil jang cemerlang, dan
kemenangan mutlak ini, tidak lain adalah hasil strategi jang
djitu dari si-pradjurit: jaitu setjara sistimatis telah
diperhitungkan, dan ditentukan, melihat kondisi dan situasi jang
ada, pradjurit musuh jang mana jang harus ditembak lebih dahulu,
dan jang mana jang harus ditembak berikutnja.
Kesalahan menetapkan urut-urutan sasaran jang harus dibidik dan
ditembak, bisa mengakibatkan hasil jang lain, memberikan
bentuk-bentuk reaksi jang lain pula dari para pradjurit musuh
jang disergap itu jang mungkin memberikan tembakan balasan jang
fatal terhadap penjergap itu sendiri.
Strategi membitjarakan usaha pentjapaian tudjuan jang memuaskan,
jaitu jang efektip dan efisien, pada kondisi dan situasi
tertentu. Djika kondisi dan situasi berubah dengan sendirinja
akan diperoleh bentuk strategi lain. Djadi pada dasarnja dapat
diperoleh daftar matjam-matjam strategi untuk bermatjam-matjam
kondisi dan situasi jang berlain-lainan. Dan dengan demikian
dapat dibedakan apakah suatu usaha pentjapaian tudjuan adalah
strategis atau tidak strategis, tergantung pada ukuran-ukuran
efisiensi dan efektifitas.
Tetapi, dalam kehidupan sehari-hari bukan sadja ada
bermatjam-matjam kondisi dan situasi, tetapi djuga ada
bermatjam-matjam tudjuan. Ada tudjuan-tudjuan jang saling
mengisi, saling mengganti, dan ada pula jang saling bertentangan
satu sama lain. Dan dengan demikian, penentuan mana jang
strategis dan kurang strategis makin mendjadi rumit.
Kadang-kadang merupakan perdebatan jang tidak pernah berhenti,
sepandjang hari dan sepandjang zaman.
Orang dapat mengatakan, bahwa kebidjaksanaan investasi dewasa
ini kurang strategis, karena kebidjaksanaan ini tidak menaikkan
tingkat lapangan kerdja, apalagi meniadakan pengangguran jang
telah meluas. Momok pengangguran telah menggugah perasaan
kalangan luas dan sebagian penguasa maupun para ahli pikir, jang
achirnja dikehendaki adanja tudjuan peningkatan lapangan kerdja.
Dan orang-orang itu mulai mengatakan bahwa kebidjaksanaan
industrialisasi seperti dewasa ini, termasuk mengundang investor
asing dengan industri modernnja, adalah kurang strategis, karena
hal ini tidak membukakan lapangan kerdja. Bahkan investor
domestik dan investor asing memasukkan mesin-mesin modern, jang
kapital-intensip, dan membiarkan pengangguran berdjalan terus.
Dan orang-orang tersebut menghendaki kebidjaksanaan jang lebih
strategis menurut ukuran mereka sendiri, jaitu perlunja
investasi-investasi jang lebih buruh-intensip, jaitu jang
menjediakan lapangan kerdja.
Ahli-ahli pikir jang lain djustru mengatakan sebaliknja bahwa
industrialisasi dan investasi asing tidak harus muntjul dengan
lapangan kerdja jang luas, tetapi djustru datangnja mesin-mesin
modern, tjara-tjara kerdja modern itu akan membawa hasil jang
lebih gemilang. Bukan sadja karena mesin-modern dan tjara-kerdja
modern itu memang kulturnja industriawan modern, tetapi djuga
akan diperoleh ladju kerdja dan ladju membangun jang lebih
tjepat, produktivitas jang lebih tinggi, serta menularkan
modernisasi pembangunan jang sangat diperlukan itu. Inilah jang
harus dibidik dan ditembak dulu, baru kemudian disusulkan
bidikan dan tembakan berikutnja: jaitu diusahakan
investasi-investasi modern ini membawa gairah ekonomi jang
meluas, jang kemudian pada tahap berikutnja menggugah
investasi-investasi sekunder lebih landjut, dan baru boleh
diharapkan terbukanja lapangan kerdja baru jang telah banjak.
Bagi jang mengerti hakekat dari strategi, maka inilah jang
strategis, karena menempatkan lapangan kerdja pada proporsi jang
lebih benar, jaitu lapangan kerdja sebagai akibat dari gairah
ekonomi, bukan sebaliknja. Dan memang demikian halnja. Demikian
pula bagi jang suka berbitjara tentang adil dan makmur. Keadaan
dewasa ini dirasakan sebagai keadaan jang kurang adil, dimulai
dari pembagian kekajaan antara sikaja dan simiskin, antara pusat
dan daerah, antara hebatnja Djakarta Metropolitan dan kota-kota
diudik jang terbelakang, antara Departemen jang subur dan kurang
subur. Disini lagi-lagi strategi bitjara. Djika adil dulu
ditekankan maka hal ini berarti adil untuk keadilan itu sendiri,
dan ahli-ahli keadilan mungkin lebih terhibur daripada ahli-ahli
kemakmuran. Adil dulu, makmur belakangan pada hakekatnja adalah
pembagian kemiskinan belaka. Makmur dulu, adil belakangan adalah
strategis, karena hanja kalau ada kemakmuran maka ada jang
dibagi-bagi. Makmur dulu mendorong akumulasi modal, adil dulu
sebelum makmur sekedar sama-rasa sama rata tanpa perdjuangan.
Begitu pula hanja kalau ada kemakmuran dapat tersedia lapangan
kerdja jang lajak. Karena sekedar pembagian kemiskinan sama
sekali sulit di katakan strategis. Repelita I sudah separo
djalan. Repelita II telah dipikirkan. Dan sipradjurit jang
ofensip mau menang perang tahu, mana jang harus dibidik dan di
tembak dulu dan mana jang harus pula ditembak berikutnja.
Hasilnja menentukan ladju dan kebesaran pembangunan dewasa ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo