Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Tanpa Jaminan untuk Kereta Cepat

Langkah Kementerian Perhubungan menunda penandatanganan kontrak pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung karena masuknya klausul baru patut didukung. Klausul baru yang menuntut adanya jaminan pemerintah Indonesia atas proyek itu menyalahi komitmen awal. Seharusnya, manajemen PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (PT KCIC) tetap konsisten dengan janjinya saat mereka terpilih mengerjakan proyek ambisius ini.

31 Januari 2016 | 23.01 WIB

Tanpa Jaminan untuk Kereta Cepat
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Langkah Kementerian Perhubungan menunda penandatanganan kontrak pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung karena masuknya klausul baru patut didukung. Klausul baru yang menuntut adanya jaminan pemerintah Indonesia atas proyek itu menyalahi komitmen awal. Seharusnya, manajemen PT Kereta Cepat Indonesia-Cina (PT KCIC) tetap konsisten dengan janjinya saat mereka terpilih mengerjakan proyek ambisius ini.

Klausul jaminan pemerintah itu muncul dalam draf perjanjian penyelenggaraan prasarana kereta cepat yang sedang dibahas oleh Kementerian Perhubungan dengan PT KCIC. Ada beberapa klausul lain yang masih belum disepakati, namun klausul jaminan pemerintah inilah yang paling menjadi persoalan. Maka perjanjian yang semestinya sudah diteken pada Kamis lalu itu pun tertunda.

Direktur Utama PT KCIC beralasan, mereka memerlukan jaminan tersebut untuk kepastian hukum. Mereka tak mau jika kelak proyek gagal lantaran ada perubahan kebijakan pemerintah.

Alasan ini sulit diterima. Semestinya PT KCIC konsisten dengan janji mereka sejak awal, yakni tak menuntut jaminan pemerintah. Proyek pun dipastikan berjalan dengan skema business to business. Artinya, pemerintah Indonesia tak perlu mengeluarkan dana APBN. Semua komitmen inilah yang kemudian membuat pemerintah mengalahkan proposal proyek yang diajukan pihak Jepang.

Presiden Joko Widodo juga harus konsisten bahwa proyek ini menggunakan skema business to business. Apalagi hal ini telah ditegaskan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015 mengenai Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Dalam perpres ini jelas dinyatakan bahwa pemerintah tidak memberikan jaminan.

Masalahnya, Presiden ternyata juga menerbitkan Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Aturan yang menjadi payung hukum bagi 225 proyek strategis itu justru mengizinkan negara memberi jaminan terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Perpres ini janggal karena, dari 225 proyek yang dimaksudkan, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung adalah satu-satunya yang digarap swasta.

Menteri BUMN Rini Soemarno telah menegaskan proyek kereta cepat hanya menggunakan payung Perpres No. 107/2015, yang memastikan tidak ada jaminan pemerintah. Namun penegasan saja tak cukup. Selama Perpres No. 3/2016 tetap berlaku, dualisme akan tetap terjadi. Bahkan ini bisa berbahaya, karena pemerintah kelak bisa digugat seandainya menolak memberi jaminan atas proyek kereta cepat itu.

Semestinya Presiden Joko Widodo turun tangan. Perpres yang memberi jaminan atas proyek kereta cepat itu seharusnya dicabut dan diperbaiki. Agar tetap konsisten dengan kesepakatan sebelumnya, klausul yang menyatakan pemerintah menjamin pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung harus dihapuskan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus