Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Badan Geologi Sebut Rentetan Erupsi 7 Gunung Api di Berbagai Pulau Tidak Berhubungan, Ini Alasannya

Tujuh gunung api di Sumatera hingga Maluku erupsi secara beriringan sampai dengan bersamaan sejak Januari 2024.

6 Juni 2024 | 14.29 WIB

Kolom abu vulkanik dari letusan Gunung Lewotobi Laki-laki teramati dari Pos Pengamatan Gunung Api Badan Geologi Kementerian ESDM di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa 4 Juni 2024, pukul 16.15 WITA. (ANTARA/HO-Badan Geologi Kementerian ESDM)
Perbesar
Kolom abu vulkanik dari letusan Gunung Lewotobi Laki-laki teramati dari Pos Pengamatan Gunung Api Badan Geologi Kementerian ESDM di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa 4 Juni 2024, pukul 16.15 WITA. (ANTARA/HO-Badan Geologi Kementerian ESDM)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Bandung - Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengatakan saat ini tujuh gunung api mengalami serangkaian letusan dalam waktu hampir bersamaan, yakni Gunung Marapi di Sumatera Barat, Gunung Merapi dan Semeru di Jawa, Gunung Ruang di Sulawesi Utara, Gunung Ibu di Maluku, serta Gunung Lewotobi Laki-laki dan Ili Lewotolok di NTT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Gunung-gunung di atas erupsi secara beriringan sampai dengan bersamaan sejak Januari 2024 dengan durasi erupsi satu minggu hingga hitungan bulan,” kata dia dalam konferensi pers daring, Kamis, 6 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah gunung api dinaikkan statusnya menjadi Level IV atau Awas akibat erupsi dan mengakibatkan sejumlah warga terpaksa mengungsi, namun tidak ada korban jiwa. Badan Geologi mencatat Gunung Lewotobi Laki-laki, Gunung Ruang, dan Gunung Ibu dinaikkan statusnya dalam waktu yang berbeda menjadi Awas karena terjadi erupsi yang relatif besar.

Wafid mengatakan waktu kejadian letusan tujuh gunung api tersebut memang saling berdekatan, namun kejadian erupsinya tidak saling berhubungan. “Erupsi masing-masing gunung terjadi akibat terekamnya rentetan gempa-gempa vulkanik dan gempa tektonik lokal sebagai akibat indikasi adanya pergerakan fluida magma dari kedalaman lebih kurang 15 kilometer menuju permukaan,” kata dia.

Menurutnya, gunung api tersebut memiliki karakteristik masing-masing. Kejadian letusannya mengikuti karakter masing-masing, mulai dari kegempaan tektonik, karakter magma, hingga bentuk dapur magmanya. “Dan itu tidak saling berhubungan antara satu dan lain, khususnya dari beberapa lokasi yang tersebar jaraknya di Indonesia,” kata dia.

Wafid meluruskan istilah Ring of Fire yang kerap disalahartikan bahwa seluruh gunung api tersebut saling berhubungan. “Memang Ring of Fire itu menghubungkan titik-titik gunung api aktif dan nonaktif itu dari sejarah pembentukannya,” kata dia.

Ia mencontohkan lokasi deretan sejumlah gunung api di barat Sumatera serta di selatan Jawa itu berada di zona subduksi. Aktivitas tektonik di bawahnya memunculkan gunung api di lokasi-lokasi keberadaan rangkaian gunung tersebut saat ini. Namun, magma masing-masing gunung tersebut tidak saling terhubung.

“Magma di barat dan timur itu berbeda secara chemical, itu yang pengaruhi proses aktivitas dan karakteristiknya. Dari karakteristik itu, kekentalan magma, chemcial itu akan mempengaruhi tipikalnya, seperti di daerah yang lain yang bukan strato vulkano, seperti Krakatau itu jenis berbeda,” kata Wafid.

Wafid mengatakan sebagian aktivitas gunung api sebelum meletus diawali dengan terpantaunya gempa tektonik. “Tidak secara langsung gempa tektonik mempengaruhi aktivitas gunung api itu secara umum,” kata dia.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan menambahkan gunung api di barat dan timur berbeda usianya. “Usia gunung di barat dan timur, itu lebih muda timur karena memang proses tektoniknya lebih muda dibandingkan Sumatera dan Jawa dari subduksinya, itu jelas mempengaruhi karakter,” kata dia.

Menurutnya, di antara gunung api yang meletus bersamaan mengalami kenaikan aktivitas hingga erupsi setelah terpantaunya gempa tektonik lokal. “Yang terjadi itu di Gunung Ibu, Gunung Ili Lewotolok, dan Gunung Lewotobi. Erupsi tiba-tiba membesar karena sebelumnya ada gempa tektonik lokal,” kata dia.

Namun, Hendra mengatakan gempa tektonik lokal tersebut tidak secara langsung berpengaruh pada gunung api. Untuk menjawabnya memerlukan data pendukung, di antaranya memastikan lokasi pusat gempa tektonik lokal tersebut.

“Kita sedang ada modernisasi peralatan, melengkapi peralatan sehingga ke depan kita bisa lebih akurat melokalisasi gempa tektonik lokal tepatnya di sebelah mana. Kadang-kadang kalau kita kurang data karena peralatan yang kurang rapat, belum bisa menentukan lokasi gempa tektonik yang lebih akurat,” kata dia.

Wafid mengatakan Badan Geologi saat ini melakukan pemantauan pada masing-masing gunung aktif untuk mengantisipasi potensi bencananya. “Kami konsentrasi pada masing-masing bencana itu sendiri. Saat ini kami coba untuk menyampaikan apa-apa yang terjadi akhir-akhir ini di mana gunung api meletus secara beriringan maupun bersamaan,” kata dia.

Soal waktu yang bersamaan, menurutnya, itu hanya kebetulan. “Sebenarnya fenomena ini bukan hal yang saling berhubungan tapi memang secara kebetulan bersamaan,” kata Wafid.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus