Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IA tidak lagi menari-nari mengitari musuhnya di atas ring. Tapi
ia tetap tampil dengan mulut besar, terakhir ini dalam misi
istimewa untuk memboikot Olympiade Moskow.
Muhammad Ali, petinju yang selalu mengaku sebagai The Greatest,
pekan lalu melakukan perjalanan ke berbagai negara Afrika.
Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter, mengutusnya ke sana
untuk membujuk bangsa kulit hitam supaya ikut memboikot
Olympiade Moskow. Carter tampaknya ingin memakai ketenaran Ali
untuk mencari pendukung.
Tapi selama kampanyenya di Nairobi, Tanzania Ali terpojok oleh
pertanyaan wartawan. Ia tidak mengetahui bahwa dulu AS tidak
ikut memboikot Olympiade Montreal 1976, ketika sejumlah negara
Afrika memprotes partisipasi Selandia Baru yang masih
berhubungan dengan rezim rasialis Afrika Selatan. Lagi pula,
sambung para wartawan, Uni Sovietlah yang selama ini selalu
membantu perjuangan kemerdekaan banyak negara Afrika. "Kalau
saya mengetahuinya sebelum berangkat, tentu saya tidak akan
datang ke sini," jawah Ali.
Namun Ali berani mengecam keduanya -- Soviet dan AS -- sebagai
bangsa kulit putih yang paling brengsek. "Kalau keduanya
bertarung, maka kita bangsa kulit hitam ini akan terinjak di
tengahnya," sebutnya.
Karena menyadari pengaruh Ali yang kuat di Afrika, Gedung Putih
tampak menahan diri. "Ia melakukan pekerjaan terbaik," komentar
Jody Powell, jurubicara Gedung Putih. "Itu kan hanya gaya dia
saja. Tunggu dulu sampai dia menyelesaikan misinya sebelum
memberi penilaian."
Di Tanzania, Presiden Dr. Julius Nyerere, menolak bertemu dengan
Ali. Konon Nyerere tersinggung karena Carter hanya mengirimkan
"diplomat" sekaliber Ali untuk merundingkan sikap politik.
Tapi di Kenya, yang pro-boikot, Ali diterima sendiri oleh
Presiden Daniel Arap Moi. Sementara di Lagos, Nigeria, yang
menolak usul boikot Carter, sekelompok mahasiswa berdemonstrasi
memprotes kunjungan Ali ke negara tersebut.
Batas waktu 20 Februari yang diberikan AS kepada Soviet agar
menarik mundur pasukannya dari Afghanistan sudah dekat. Kalau
tidak, boikotnya akan berlaku. Tapi AS masih belum bulat
menerima dukungan sekutunya. Di kubu Masyarakat Ekonomi Eropa
(EEC) yang beranggotakan 9 negara, masih sulit dicapai kata
sepakat. Pemerintah Inggris terpaksa menekan para atlet untuk
tidak pergi ke Moskow. Juga Prancis menyuruh atletnya tetap
tinggal sekalipun pendapat umum di sana menolak usul Carter.
Malaysia, Jerman Barat, dan Australia menekan Komite Olympiade
setempat untuk tidak mengirim atlet ke Moskow. Pemerintah Jepang
mendukung usul Carter tapi Komite Olympiade negeri itu cenderung
menolaknya.
Tergantung Pemerintah
Indonesia, sekalipun tetap menentang intervensi Soviet ke
Afghanistan, menyatakan tetap bersiap pergi. Tekad Indonesia itu
dikemukakan KONI yang berharap minimal akan mengirim 4 atlet
panahan.
"Sebagai organisasi olahraga KONI tidak bisa mengatakan akan
boikot Olympiade, kita terikat dengan peraturan IOC," kata
Sultan Hamengku Buwono IX, ketua KONI. "Soal boikot atau tidak
tergantung sepenuhnya pada sikap pemerintah," tambah D.
Suprayogi, Ketua Harian KONI yang juga Ketua Komite Olympiade
Indonesia.
Sikap Indonesia agaknya selaras dengan anjuran Persatuan Komite
Olympiade Nasional (ANOC) yang mendorong 141 anggotanya agar
hadir di Moskow. Selesai bersidang di Kota Meksiko, ANOC
menghimbau agar anggotanya menjauhi tekanan politik yang
bermaksud mengubah ketentuan yang ada. "Tapi terus terang, tanpa
sertanya AS, Olympiade itu tidak seperti yang kita harapkan,"
kata Arlington Butler dari Bahama.
Komite Olympiade Internasional (IOC) menganjurkan AS agar
membatalkan usul boikotnya, dan segera mendaftar sebelum batas
waktu akhir 19 Mei terlampaui. Sebuah lobby untuk Kongres AS
menyetujui saran tadi. Alasannya, 500 atlet AS, yang hampir
sebagian besar perenang, kini mencapai pada kondisi puncak.
"Inilah kesempatan yang terbaik berprestasi," kata suara dalam
lobby itu.
Di Lake Placid, AS, Lord Killanin, Ketua IOC, berusaha keras
mencari pemecahan terbaik. Ia akan bersidang dengan para anggota
komite eksekutif, bertepatan dengan Olympiade Musim Dingin pekan
ini di sana. Sampai pekan lalu Killanin tetap menyatakan, "tidak
mungkin memindahkan Olympiade Moskow, dan kami tidak mau didikte
pemerintah negara mana pun."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo