Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KESEMPATAN menyaksikan perebutan Piala Dunia disongsong oleh pecandu-pecandu sepak bola di seluruh dunia. Karena mereka tak mungkin tumplek semua di Meksiko, maka informasi digapai lewat media massa, terutama televisi. Selama empat minggu pertandingan, diperkirakan ada 10 milyar penonton televisi yang akan mengikuti laporan secara teratur. Pada final diduga setengah milyar manusia akan menyaksikannya di layar televisi. Pada Juli 1982, diperkirakan cuma 450 juta orang di 125 negara enyaksikan final Italia melawanJerman Barar lewat televisi. Memang inilah peristiwa olah raga yang tak tergeser dari anak tangga pertama dalam soal popularitas. Tanpa pandang bulu, sepak bola menggelitik minat lelaki dan wanita dengan perimbangan 65: 35. Di final, angka untuk penonton wanita akan meningkat, dan ini juga, tak mengenal variasi umur, tingkat ekonomi, maupun sosial. Dengan perkiraan angka setengah milyar untuk penonton pertandingan final Piala Dunia 1986, maka rekor penonton pesta olah raga lain tak ada artinya. Olimpiade Moskow, 1980, cuma menghimpun 300 juta penonton, Final Tunggal Putra Wimbledon 1983 (202 juta), Final Sepak Bola FA Cup Inggris 1983 (180 juta), pendaratan pertama manusia di bulan 1969 (460 juta), pernikahan Pangeran Charles-Lady Di 1981 (420 juta). Di Amerika Latin, tempat sepak bola nyaris seperti agama, bahkan mungkin lebih, orang fanatik seluruh pertandingan akan disiarkan langsung pada jam yang sama. Tapi peningkatan jumlah penonton tak ada artinya tanpa Cina. Diperkirakan selama kejuaraan, sekitar 550 juta warga Cina akan menonton Piala Dunia. Ini dimungkinkan karena dalam jangka waktu empat tahun jumlah televisi di RRC berlipat dari 9 juta menjadi 60 juta set - 9 juta di antaranya televisi warna. Ternyata, minat menonton Piala Dunia tidak terbatas di negara-negara finalis. Di Malaysia, misalnya, seperti di Jerman Barat, akan dipancarkan 39 kali siaran langsung, 13 kali siaran terlambat (meski disiarkan pada hari yang sama), dan 39 kali siaran ulangan. "Malaysia satu-satunya anggota Asia Broadcasting Union yang memanfaatkan seluruh hak siaran dari FIFA," tutur Amran Hamis, Kabag Siaran Sukan Radio Televisi Malaysia. Perencanaan siaran ini sudah disusun sejak berakhirnya penyelenggaraan Piala Dunia 1982. Biaya yang dikeluarkan Malaysia untuk siaran Piala Dunia 1986 Rp 2 milyar. Bagaimana dengan Indonesia? Berbeda dengan empat tahun lalu, yang masih menyiarkan tiga pertandingan langsung, kini hanya sekali pada perebutan juara. "Kita memang merencanakan hanya satu kali siaran langsung, yaitu pada 30 Juni pukul 01.00," kata Adi Kasno, Kasubdit Pemberitaan TVRI. Biayanya, sekitar Rp 5 juta untuk 2 jam siaran. Adi Kasno menambahkan, TVRI tidak menyiarkan lebih dari itu, karena alasan waktu. "Selama satu bulan penuh, rata-rata diselenggarakan pukul 01.00. Meski digandrungi, siaran itu sangat mengganggu waktu istirahat malam. Apalagi kita punya tiga wilayah waktu," katanya. Tapi orang Medan, sepcrti Mangatur Silitonga, 42, tak kurang akal. Ia, juga yang lain, katanya, akan tetap menonton 39 siaran langsung. Caranya: meninggikan antena televisinya supaya bisa menyadap siaran dari TV Malaysia. Maka, di Medan, penjualan antena setinggi 10-15 meter, sejak awal Mei, meningkat. "Dulu, setiap tiga hari cuma terjual satu. Sekarang, dua sampai tiga antena terjual setiap hari," kata pedagang antena A Hok. Harga antena itu Rp 240.000 per buah. Lain lagi Kamaruddin Panggabean, 69 tahun, bekas tokoh sepak bola di Sumatera Utara. Ia melengkapi pesawat TV-nya dengan antene parabola berbentuk mangkuk, yang harganya Rp 2 juta - Rp 4 juta satu unit. Mungkin Kamaruddin berniat sama seperti Mangatur, "Ingin lihat Zico sambil makan ubi goreng."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo