Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMBINASI pukulannya memang hebat. Tapi kaki kirinya mati",
komentar petinju Garuda Jaya, Rocky Joe selepas mengintip Mana
Premchai latihan di sasananya. Dan,"saya telah menemukan cara
untuk menghadapi lawan yang demikian".
Premchai bukan tak faham kalau gerak-geriknya diintip lawan.
"Joe akan salah tebak mengenai diri saya. Di sini saya cuma
latihan ringan saja. Lihatlah nanti di atas ring, di situ ia
baru tahu siapa saya sebenarnya", balas Premchai, petinju kelas
menengah ringan Muangthai yang menempati urutan kedua dalam
Oriental Boxing Federation.
Perkiraan Premchai itu ternyata meleset jauh. Ia tak mampu
berbuat banyak menjinakkan Joe sebagaimana yang telah
dijanjikannya. Sebab begitu ia bergerak keluar dari sudut merah,
Joe segera menyambut kedatangannya dengan jab kiri yang mantap.
Pukulan perkenalan mana kemudian mengantar dirinya pada posisi
yang tak diharapkannya. Dan sejak itu pula inisiatif penyerangan
tergenggam erat di tangan Joe di sepanjang ronde. Sampai ia
menyetop kebolehan lawan di akhir pertandingan dengan angka
kemenangan mutlak: 150-128. Keputusan ketiga juri -- Rainier
Manoch (50-46), Kid Darlin (50-42) dan Schneider (50-40) --
memang agak sulit dibantah. Karena permainan yang disuguhkan Joe
di Istora Senayan, Rabu 14 Juli malam itu terhitung penampilan
diri yang mantap dalam karirnya di dunia tinju prof:
Masa Lalu
Meski Joe sempat merekam kelemahan gerak lawan ketika latihan,
keberhasilannya dalam mengungguli Premchai kelihatan tidak
sepenuhnya terletak di sana. Ia tampak telah belajar banyak
dari pengalaman masa lalu. Ia masuk gelanggang kali ini dengan
suatu perhitungan yang matang. Gerakan yang dilakukannya mulai
efektif. Baik dalam membuka serangan maupun pada waktu memblokir
pembalasan lawan. Sekali pun ritme pukulannya tidak selalu
konsisten untuk setiap ronde. "Joe ternyata lebih baik dari
saya", puji Premchai seusai pertarungan. Tapi, "kalau ketemu
sekali lagi belum tentu ia akan mampu mengungguli saya. Karena
saya sudah tahu tipe permainannya".
Di kelas lain, pertarungan yang terhitung baik adalah antara
Sutambing melawan Jong Chae Oh dalam partai bulu ringan.
Kendati di ronde awal, Rambing -- sebelumnya menempati kelas
bantam -- tak berhasil banyak mengirim pukulan ke alamat lawan.
Tapi, ia bangkit dan menebus kekalahan pada ronde pertengahan.
Pelatih Suharto yang semula sudah risau melihat anak asuhannya
yang tak mendapat kesempatan melontarkan pembalasan, kembali
berseri ketika melihat tenaga Jong Chae Oh mulai terkuras
melayani gebrakan Rambing sejak ronde kelima. Dan Rambing
menutup ronde dengan angka kemenangan: 147-137. Dengan penilaian
Schneider (47-46), Bobby Nyoo (50-46) dan Kid Darlin (50-45).
"Saya agak kecewa dengan keputusan juri. Karena saya yakin, saya
mengumpulkan angka lebih banyak daripada Rambing", komentar Oh.
Meskipun, "Rambing sendiri juga bermain bagus".]
Akan petinju kelas menengah Rudy Siregar -- urutan pertama
penantang juara OBF -- sekalipun berhasil menghentikan
perlawanan Heungwon Kang (Korea Selatan) dengan TKO di ronde
kedelapan. Namun kebolehan yang diperlihatkannya ternyata tak
sebermutu kedudukannya. Siregar yang mencoba meniru permainan
Ali dengan berdansa di atas ring. Tapi apa yang diperlihatkannya
tak lebih dari kegenitan belaka. Karena semua itu tidak
diimbangi oleh teknik yang tinggi. Malah ketrampilannya boleh
dikatakan menurun dibanding kebisaannya dalam menghadapi Kid
Bellel, 4 tahun lalu. Ia hanya tertolong oleh pukulannya yang
masih keras. Di samping lawannya juga tak begitu baik. Sekalipun
menempati urutan ketiga dalam OBF.
Malang
Dari 4 petinju prof Indonesia yang diturunkan malam itu, yang
bernasib malang adalah Paulus Nathan dari Bandung. Walau di
ronde permulaan ia memperlihatkan bentuk permainan yang cukupan.
Namun kekurangan pengalaman bertanding akhirnya merongrong
kebolehannya melayani petinju Muangthai, Thamintong. Nathan
sering tampak menggakawan dengan-perhitungan yang kurang
matang. Kadangkala serangannya ada menemui bentuk. Tapi ketika
inisiatif mulai di tangannya, ia kelihatan kehilangan akal untuk
tetap menggenggam dominasi itu. Kekurangan itulah yang
menyebabkan wasit menghentikan pertandingan. Daripada
membiarkan Nathan menjadi bulan-bulanan pukulan musuh.
Bertolak dari mutu permainan yang ditampilkan petinju Indonesia,
Komisi Tinju Indonesia kiranya perlu mengadakan lompatan jauh ke
depan. Dengan memberikan pengalaman sebanyak mungkin pada anak
asuhan mereka. Kalau tidak, dunia tinju prof lndonesia akan
tetap demikian adanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo