Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IA hitam, dan bukan pula anak ajaib. Tapi di lintasan lari atlet
itu tiada taranya. Bahkan pernah ia berpacu melawan kuda di New
York dan Chicago, dan menang. Itulah James Cleveland (Jesse)
Owens, pemenang empat medali emas dalam lomba atletik Olympiade
XI di Berlin, 1936.
Kehebatan Owens masih tampak pada saat usia memburunya. Tahun
1956, misalnya, sewaktu diundang oleh Pemerintah India, ia masih
sanggup membuktikan diri sebagai pelari unggul. Ia hanya
membutuhkan 9,8 detik untuk lari 100 yard (sekitar 91 m).
Padahal waktu itu umurnya 3 tahun, dan sudah menghabiskan
satu bungkus rokok sehari.
Makin tua, makin banyak ia merokok. Dan di sebuah klinik di
Chicago, dokter menemukan paru-paru Owens digerogoti kanker
Desember lalu. Owen menyebut perjuangannya melawan kanker
sebagai "jihad terbesar" dalam hidupnya. "Saya, dengan bantuan
Dr. Stephen Jones, akan memenangkan perlombaan ini," katanya.
Dr. Jones, ahli kanker di rumah sakit Universitas Tucson,
Arizona, merawat Owens akhir Januari.
Ternyata yang menang ialah malaikat maut. Owens menghembuskan
napas terakhir dalam usia 66 tahun di rumah sakit tempat ia
dirawat, 31 Maret dinihari. Presiden Jimmy Carter menyebut
kepergian Owens merupakan kehilangan besar bagi Amerika Serikat.
Terakhir Owens menjadi jurubicara nasional Gerakan Olympiade dan
ditugaskan Deplu AS sebagai 'Dutabesar Olahraga'.
Don Miller, Direktur Komite Olympiade AS (USOC) juga menundukkan
kepalanya "Gerakan Olympiade telah kehilangan pendukungnya yang
paling besar," ujar Miller. Ucapan dukacita untuk keluarga Owens
mengalir dari berbagai negara.
Melambaikan Tangan
Owens, lahir di Alabama, 1914, agaknya ditakdirkan menjadi
legenda bagi dunia olahraga. Mulai berlomba pada umur 13 tahun,
ia enam musim kemudian mematok rekor nasional pelajar. Tahun
1935 ia mencatat waktu 9,5 detik untuk lomba lari 100 yard.
Rekor sekolah itu tak terpecahkan selama 20 tahun.
Dalam Olympiade Berlin, ia memenangkan lomba lari 100 m, 200 m,
4 x 100 m, dan lompat jauh. Tak hanya rekor yang ditumbangkannya
waktu itu, tapi juga teori Adolf Hitler mengenai keunggulan ras
Arya. Dengan prestasi itu sekaligus Owens menyamai popularitas
Hitler di mata warga Berlin.
Sejarah mencatat bahwa Owens tak sekalipun menerima ucapan
selamat dari Hitler untuk prestasinya. Komentar Owens? "Saya
datang ke Berlin bukanlah untuk berjabatan tangan dengan
Hitler," katanya. "Sebagaimana saya juga tak pernah diundang ke
Gedung Putih untuk menyalami Presiden AS." Menurut Owens,
Kanselir Jerman itu pernah melambaikan tangan padanya dan ia
membalasnya. Ketika itu, demikian buku The Nazi Olympics oleh
Richard D. Mendell, Hitler melihat Owens berlatih di stadion.
Sebetulnya sebagian besar kampiun Olympiade XI lainnya, kecuali
atlet Jerman, tidak disalami Hitler. Ini adalah atas permintaan
Count Baillet-Latour, ketua Komite Olympiade Internasonal (IOC)
gara-gara Hitler meninggalkan tempat pertandingan sebelum acara
pertandingan seluruhnya usai. Kebetulan pula pemenang terakhir
yang tampil di hari pertama lomba atletik itu (2 Agustus) adalah
Cornelius Johnson, atlet loncat tinggi AS. "Anda harus
mengucapkan selamat untuk semua atau tidak sama sekali," kata
Latour kepada sang Kanselir.
Hitler memilih untuk tidak menyalami semua. Dan Owens baru
bertanding di final (3 Agustus) setelah Hitler mengambil
keputusan tadi.
Owens, yang menjadi kampiun dunia di zaman Franklin D. Roosvelt
barusan menghuni Gedung Putih, disalami Presiden AS 40 tahun
kemudian. Presiden Gerald Ford menyematkan Presidential Medal
of Freedom di dada Owens, 1976. Februari 1979, Presiden Carter
mempersembahkan pula penghargaan khusus bagi sang juara.
Di AS, prestasi yang diraih Owen banyak mengilhami atlet
hitam lainnya. Antara lain Tommie C. Smith, juara lomba lari
200 m Olympiade XIX di Mexico, 1968. Smith bahkan secara
demonstratif mengacungkan tinju, yang disebutnya sebagai salam
orang hitam, ketika lagu kebangsaan AS, The Star Spangled
Banner dikumandangkan. Dan kini, hampir pada semua cabang
olahraga AS ada atlet hitamnya.
Owens, putra petani penggarap di Alabama, di hari tuanya tak
terlunta-lunta seperti kebanyakan atlet hitam Joe Louis, bekas
juara dunia tinju kelas berat, misalnya, di umur lanjutnya cuma
jadi penjaga hotel. Sedangkan Owens mewariskan sebuah perusahaan
dengan nama Jesse Owens and Associates yang bergerak di bidang
jasa public relation bagi istrinya, Ruth dan tiga putrinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo