Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA yang semula gentar menghadapi Jawa Tengah dalam
kejuaraan nasional di Ujungpandang (19-23 Juli) ternyata muncul
sebagai juara umum dan merebut Piala Presiden. Kemenangan DKI
itu menjadi spektakuler dengan sukses pemainnya, Eddy Kurniawan,
mengalahkan Liem Swie King yang mewakili Ja-Teng di semifinal.
Kekalahan King tadi membuat kubu Jawa Tengah terperangah. Sebab
ternyata bukan hanya Rudy Hartono, Lius Pongoh, dan Icuk
Sugiarto saja yang bisa menumbangkan juara All England tiga kali
itu, tetapi seorang yang kurang terkenal seperti Eddy Kurniawan,
21 tahun, juga bisa menundukkannya.
Berbagai kalangan, seperti ketua Bidang Pembinaan PBSI, Rudy
Hartono dan Pelatih Tahir Djide menyebutkan kekalahan King
karena kurang latihan. Sementara Eddy Kurniawan punya waktu yang
cukup untuk berlatih. Karena kebetulan sedang libur sekolah.
Pemain kesayangan Rudy Hartono ini kabarnya juga dilatih secara
khusus oleh bintang bulu tangkis itu. Eddy Kurniawan adalah
anggota klub bulu tangkis Jaya Raya asuhan Rudy Hartono.
Sebagian penonton yang memadati Gelanggang Olah Raga Mattoangin
sudah melihat tanda-tanda kekalahan Liem Swie King itu begitu
juara asal Kudus itu muncul di arena. Seekor kucing
membuntutinya. King terpaksa meminta izin wasit untuk mengusir
binatang itu. Waktu habis beberapa menit untuk mengusir kucing
yang jadi salah tingkah dan tak tahu jalan keluar dari lapangan
itu.
Buat Eddy Kurniawan sendiri kemenangan atas King (15-9, 4-15,
15-12) membuat kepercayaan pada dirinya tumbuh kembali. Dia baru
sekitar 2 bulan selesai menjalani skorsing 3 bulan karena
kesalahannya "mengganggu" isi kantung teman seregunya, ketika
dia bersama beberapa pemain muncul di Kejuaraan Terbuka Jepang,
awal tahun ini.
Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia jurusan ekonomi itu
punya bentuk tubuh mirip Rudy Hartono. Eddy memiliki daya tahan
yang tinggi. Di pemusatan latihan Senayan hanya Lius Pongoh yang
bisa melebihi daya tahannya dalam latihan fisik, terutama lari.
Tetapi daya tahan yang dia bina selama liburan sekolah dan
selama menjalani skorsing itu, ternyata tidak cukup sebagai
bekal untuk mengalahkan juara dunia, Icuk Sugiarto, yang tampil
sebagai juara tunggal putra di kejuaraan nasional Ujungpandang
itu.
Kemenangan Eddy, begitu juga Sigit Pamungkas yang mengalahkan
Hastomo Arbi, juara SEA Games 1979, dinilai Ketua Umum PBSI,
Ferry Sonneville, sebagai kejutan yang bisa menggairahkan. "King
dirangsang untuk berlatih lebih iat lagi," katanya.
Ferry menyebutkan sekalipun King kalah dari Eddy Kurniawan bukan
berarti rankingnya melorot di bawah Eddy. Sebab prestasi yang
sebenarnya tak bisa hanya diukur dari satu kali bertanding.
Selama mengikuti berbagai kejuaraan di Asia maupun Eropa, Eddy
selama ini hanya mampu sampai di babak ketiga.
Diikutsertakannya pemain-pemain nasional dalam kejuaraan
nasional kali ini, seperti dikatakan Rudy Hartono, untuk
memperketat persaingan. Rudy melihat kejuaraan di Ujungpandang
itu jauh lebih baik mutunya dibandingkan dengan kejuaraan yang
sama di Palembang beberapa tahun yang lalu.
Tetapi yang paling membanggakan dari Ujungpandang ini, menurut
Rudy Hartono, adalah musyawarah kerja yang berlangsung serentak
dengan kejuaraan. Musyawarah menggariskan supaya daerah lebih
banyak berfungsi dalam melahirkan dan membentuk pemain.
"Sehingga nantinya peranan pelatnas di Senayan dikurangi dan
dikembalikan ke daerah," katanya.
Mulai dari akhir tahun ini, kata Rudy, pelatnas disentralisasi
yang terbagi dalam enam sektor sudah mulai berjalan. Keenam
sekor itu meliputi Jakarta, Jawa Tengah (juga mencakup
Kalimantan), Jawa Barat, Jawa Timur (mencakup Bali dan Nusa
Tenggara), Sumatera Utara (meliputi seluruh Sumatera), dan
Sulawesi Selatan (meliputi seluruh Sulawesi, Maluku, dan Irian
Jaya). Pemusatan latihan di Senayan katanya hanya akan
mengadakan kegiatan temporer setiap dua atau tiga bulan sekali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo