Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SANTER terdengar "curi-mencuri" pemain oleh para tauke
sepakbola. Paling mengomel adalah klub amatir, yang kecolongan.
"Seenaknya saja mereka mencaplok pemain," kata Raja Amrul, ketua
klub amatir Tirtanadi dari Medan, misalnya.
Siapa mereka? Mereka itu bergabung dalam Lembaga Sepakbola Utama
-- sering disingkat Galatama - yang akan memulai kompetisi
perdana di stadion utama Senayan, Jakarta, 17 Maret. PSSI pekan
lalu mengukuhkan 14 klub non amatir yang menjadi anggota
Galatama itu, yang berarti perpindahan pemain menjadi sah pula.
Para ofisial klub amatir telah menyesalkan, bahkan memprotes
kebijaksanaan PSSI. "PSSI melahirkan Galatama tanpa konsepsi
terarah," sambung Amrul. Dari Surabaya, ketua Persebaya Joko
Sutopo mengecam PSSI karena Sutjito, pemain klub amatir
Assyabab, telah ditarik oleh klub non-amatir Jaka Utama,
Lampung. Sutjipto sangat dibutuhkan oleh Assyabab tapi, kata
Sutopo lagi, "Jaka Utama tetap memboyongnya, bahkan seperti
dengan cara mencuri."
Ketua PSM, Jusuf Kalla, juga mengeluh tapi tak berdaya melihat
sejumlah pemain Ujung Pandang digaet orang. "Jika mengambil
pemain, pakailah cara yang baik," kata Kalla.
Lihat Honor
Mereka yang non-amatir itu telah menawarkan honorarium yang
tinggl, menggiurkan pemain. Pardedetex, misalnya, membayar
pemain Rp 150.000 sebulan. Selain itu permain menerima uang
kontrak Rp 2,7 juta yang dikantonginya secara berangsur -- Rp
75.000 per bulan. Di klub lain, pendapatan pemain berkisar pada
angka itu. Ada lebih tinggi, atau sedikit kurang dari tauke
lainnya.
Pardedetex telah memboyong ke Medan antara lain John Lesnusa,
bintang Persija. Arseto telah menampung Abdul Kadir, bintang
Persebaya. Jayakarta berhasil membikin koleksi pemain belum
seperti Iswadi Idris, Sofyan Hadi, Andi Lala dan Anjas Asmara.
Dalam koleksi Indonesia Muda terdapat pula pemain nasional
seperti Johannes Auri dan Junaidi Abdillah.
Tapi tak semua klub anggota Galatama memiliki bintang. Klub Sari
Bumi Raya dari Bandung, Tidar Sakti dari Magelang, Cahaya Kita
dari Jakarta -- semua itu, misalnya, belum mempunyai daya
tarik. Jika mereka bertanding dikuatirkan karcis tak akan
terjual.
Namun Syarnubi Said, pimpinan Galatama, menganggap ke-14
anggotanya itu berkekuatan imbang. "Setelah konpetisi berjalan,
baru kita bisa mengetahui bagaimana sesungguhnya kekuatan
mereka," katanya.
Kalangan Galatama bukannya tak cemas mengenai kemungkinan
stadion sepi dalam kompetisi perdana nanti. Maka dalam pertemuan
dengan PSSI pekan lalu, mereka meminta supaya PSSI
menyelenggarakan pertandingan-pertandingan, 17-18 Maret. Jika
rugi, PSSI memikul resikonya. PSSI setuju. Tapi untuk
pertandingan selanjutnya, demikian Syarnubi "diserahkan pada
klub masing-masing."
Kompetisi Galatama itu akan digilir: Satu kali di tempat lawan,
dan lain kali di lapangan pilihan sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo