Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Membajak Sebelum Menendang

Galatama mencaplok pemain-pemain dari klub amatir para offisial klub amatir menyesalkan dan memprotes kebijaksanaan PSSI. Para pemain tergiur oleh honor. (or)

24 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SANTER terdengar "curi-mencuri" pemain oleh para tauke sepakbola. Paling mengomel adalah klub amatir, yang kecolongan. "Seenaknya saja mereka mencaplok pemain," kata Raja Amrul, ketua klub amatir Tirtanadi dari Medan, misalnya. Siapa mereka? Mereka itu bergabung dalam Lembaga Sepakbola Utama -- sering disingkat Galatama - yang akan memulai kompetisi perdana di stadion utama Senayan, Jakarta, 17 Maret. PSSI pekan lalu mengukuhkan 14 klub non amatir yang menjadi anggota Galatama itu, yang berarti perpindahan pemain menjadi sah pula. Para ofisial klub amatir telah menyesalkan, bahkan memprotes kebijaksanaan PSSI. "PSSI melahirkan Galatama tanpa konsepsi terarah," sambung Amrul. Dari Surabaya, ketua Persebaya Joko Sutopo mengecam PSSI karena Sutjito, pemain klub amatir Assyabab, telah ditarik oleh klub non-amatir Jaka Utama, Lampung. Sutjipto sangat dibutuhkan oleh Assyabab tapi, kata Sutopo lagi, "Jaka Utama tetap memboyongnya, bahkan seperti dengan cara mencuri." Ketua PSM, Jusuf Kalla, juga mengeluh tapi tak berdaya melihat sejumlah pemain Ujung Pandang digaet orang. "Jika mengambil pemain, pakailah cara yang baik," kata Kalla. Lihat Honor Mereka yang non-amatir itu telah menawarkan honorarium yang tinggl, menggiurkan pemain. Pardedetex, misalnya, membayar pemain Rp 150.000 sebulan. Selain itu permain menerima uang kontrak Rp 2,7 juta yang dikantonginya secara berangsur -- Rp 75.000 per bulan. Di klub lain, pendapatan pemain berkisar pada angka itu. Ada lebih tinggi, atau sedikit kurang dari tauke lainnya. Pardedetex telah memboyong ke Medan antara lain John Lesnusa, bintang Persija. Arseto telah menampung Abdul Kadir, bintang Persebaya. Jayakarta berhasil membikin koleksi pemain belum seperti Iswadi Idris, Sofyan Hadi, Andi Lala dan Anjas Asmara. Dalam koleksi Indonesia Muda terdapat pula pemain nasional seperti Johannes Auri dan Junaidi Abdillah. Tapi tak semua klub anggota Galatama memiliki bintang. Klub Sari Bumi Raya dari Bandung, Tidar Sakti dari Magelang, Cahaya Kita dari Jakarta -- semua itu, misalnya, belum mempunyai daya tarik. Jika mereka bertanding dikuatirkan karcis tak akan terjual. Namun Syarnubi Said, pimpinan Galatama, menganggap ke-14 anggotanya itu berkekuatan imbang. "Setelah konpetisi berjalan, baru kita bisa mengetahui bagaimana sesungguhnya kekuatan mereka," katanya. Kalangan Galatama bukannya tak cemas mengenai kemungkinan stadion sepi dalam kompetisi perdana nanti. Maka dalam pertemuan dengan PSSI pekan lalu, mereka meminta supaya PSSI menyelenggarakan pertandingan-pertandingan, 17-18 Maret. Jika rugi, PSSI memikul resikonya. PSSI setuju. Tapi untuk pertandingan selanjutnya, demikian Syarnubi "diserahkan pada klub masing-masing." Kompetisi Galatama itu akan digilir: Satu kali di tempat lawan, dan lain kali di lapangan pilihan sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus