Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IVICA Osim memilih ngumpet di ruang ganti pemain. Di sana, pelatih Jepang asal Bosnia ini juga mematikan televisi. Meski ia sudah mengunci kupingnya, suara sorak-sorai di lapangan masih juga terdengar. Namun, dia tidak bisa menduga-duga hasil di lapangan, sampai akhirnya kabar kemenangan timnya pun sampai padanya.
Jepang menang dalam adu penalti melawan Australia di perempat final. ”Saya sengaja tak mau melihat langsung di lapangan,” katanya berseri-seri. ”Kalau saya ada di lapangan Jepang bisa kalah.” Tapi, langkah Jepang hanya sampai di situ. Melawan Arab Saudi di semifinal, juara Asia dalam tiga kali perhelatan terakhir ini kalah 2-3.
Jepang memang apes. Di Palembang, saat perebutan tempat ketiga melawan Korea Selatan, mereka kalah lagi. Padahal, Korea Selatan bermain 10 orang mulai menit ke-58. Kemunduran, tentu saja. Sudah gelar juara lepas dari genggaman, eh, jatah langsung tampil di Piala Asia di Qatar empat tahun mendatang pun kandas.
Piala Asia kali ini memang tidak bersahabat bagi negeri-negeri ras kuning seperti Jepang, Korea, dan Cina. Dalam kejuaraan tahun ini, final mempertemukan dua tim Arab, yakni Arab Saudi dan Irak. Ini adalah untuk ketiga kalinya dua tim dari kawasan Timur Tengah berlaga di final Piala Asia. Sebelumnya terjadi pada 1976, saat Iran memukul Kuwait, dan pada 1996 ketika Arab Saudi mengandaskan tetangganya Uni Arab Emirat (UAE).
Padahal, Korea Selatan dan Jepang adalah para jagoan di Asia. Korea malah merupakan satu-satunya tim dari Asia yang tak pernah absen di Piala Dunia sejak 1986. Bahkan saat menjadi tuan rumah pada 2002 mereka melaju hingga semifinal. Namun, veteran Piala Dunia 2002, Lee Chun-soo, gagal membawa timnya berjaya.
Malah di putaran pertama mereka menyerah kepada Bahrain. ”Orang-orang membicarakan masalah dalam taktik yang kami mainkan. Sebenarnya tak ada persoalan. Taktiknya sama dengan yang dipakai Guus Hiddink (pelatih Korsel pada 2002). Persoalannya terletak pada kami, para pemain, bukan pelatih,” kata Lee yang bermain di Ulsan Hyundai itu.
Senada dengan Chun-soo, striker Lee Keun-ho menunjuk soal lemahnya kemampuan pemain. ”Metode latihan dan taktik Verbeek sangatlah bagus. Sayangnya, kami kurang bisa menjalankannya di lapangan,” katanya. Korsel bahkan harus menjalani tiga kali adu penalti dalam babak knock out di perempat final hingga perebutan tempat ketiga.
Tentu saja, prestasi yang sangat buruk untuk tim sekelas Korsel. Korea memang berbeda dengan tim yang berlaga di Piala Dunia 2006, apalagi saat mereka lolos ke semifinal Piala Dunia lima tahun silam. Absennya gelandang Manchester United, Park Ji-sung, penyerang Seol Ki-hyeon (Reading), dan bek kiri Lee Young-pyo (Tottenham Hotspur) karena cedera banyak berpengaruh.
Cina apalagi. Tim yang mengandalkan skuad Eropa seperti Sun Jihai (Manchester City), Dong Fangzhu (Manchester United) atau Li Tie (Sheffield) kalah dari Uzbekistan di putaran pertama. Finalis Piala Asia 2004 ini harus pulang lebih cepat.
Jepang terbilang lengkap dari segi materi. Hampir semua pemainnya yang berlaga di Liga Eropa telah dipanggil pulang. Mereka adalah Shunsuke Nakamura, pemain Glasgow Celtic, yang paling jago dalam urusan bola mati dan di barisan depan, ada striker Eintracht Frankfurt Naohiro Takahara.
Sayang, hasilnya, ya itu tadi, mereka gagal mempertahankan gelarnya. Padahal, saat berangkat, bukan hanya mereka yang optimistis, tapi juga banyak kalangan yang akan memprediksi mereka akan kembali berjaya. Idealnya, Jepang bertemu Australia di final. Begitulah prediksi para pakar.
Namun, pakar juga manusia, ramalannya bisa meleset. Jepang urung ke final, keduanya harus baku hantam di babak kedua. Lantas, apa sebab Jepang ”gatot” alias gagal total? Menurut Osim, pasukannya menjadi lembek karena jauhnya lokasi pertandingan yang digelar di negara berbeda.
Kini, ketimbang meratapi kekalahan, Osim mengajak skuadnya untuk berkonsentrasi dalam Piala Dunia 2010, di Afrika Selatan. ”Semangat bermain seperti ini harus dilanjutkan,” katanya. Masalahnya, nasib Osim sendiri belum jelas, apakah kontraknya dengan Samurai Biru masih akan berlanjut.
IB
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo