Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Sirkuit Dipuji Tinton Pun Juara

Sirkuit sentul sudah dibuka lewat bentoel international race championship '92. tinton, salah satu pencetus sirkuit ini, juara supercar. pembalap luar negeri memuji mutu sirkuit.

12 Desember 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG paling bahagia di Sirkuit Sentul, Minggu yang lalu, mungkin Tinton Soeprapto. Pembalap berusia 47 tahun ini menjuarai Bentoel International Race Championship '92, pada nomor supercar. Di atas Mazda RX7 warna kuning-merah, Tinton telah memberi kepuasan pada ribuan penonton. "Gua ini kurang tidur. Bayangin, harus ngurusin sirkuit, ngurusin penyelenggaraan, lalu turun sebagai pembalap," katanya. Dan itulah keistimewaan Tinton kali ini, lebih dari sekadar ia menjadi juara. Bersama Hutomo Mandala Putra yang biasa dipanggil Tommy, Tinton adalah penggerak adanya Sirkuit Sentul. Sehari sebelumnya, pada saat pemanasan, prestasi Tinton masih buruk. Ia menduduki tempat 16 dari 32 peserta. Ketika perlombaan tiba, ia pun tercecer sejak start. Untunglah, pembalap Australia Derek van Zelm, yang mengendarai Honda Prelude 5.600 CC, masuk dok. Tak berarti Tinton tanpa rintangan. Dari 15 lap yang harus dipacunya (panjang sirkuit 3.965 meter), hingga lap ketiga, kedudukan Tinton di posisi tiga. Pada dua lap terakhir, pembalap Thailand Yenmanoj Kirakiat, yang mengendarai BMW MI, kecelakaan, sehingga kap mobilnya terbuka. Di situlah Tinton melejit. Tinggal Tinton bertarung dengan pembalap Inggris Peter McMurray, yang berada di depan dengan Holden Gemini 2.600 CC. Tinton menang di saat-saat akhir, dan penonton pun bertepuk tangan. Di kelas superbike, pembalap Scott Doohan, abang kandung juara dunia balap motor Mike Doohan dari Australia, keluar sebagai pemenang. Toni Gruschka dari Jerman juara kedua. Sedangkan rekan Gruschka, Manfred Fischer, yang pernah tiga kali juara di Sirkuit Ancol, cukup di tempat ketiga. Fischer tampak kurang cekatan karena minggu sebelumnya ia cedera tangan akibat motornya selip di kejuaraan Thailand. Nasib pembalap motor tuan rumah (ada 10 pembalap dari total 26 pembalap) tercecer di urutan delapan ke atas. "Kami kalah pengalaman. Tapi soal kemampuan teknis balap, ya, sama saja," kata pembalap senior Bambang Sudarsono, 46 tahun. Pembalap asing, kata Bambang, setahun bisa terjun delapan kali balapan. Pembalap lokal hanya dua kali setahun. Alasan lain, mesin motor pembalap lokal masih standar, belum dimodifikasi. CC-nya memang besar, tapi tak ada artinya. Mesin standar kecepatannya 200-250 km per jam, setelah diobrak-abrik bisa dipacu menjadi 250-300 km per jam. Jadi, "Bagaimana bisa bersaing kalau terus-menerus memakai motor begini?" kata Bambang seraya menunjuk motor Kawasaki XZR 750-nya. Pembalap lokal lain mengeluhkan sulitnya mencari suku cadang. "Pembalap motor di sini seperti maling. Untuk memasukkan spare part racing ini kami harus kucing-kucingan dengan bea cukai," kata Eddy S. Otto, runner up ASDC Race Oktober 92 di Ancol, seraya menunjuk motor Suzuki GSX R 1100-nya yang dipakai di balapan ini. Dalam kejuaraan ini, Otto di urutan 17. Miskinnya pembalap Indonesia bisa dilihat selesai perlombaan di Sentul itu. Bambang, misalnya, membeli ban motor milik Fischer seharga Rp 1,2 juta sepasang. Pembalap asing hanya menggunakan ban untuk sekali balapan, sementara pembalap kita memakai untuk lima kali balapan. Masalahnya adalah sponsor. Pembalap seperti Fischer dan Scott Doohan, misalnya, bisa menghabiskan biaya Rp 500 juta sampai Rp 1 milyar setahun. Belum lagi soal fasilitas yang semuanya ini disediakan sponsor. Sedangkan pembalap kita, untuk membawa motornya ke sirkuit terpaksa menyewa sendiri mobil bak terbuka, satu mobil untuk tiga pembalap. "Kalau begini terus tanpa sponsor, kapan kami majunya?" kata Otto. Soal mutu sirkuit Sentul itu sendiri, pembalap asing rata-rata memujinya. Dari segi lay out atau pit area Sirkuit Sentul mereka nilai komplet: Good! Excellent! Fantastic! "Jangan bandingkan dengan Ancol. Di sini permukaan sirkuitnya sangat mulus. Itu sangat membantu untuk mengembangkan kecepatan," kata Tony Carey, pembalap superbike dari Irlandia. Fischer dan Toni Gruschka juga tak mempunyai keluhan. "Kami tak mengalami kesulitan berarti," kata Gruschka. Di beberapa tikungan memang ada pasir yang terlempar ke dalam sirkuit, dan agak mengganggu. Tapi Gruschka maklum. Sebab, sirkuit ini baru selesai 50 persen, dan baru rampung 100 persen Agustus mendatang. "Saya yakin, tahun depan sirkuit ini lebih bagus dari yang sekarang," kata Toni Gruschka. Keluhan tadi ditanggapi enteng oleh Tommy dan Tinton. Sebab, adanya pasir dan tanah merah yang "turun" ke lintasan itu tak lain adalah ulah pembalap asing yang mengambil tikungan dari sudut luar. "Mengambil tikungan dari luar kan malah menyebabkan pasir dan kerikil itu menumpuk di sirkuit," kata Tommy. Dan disambut Tinton, "Ya, ini kan belum selesai 100 persen. Ini baru acara pembukaan saja." Adapun mengenai keluhan pembalap Indonesia yang miskin sponsor, "Itu kan salah mereka sendiri, kenapa tidak pandai melobi," kata Tinton, salah seorang pengurus di PB Ikatan Motor Indonesia. Tak berarti ia lepas tangan. Tinton memberi jalan: "Kami ini kan punya sekolah balap. Mereka bisa mengajukan 4 sampai 5 pembalap muda yang berbakat, lalu kami didik, dan kami carikan sponsor." Ini tawaran positif menyambut Grand Prix motor dunia, Agustus 1993, di Sentul. Widi Yarmanto dan Andi Reza Rohadian (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus