Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DENGAN Galatama, semula diharapkan terhapus rongrongan suap.
Ternyata tidak Jafeth Sibi, kapten kesebelasan Perkesa 78,
dituduh telah menerima sogokan sebesar Rp 1,5 juta dari JSG
untuk pertandingan melawan Cahaya Kita di stadion Menteng,
Jakarta, 5 Juni lalu. Akibatnya, Perkesa 78 bubar.
Awal pekan ini Jafeth masih terdaftar dalam tim PSSI Utama yang
tengah mengikuti turnamen Merdeka Games di Kuala Lumpur. Dari
pengakuan rekannya yang diperiksa polisi memang terungkap adanya
permainan duit. JSG membenarkan pula bahwa ia telah mendrop uang
sebanyak yang dituduhkan, untuk beberapa pemain Perkesa 78.
Melalui Jafeth, mereka yang disebut-sebut kebagian rezeki adalah
Yulius Woff, Baso Ivak Dalam, serta kedua adiknya -- Frederick
Sibi dan Saul Sibi. Jumlah untuk mereka, menurut pengakuan
Saul, masing-masing Rp 80.000. Ia juga membenarkan bahwa mereka
sebelum bertanding telah menerima instruksi dari Jafeth, sang
kapten, supaya mengalah, maksimal bermain seri, dengan Cahaya
Kita. Perkesa 78 memang kalah 1-0.
Kasus suap di Perkesa 78 ini mungkin tak akan terungkap, minimal
untuk sementara, jika X (namanya ada pada redaksi) tak
memberanikan diri menulis surat kepada Acub Zainal, ketua
Perkesa 78 menjelang pertandingan melawan lunas Inti di Bogor 30
Juni lalu. Menurut X, Perkesa 78 sudah diatur JSG untuk kalah
0-2 dari Tunas Inti. Laporan X, setelah Acub mencek sendiri,
ternyata betul. Dari percakapan para petaroh diketahuinya pula
bahwa mereka agk menemui kesukaran untuk mengatur skor
tersebut. Sebab Jafeth sedang berada di Kuala Lumpur.
Dalam pertandingan 30 Juni itu Acub muncul di lapangan setelah
jedah. Saat itu, Perkesa 78 sudah ketingga1an 0-1. Langsung ia
mengumpulkan anak asuhannya, dan menuding mereka satu persatu.
"Jangan terulang lagi seperti waktu melawan Cahaya Kita,"
sergahnya.
Para pemain yang tidak tahu-menahu kasus suap ketika menghadapi
Cahaya Kita, tentu saja bengong. Mereka baru mengerti duduk
persoalan setelah Acub membeberkan cerita malam harinya.
Pertandingan Perkesa melawan Tunas Inti berakhir seri 1-1.
Sesungguhnya mereka bisa menang.
Dicurigai juga pertandingn Perkesa 78 melawan Buana Putera di
Jakarta -- 5 hari sebelumnya -- juga sudah 'diatur' para bandar.
Tidak jelas untuk kalah atau menang, karena akhirnya Perkcsa 78
menang 4-0.
Acub membawa skandal sogok ini 4 Juli lalu ke sidang komisi
Galatama. Ia meminta agar perkumpulannya diberi kelonggaran
untuk tidak mengikuti kompetisi selama 2 bulan. Alasannya, kasus
Jafeth dkk telah merusak kekompakan tim. Permintaan itu
dikabulkan. Dan PSSI sekaligus mengambil oper persoalan sogok
itu.
Seusai rapat komisi Galatama itu, Acub ternyata membubarkan
perkumpulannya. "Mana mungkin dalam waktu 2 bulan dapat
melakukan rehabilitasi fisik dan mental," alasannya. "Saya
fikir, saya ini gila kalau mau meneruskan."
Perkesa 78 yang bermukim di Bogor sejak berdiri Desember silam
telah mengeluarkan biaya Rp 56 juta, antara lain untuk gaji
pemain, perumahan dan pengadaan lapangan. Dari pertandingan,
pemasukan bersih mereka hanya Rp 4 juta. Dalam putaran kompetisi
Galatama, saat ini mereka menempati urutan ke-3 dengan nilai 11
dari 9 kali pertandingan. "Kalau tidak dirusak oleh
tukang-tukang suap itu, saya optimis masuk 8 besar," kata Acub.
Mengap kasus suap terjadi? Ny. Sibi mengungkapkan kepada
Kompas bahwa akhir-akhir ini Jafeth suaminya, selalu menjadi
tempat mengadu bagi para pemain, terutama sesudah terjadi
kericuhan dalam kepengurusan Perkesa 78. Antara lain,
dikatakannya, sewaktu akan menghadapi Cahaya Kita jatah makanan
dihentikan oleh bagian konsumsi. Anggaran kesejahteraan sering
terlantar. Akibatnya, pemain mogok latihan. "Pengurus di Jakarta
hanya tahu baiknya saja," kata Ny. Sibi.
Betulkah? "Tidak benar sama sekali," bantah Acub. "Suap itu
terjadi disebabkan mental mereka yang sudah bobrok." Pemain
Perkesa 78, seperti Jafeth, mendapat uang saku bersih Rp 85.000
per bulan. Kebutuhan lain, seperti perumahan, pengobatan, makan,
ditanggung oleh perkumpulan.
"Patut disayang keputusan pak Acub itu," komentar pimpinan
Cahaya Kita, Kaslan Rodisi. Ia menilai bahwa Perkesa 78, dengan
pemain sisa, masih sanggup untuk masuk 8 Besar dalam Galatama
yang beranggotakan 14 perkumpulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo