Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Skor

Dengan Galatama, diharapkan kasus suap dapat dihapuskan, Jafeth Sibi, kapten kesebelasan Perkesa'78, menerima suap menyebabkan buarnya Perkesa 1978. Jafeth Sibi masih terdaftar di PSSI Utama. (or)

14 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN Galatama, semula diharapkan terhapus rongrongan suap. Ternyata tidak Jafeth Sibi, kapten kesebelasan Perkesa 78, dituduh telah menerima sogokan sebesar Rp 1,5 juta dari JSG untuk pertandingan melawan Cahaya Kita di stadion Menteng, Jakarta, 5 Juni lalu. Akibatnya, Perkesa 78 bubar. Awal pekan ini Jafeth masih terdaftar dalam tim PSSI Utama yang tengah mengikuti turnamen Merdeka Games di Kuala Lumpur. Dari pengakuan rekannya yang diperiksa polisi memang terungkap adanya permainan duit. JSG membenarkan pula bahwa ia telah mendrop uang sebanyak yang dituduhkan, untuk beberapa pemain Perkesa 78. Melalui Jafeth, mereka yang disebut-sebut kebagian rezeki adalah Yulius Woff, Baso Ivak Dalam, serta kedua adiknya -- Frederick Sibi dan Saul Sibi. Jumlah untuk mereka, menurut pengakuan Saul, masing-masing Rp 80.000. Ia juga membenarkan bahwa mereka sebelum bertanding telah menerima instruksi dari Jafeth, sang kapten, supaya mengalah, maksimal bermain seri, dengan Cahaya Kita. Perkesa 78 memang kalah 1-0. Kasus suap di Perkesa 78 ini mungkin tak akan terungkap, minimal untuk sementara, jika X (namanya ada pada redaksi) tak memberanikan diri menulis surat kepada Acub Zainal, ketua Perkesa 78 menjelang pertandingan melawan lunas Inti di Bogor 30 Juni lalu. Menurut X, Perkesa 78 sudah diatur JSG untuk kalah 0-2 dari Tunas Inti. Laporan X, setelah Acub mencek sendiri, ternyata betul. Dari percakapan para petaroh diketahuinya pula bahwa mereka agk menemui kesukaran untuk mengatur skor tersebut. Sebab Jafeth sedang berada di Kuala Lumpur. Dalam pertandingan 30 Juni itu Acub muncul di lapangan setelah jedah. Saat itu, Perkesa 78 sudah ketingga1an 0-1. Langsung ia mengumpulkan anak asuhannya, dan menuding mereka satu persatu. "Jangan terulang lagi seperti waktu melawan Cahaya Kita," sergahnya. Para pemain yang tidak tahu-menahu kasus suap ketika menghadapi Cahaya Kita, tentu saja bengong. Mereka baru mengerti duduk persoalan setelah Acub membeberkan cerita malam harinya. Pertandingan Perkesa melawan Tunas Inti berakhir seri 1-1. Sesungguhnya mereka bisa menang. Dicurigai juga pertandingn Perkesa 78 melawan Buana Putera di Jakarta -- 5 hari sebelumnya -- juga sudah 'diatur' para bandar. Tidak jelas untuk kalah atau menang, karena akhirnya Perkcsa 78 menang 4-0. Acub membawa skandal sogok ini 4 Juli lalu ke sidang komisi Galatama. Ia meminta agar perkumpulannya diberi kelonggaran untuk tidak mengikuti kompetisi selama 2 bulan. Alasannya, kasus Jafeth dkk telah merusak kekompakan tim. Permintaan itu dikabulkan. Dan PSSI sekaligus mengambil oper persoalan sogok itu. Seusai rapat komisi Galatama itu, Acub ternyata membubarkan perkumpulannya. "Mana mungkin dalam waktu 2 bulan dapat melakukan rehabilitasi fisik dan mental," alasannya. "Saya fikir, saya ini gila kalau mau meneruskan." Perkesa 78 yang bermukim di Bogor sejak berdiri Desember silam telah mengeluarkan biaya Rp 56 juta, antara lain untuk gaji pemain, perumahan dan pengadaan lapangan. Dari pertandingan, pemasukan bersih mereka hanya Rp 4 juta. Dalam putaran kompetisi Galatama, saat ini mereka menempati urutan ke-3 dengan nilai 11 dari 9 kali pertandingan. "Kalau tidak dirusak oleh tukang-tukang suap itu, saya optimis masuk 8 besar," kata Acub. Mengap kasus suap terjadi? Ny. Sibi mengungkapkan kepada Kompas bahwa akhir-akhir ini Jafeth suaminya, selalu menjadi tempat mengadu bagi para pemain, terutama sesudah terjadi kericuhan dalam kepengurusan Perkesa 78. Antara lain, dikatakannya, sewaktu akan menghadapi Cahaya Kita jatah makanan dihentikan oleh bagian konsumsi. Anggaran kesejahteraan sering terlantar. Akibatnya, pemain mogok latihan. "Pengurus di Jakarta hanya tahu baiknya saja," kata Ny. Sibi. Betulkah? "Tidak benar sama sekali," bantah Acub. "Suap itu terjadi disebabkan mental mereka yang sudah bobrok." Pemain Perkesa 78, seperti Jafeth, mendapat uang saku bersih Rp 85.000 per bulan. Kebutuhan lain, seperti perumahan, pengobatan, makan, ditanggung oleh perkumpulan. "Patut disayang keputusan pak Acub itu," komentar pimpinan Cahaya Kita, Kaslan Rodisi. Ia menilai bahwa Perkesa 78, dengan pemain sisa, masih sanggup untuk masuk 8 Besar dalam Galatama yang beranggotakan 14 perkumpulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus