Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hepatitis menempati urutan keempat penyebab kematian di Indonesia.
Penularan tertinggi terjadi pada bayi yang baru dilahirkan.
Pemberian vaksinasi dinilai menjadi upaya pencegahan yang efektif.
JAKARTA – Jumlah penderita hepatitis atau peradangan hati di Indonesia masih terbilang tinggi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, saat ini sebanyak 7,1 persen atau 18 juta orang Indonesia telah terinfeksi hepatitis B. Jumlah itu menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki penderita hepatitis terbanyak ketiga di Asia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penularan tertinggi hepatitis di Indonesia terjadi secara vertikal, yaitu dari ibu ke bayi. "Penularan secara vertikal ini menyumbang 90-95 persen dari seluruh sumber penularan lain," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, Rabu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 2022, tercatat sebanyak 35.757 bayi terlahir dengan hepatitis B. Dari jumlah itu, 80 persen di antaranya berpeluang menjadi kronis dan sirosis. Penyakit ini pun menempati urutan keempat penyebab kematian di Indonesia.
Secara keseluruhan, hepatitis dibagi menjadi lima varian, yakni hepatitis A, B, C, D, dan E. Penyakit ini dibawa oleh virus yang setiap variannya memiliki tingkat persebaran dan risiko yang berbeda. Misalnya, hepatitis A yang lebih mudah menular, tapi peluang untuk sembuh juga lebih besar. Bahkan, bila penderita memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik, penyakit ini dapat disembuhkan dengan sendirinya.
Puskesmas Kecamatan Lohbener mensosialisasi bahaya penyakit hepatitis akut di Desa Pamayahan, Indramayu, Jawa Barat, 14 Mei 2022. ANTARA/Dedhez Anggara
Sebaliknya, hepatitis B, C, dan D memiliki daya tular yang lebih lambat, tapi penanganannya tidak mudah. Secara umum, penularan bisa terjadi melalui cairan tubuh, seperti darah, ludah, cairan ketuban, atau cairan sperma. Mereka yang terinfeksi hepatitis B, C, dan D memiliki risiko menjadi kronis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat hepatitis B dan C telah menyerang 350 juta orang di dunia. Sebanyak 1,1 juta orang meninggal setiap tahun karena terinfeksi penyakit ini. Jika tidak ditangani dengan serius, orang yang meninggal karena penyakit ini bisa melebihi jumlah kematian akibat human immunodeficiency virus (HIV), tuberkulosis, dan malaria.
Pemerintah Indonesia memberi perhatian khusus untuk mencegah penularan hepatitis secara vertikal. Di antaranya dengan memeriksa ibu hamil untuk mendeteksi kemungkinan terinfeksi hepatitis. Pemeriksaan ini diintegrasikan dengan pemeriksaan HIV dan sifilis kepada 80 persen ibu hamil. Memasuki 2023, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor HK.01.07/MENKES/15/2023 tentang percontohan pemberian antivirus pada ibu hamil untuk tindakan pencegahan hepatitis B ke anak.
Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, mengatakan pasien hepatitis B dapat disembuhkan secara sempurna melalui obat standar Kemenkes. "Pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke anak dimulai dari yang paling dasar, yaitu pemberian imunisasi hepatitis B (tiga dosis) kepada bayi," katanya.
Baca: Jaga Buah Hati Sejak dalam Kandungan
Pemberian imunisasi hepatitis B dilakukan kurang dari 24 jam setelah bayi dilahirkan. Langkah ini dinilai cukup efektif mengurangi risiko penularan dari ibu kepada bayi. "Imunisasi ini sudah menjadi program wajib imunisasi dasar secara nasional," ujar Syahril.
Sekretaris Umum Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI), Erfen Gustiawan, mengatakan risiko kematian penderita hepatitis B dan C memang lebih tinggi. Namun kewaspadaan masyarakat terhadap penularan hepatitis A juga tidak bisa dikesampingkan. "Hepatitis A memang bisa sembuh sendiri, tapi persebarannya sangat cepat. Kalau sistem imum enggak kuat, ya bisa meninggal juga," ujarnya.
Penularan hepatitis A bisa terjadi lewat makanan. Mereka yang terinfeksi akan memperlihatkan gejala hanya dalam hitungan hari. Ini berbeda dengan hepatitis B dan C. Gejala yang dirasakan penderita baru muncul setelah kerusakan hati mencapai 78 persen. Karena itu, penanganan terhadap penderita sering terlambat.
Selain itu, penularan hepatitis secara vertikal, kata Erfen, biasanya terjadi saat persalinan. Seorang ibu hamil penderita hepatitis, 90 persen berpeluang menularkan kepada bayinya. Pemberian vaksinasi kepada bayi saat ini dinilai paling efektif untuk mencegah penularan. “Efektivitasnya bisa 97 persen,” kata dia.
JIHAN RISTIYANTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo