Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

UU Zakat Digugat ke Mahkamah Konstitusi karena Tumpang Tindih Peran Baznas dan LAZ

Pasal dalam UU Pengelolaan Zakat menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi menimbulkan kesewenangan.

12 Mei 2025 | 11.32 WIB

Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.
Perbesar
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/aa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Syuro Masjid Jogokariyan Yogyakarta menggugat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ke Mahkamah Konstitusi karena tumpang tindih peran Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain Jazir, gugatan juga disampaikan Ketua Pengurus Yayasan Indonesia Zakat Watch Barman Wahidatan Anajar dan Sekretaris Umum Yayasan Indonesia Zakat Watch Yusuf Wibisono sebagai pemohon II.

Kedua pemohon menguji konstitusionalitas dari Pasal 1 angka 7, angka 8 dan angka 9, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 24, Pasal 28 ayat (1), Pasal 30 dan Pasal 31 UU Pengelolaan Zakat. 

Mahkamah Konstitusi telah memulai sidang pemeriksaan pendahuluan gugatan ini dengan perkara Nomor 54/PUU-XXIII/2025 pada Kamis, 8 Mei 2025. 

“Pemohon menilai peran ganda Baznas sebagai pengumpul zakat dan pemberi rekomendasi pendirian LAZ merupakan penyalahgunaan kewenangan karena berpotensi menghambat pendirian LAZ yang dianggap sebagai pesaing,” menurut keterangan resmi MK. 

Jazir juga memandang bahwa negara tidak seharusnya menjalankan fungsi ibadah agama tertentu. Sebab, Indonesia bukan negara Islam, melainkan negara berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. 

Sedangkan, Yayasan Indonesia Zakat Watch berpendapat bahwa pasal dalam UU Pengelolaan Zakat menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan. Mereka menyoroti adanya conflict of interest dalam kewenangan Baznas memberi rekomendasi pendirian LAZ, yang dinilai menghambat peran masyarakat dalam pengawasan dan kebijakan pengelolaan zakat yang adil.

“Kedua pemohon meyakini bahwa ketentuan dalam UU Zakat menyebabkan kerugian konstitusional yang bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya potensial, yang secara logis dapat dipastikan akan terjadi,” kata MK. 

Pemohon mengatakan, apabila permohonan dikabulkan, potensi kerugian tersebut dapat dihindari atau ditiadakan. Pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa sejumlah pasal dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat bertentangan dengan UUD 1945. “Sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, kecuali jika dimaknai sesuai dengan interpretasi tertentu,” bunyi petitum pemohon. 

Pasal-pasal yang dimaksud antara lain Pasal 1 angka 7, Pasal 1 angka 8, Pasal 1 angka 9, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 24, Pasal 28 ayat (1), Pasal 30, dan Pasal 31, yang berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan zakat, pembentukan dan tugas lembaga amil zakat (LAZ), serta kewenangan badan pengatur dan pengawas zakat (BPPZ).

Para pemohon juga mengusulkan agar Baznas menetapkan regulasi akreditasi untuk LAZ dan mengatur standarisasi, serta penyaluran dana zakat kepada LAZ sesuai dengan tanggung jawabnya.

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus