Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Bagaimana Risiko Kehamilan pada Usia Terlalu Muda dan Terlalu Tua? Ini Penjelasan Wakil Dekan Kedokteran UI

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran UI memaparkan sejumlah risiko kehamilan di luar usia 20-35 tahun. Kondisi itu memerlukan antisipasi lebih dini.

21 April 2024 | 11.50 WIB

Ilustrasi Kehamilan. TEMPO/Aditia Noviansyah
Perbesar
Ilustrasi Kehamilan. TEMPO/Aditia Noviansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Profesor Dwiana Ocviyanti, menyatakan kehamilan perempuan di bawah usia 20 tahun dan di atas 35 tahun mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Dia menanggapi pernyataan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengenai kehamilan yang tidak berisiko pada usia reproduksi sehat, yaitu 20- 35 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Menurut Dwiana, kehamilan pada wanita berusia di bawah 20 tahun mendatangkan risiko pre-eklampsia atau tekanan darah tinggi selama kehamilan. Ada juga bahaya eklampsia alias kejang, serta dan infeksi. “Kondisi ini akan membuat ibu berisiko melahirkan secara prematur dan janin lahir dengan berat badan rendah,” ujarnya, dikutip dari laman resmi UI, Kamis, 18 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehamilan pada usia tua, dia meneruskan, bisa meningkatkan risiko kelainan kromosom, kecatatan kongenital, berat badan bayi lahir rendah, bahkan kematian neonatusa alias bayi berumur 0–28 hari. Saat persalinan, ibu yang melahiran di usia tua cenderung membutuhkan tindakan khusus, seperti induksi hingga operasi caesar.

Tak sebatas soal usia, beberapa faktor lain juga membuat kehamilan menjadi lebih berisiko. Salah satunya adalah kondisi medis sebelum mengandung janin, seperti hipertensi, diabetes, obesitas, autoimun, penyakit ginjal, penyakit tiroid, serta sindrom ovarium polikistik (PCOS).

Penyakit infeksi seperti HIV/AIDs juga dapat mengganggu kehamilan dan persalinan. Ibu hamil yang memiliki masalah medis harus mendapat pengawasan dari dokter spesialis.

Ibu hamil yang merokok—baik perokok aktif maupun pasif—juga berpotensi menyebabkan janinnya lahir prematur, cacat lahir, bahkan yang terburuk mendapat sindrom kematian bayi mendadak (SIDS). Konsumsi alkohol saat kehamilan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin—biasa disebut fetal alcohol spectrum disorders (FASDs). Peluang keguguran juga naik dua kali lipat pada ibu hamil yang memakai narkotika.

Selama periode kehamilan, calon ibu harus memeriksa kesehatan diri secara teratur. Dwiana menyarankan minimal enam kali pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan pada awal kehamilan di trimester pertama dan emeriksaan kelima pada trimester ketiga wajib oleh dokter ahli.

Ibu hamil dianjurkan mencari antenatal care (ANC) setidaknya satu kali pada trimester pertama, dua kali pada trimester kedua, dan tiga kali pada trimester ketiga. Layanan itu umumnya mencakup identifikasi risiko, pencegahan komplikasi kehamilan, serta edukasi dan promosi.

“Apabila terdapat masalah, ibu harus segera dirujuk ke dokter spesialis di fasilitas kesehatan terdekat,” tutur Dwiana.

Yohanes Paskalis

Mulai ditempa di Tempo sebagai calon reporter sejak Agustus 2015. Berpengalaman menulis isu ekonomi, nasional, dan metropolitan di Tempo.co, sebelum bertugas di desk Ekonomi dan Bisnis Koran Tempo sejak Desember 2017. Selain artikel reguler, turut mengisi rubrik cerita bisnis rintisan atau startup yang terbit pada edisi akhir pekan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus