Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Akbar Faizal, mengatakan MKD akan tetap mengusut kasus dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Meski mengaku ada banyak yang melakukan lobi, Akbar optimistis bahwa persidangan akan tetap berjalan. "Aku, sih, mikirnya sesuai kesepakatan, kecuali kalau ada perubahan mendasar, kan sudah ketuk palu," kata Akbar saat dihubungi Tempo, Jakarta, Sabtu, 28 November 2015.
Akbar mengatakan akan memanfaatkan momen ini untuk membuka tabir tentang PT Freeport. Adanya laporan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said itu menjadi permulaan untuk mengusut hal-hal yang dirasa mengganjal.
Menurut Akbar, ia ingin mengetahui apa yang ada di balik semua kasus ini. Ia juga berjanji untuk mengusut kasus ini secara fair. Ia mengatakan persidangan yang dilakukan justru berfungsi untuk menguak ada-tidaknya keterlibatan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus itu.
Akbar mengaku, apabila Ketua DPR Setya Novanto memang melanggar kode etik, dia harus diberikan sanksi. Namun, apabila tidak, dia harus direhabilitasi. "Saya akan membela orang yang layak dibela dan tidak akan membela bila orang tersebut memang tidak layak dibela," ujar politikus Partai NasDem ini.
Sejak laporan pencatutan nama pemimpin negara menyeruak, Sudirman didesak untuk menyebutkan namanya. Tak lama, pada Senin, 16 November, Sudirman datang melaporkan dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh Ketua DPR Setya Novanto. Sudirman juga mengatakan Setya meminta saham PT Freeport sebesar 20 persen. Saham itu akan dibagi, 11 persen untuk Presiden Joko Widodo dan 9 persen untuk Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu, menurut Sudirman, Setya meminta saham 49 persen untuk proyek pembangkit listrik di Papua.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini