Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Braille Blocks adalah pelat yang diletakkan di tanah atau lantai untuk memandu penyandang tunanetra dengan aman. Tonjolan tersebut melekat pada permukaan sehingga dapat dikenali dengan indra perabaan telapak kaki maupun tongkat. Mengutip dari Okibf.jp, umumnya braille blocks ini dibuat di tempat umum seperti jalur pejalan kaki, stasiun, dan fasilitas umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tactile pavling atau braille blocks hadir untuk membantu pejalan kaki tunanetra mendeteksi ketika mereka berjalan di tempat umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Indikator tanah ini juga dikenal sebagai paving Braille. Ubin bertekstur ini memudahkan orang dengan gangguan penglihatan untuk merasakan perubahan pola dan tekstur. Perubahan ini menandakan perubahan jalur, termasuk trotoar atau perubahan arah.
Mengutip Britannica.com, penemu braille blocks adalah Louis Braille, yang dinyatakan buta pada usia tiga tahun. Ia menemukan sistem ini pada tahun 1824 saat menjadi mahasiswa di Institution Nationale des Jeunes Aveugles (Institut Nasional untuk Anak-anak Buta), Paris.
Paving taktil pertama kali dikembangkan di Jepang oleh Seiichi Miyake pada tahun 1965. Mengutip dari Wecapable.com, dalam bahasa Jepang, ubin taktil ini disebut balok Tenji. Pada tahun 1967, Braille Blocks dipasang di dunia untuk pertama kalinya di persimpangan dekat Sekolah Tunanetra Prefektur Okayama Okayama.
Tiga tahun kemudian, pada 1970 di Jepang, JR mengadopsi hal yang sama di Stasiun Abiko di Jalur Hanwa di Osaka dan. Mengutip dari Livinginjapan.net, hal ini menjadi pemicu penyebaran penggunaan braille blocks secara nasional. Standar internasional saat ini untuk braille blocks didasarkan pada JIS (Standar Industri Jepang).
VALMAI ALZENA KARLA