Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cium Pipi Dua Gerbong

Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo beberapa kali bernegosiasi menjelang pemilihan ketua umum. Meminta jabatan duta besar.

7 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETUA Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengajak Bambang Soesatyo menyantap sarapan bersama di restoran Le Quartier, Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan, pada Selasa, 3 Desember lalu. Tak ingin ajakan itu menjadi pertemuan empat mata, dia berpesan kepada Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut agar membawa dua koleganya yang menjadi anggota tim sukses calon Ketua Umum Golkar. “Saya dan Bambang biasa bertemu. Biar kali ini betul-betul ada kesepakatan dan bisa satu frekuensi,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian ini dalam wawancara khusus dengan Tempo di rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 6 Desember lalu.

Airlangga didampingi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Sedangkan Bambang membawa ketua tim sukses Ahmadi Noor Supit dan anggota DPR, Nusron Wahid. Hadir juga dalam pertemuan itu ketua panitia Musyawarah Nasional X Golkar, Melchias Markus Mekeng, serta Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI Inspektur Jenderal Listyo Sigit Prabowo—belakangan ditetapkan sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Polri.

Persamuhan dengan jamuan roti, telur, serta kopi dan teh itu terjadi setelah Bambang setuju mundur sebagai kandidat ketua umum. Sedangkan Airlangga berjanji mengakomodasi pendukung Bambang  dalam kepengurusan Golkar ataupun pimpinan alat kelengkapan DPR. “Intinya seperti itu. Bambang mundur dan ada rekonsiliasi untuk menjaga keutuhan Golkar,” ucap Ahmadi Noor Supit menceritakan pertemuan tersebut pada Kamis, 5 Desember lalu.

Dua politikus Golkar pendukung Bambang menuturkan, kubunya ingin ada 88 nama dari kelompok mereka yang masuk ke kepengurusan baru partai beringin. Angka itu 35 persen dari total 251 pengurus Golkar periode 2017-2019. Azis Syamsuddin membenarkan adanya permintaan tersebut. “Masih kirim-kirim nama, tapi semua tergantung ketua umum,” katanya. Bersama Agus Gumiwang, Azis menjadi wakil Airlangga untuk membicarakan rekonsiliasi seusai pertemuan di Le Quartier. Sedangkan Bambang mengutus Supit dan Nusron.

Berbeda dengan Azis, Airlangga menyatakan tidak ada pengajuan 88 nama pendukung Bambang ke kantongnya. Hanya, lulusan Fakultas Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini menambahkan, Bambang menitipkan nama Ahmadi Noor Supit dan pendukungnya yang menjabat di DPR. Mereka adalah Nusron Wahid, Mukhamad Misbakhun, Robert Joppy Kardinal, Ichsan Firdaus, dan Darul Siska.

Supit disorongkan menjadi duta besar dari perwakilan Golkar lantaran ia tak terpilih kembali menjadi anggota DPR periode 2019-2024. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla, ada tiga politikus Golkar yang menjadi duta besar, yakni Hajriyanto Y. Thohari di Libanon, Usra Hendra Harahap di Nigeria, dan Tantowi Yahya di Selandia Baru. “Beberapa sudah ditawarkan, tapi belum ada keputusan,” tutur Airlangga. Ditanyai tentang hal ini, Supit irit berkomentar. “Belum ada,” katanya.

Para pendukung Bambang di DPR, menurut dua pendukung Airlangga serta satu loyalis Bambang yang ditemui Tempo, ingin jabatan mereka dipulihkan di komposisi Dewan. Sebelum pelaksanaan musyawarah nasional, Nusron Wahid menjadi anggota Komisi XI, yang membidangi keuangan dan perbankan, sementara Ichsan dan Robert anggota Komisi IV, yang mengurusi pertanian dan kelautan. “Karena mereka melanggar kesepakatan,” ujar loyalis Airlangga, Ace Hasan Syadzily, Rabu, 4 Desember lalu.

Kesepakatan yang dimaksud Ace muncul ketika Bambang dan Airlangga bertemu di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem di Gondangdia pada 27 September lalu. Pertemuan itu menyepakati posisi Bambang sebagai Ketua MPR. Sebagai ganti, kata Ace, Bambang mendukung Airlangga sebagai ketua umum. Airlangga menuturkan, Bambang saat itu juga menyetorkan nama pendukungnya. Menurut Airlangga, Bambang meminta mereka diberi jabatan di DPR ataupun pemerintahan.

Meski Bambang dilantik sebagai Ketua MPR pada 3 Oktober lalu, tak satu pun pendukungnya yang menjadi pemimpin komisi ataupun alat kelengkapan Dewan lain. Belakangan, Bambang tetap menyatakan maju sebagai calon Ketua Umum Golkar. Pimpinan Fraksi Golkar pun langsung bereaksi dengan memindahkan Nusron dan Robert menjelang pelaksanaan musyawarah nasional.

Nusron digeser ke Komisi Pemerintahan, sedangkan Robert ke Komisi Pendidikan. Menurut Ace, seusai pertemuan Bambang dan Airlangga di Le Quartier, ada keinginan mereka dikembalikan ke posisi semula. Adapun Robert mengatakan menyerahkan semuanya kepada Airlangga.

Masalahnya, pendukung Bambang belum sepenuhnya yakin kesepakatan di Jalan Gunawarman itu dipenuhi kubu Airlangga. Sebab, tidak ada perwakilan dari kubu mereka dalam formatur yang akan menentukan kepengurusan Golkar. “Posisi formatur itu menampung usul rekonsiliasi,” ucap Ahmadi Noor Supit.

Dalam Musyawarah Nasional X Golkar yang ditutup pada Kamis, 5 Desember lalu, Airlangga, yang terpilih kembali sebagai ketua umum, juga ditunjuk sebagai ketua formatur oleh peserta yang hadir. Dalam waktu 45 hari seusai musyawarah nasional, Airlangga bakal menetapkan susunan pengurus partai. Dia dibantu “orang-orang”-nya, seperti pelaksana tugas Ketua Golkar Sumatera Utara, Ahmad Doli Kurnia; pelaksana tugas Ketua Golkar Jawa Timur, Zainuddin Amali; Ketua Golkar Nusa Tenggara Timur Melky Laka Lena; Ketua Angkatan Muda Partai Golkar Ilham Permana; dan Sekretaris Jenderal Golkar Lodewijk Paulus.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Golkar menyebutkan minimal ada 117 orang dalam kepengurusan. Menurut Airlangga, kabinetnya di Golkar akan bertugas melakukan penggalangan wilayah agar elektabilitas meningkat pada 2020. Airlangga hanya menyebutkan satu posisi wakil ketua umum pasti dijabat Ahmad Doli Kurnia. “Karena dia berhasil membuat aklamasi dalam munas,” tuturnya. Doli menyatakan kesediaannya. “Siap,” katanya saat mendampingi Airlangga dalam wawancara dengan Tempo.

Supit mengingatkan Airlangga agar tetap menjaga komitmen yang sudah dibuat bersama Bambang Soesatyo. “Kalau mereka tidak berkomitmen, kami tak bisa menjamin apa yang terjadi berikutnya. Golkar bisa pecah,” ujarnya. Adapun Bambang mengatakan semangat rekonsiliasi yang membuat ia dan Airlangga menyatu. “Kami sudah sepakat kedua gerbong ini disatukan,” ucapnya. Setelah penutupan musyawarah nasional—dua malam selepas pertemuan di Jalan Gunawarman—dan mengantar Wakil Presiden Ma’ruf Amin ke mobilnya, Bambang dan Airlangga bercium pipi sebelum berpisah.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, DEWI NURITA, BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus