Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Candi Muarojambi terus didorong menjadi situs warisan dunia United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Untuk mendukung hal itu, pemerintah melakukan revitalisasi kawasan percandian seluas 3.981 hektare tersebut.
Dilansir dari siaran pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, revitalisasi tersebut mengusung konsep harmonisasi dengan ekosistem dan alam di sekitarnya. "Sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional, revitalisasi candi Muarojambi menjadi prioritas Direjen Kebudayaan," ujar Fitra Arda, Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui siaran pers yang diterima Tempo, Senin, 5 Februari 2024.
Fitra menuturkan, Candi Muarojambi telah menjadi fokus pelestarian karena situs ini memiliki bentuk struktur bata yang khas dan nilai historis yang menarik. Berlokasi di lahan yang dikelilingi oleh parit sebagai jalur transportasi dan pengendalian banjir. Tak hanya itu Pelestarian candi-candi tersebut bertujuan untuk menajamkan akal budi, menguatkan rasa kemanusiaan, serta menyusuri jejak masa lampaunya sebagai poros edukasi Budhisme tertua dengan area terluas di Asia Tenggara.
Revitalisasi KCBN Muarajambi merupakan sebuah langkah tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam UU tersebut terdapat dua hal yang dituju, yakni berkaitan dengan ketahanan budaya serta kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia. Pelestarian KCBN Muarajambi tidak hanya berfokus pada cagar budaya, tetapi juga mengembangkan pelindungan alam dan lingkungan.
Pada tahun 2022 telah dilakukan Program Revitalisasi KCBN Muarajambi yang meliputi pemugaran, perencanaan pemugaran, normalisasi parit keliling, dan penataan lingkungan. Kemudin Pada tahun 2024 ini akan dilakukan Pembangunan Museum, Pemugaran Candi Kotomahligai dan Candi Paritduku, Perencanaan Pemugaran Candi Sialang dan Candi Alun-Alun, dan Penataan Lingkungan Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong, dan Candi Astano serta Normalisasi parit dan kolam.
“Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam revitalisasi di kawasan ini, yaitu menjadikan kawasan ini sebagai pusat pendidikan, penguatan sumbu imajiner dengan menata kawasan candi, penguatan ekosistem melalui ekonomi kerakyatan berbasis kebudayaan takbenda,” Ujar Fitra Arda dalam Pembukaan Diskusi Kebijakan dan Kebudayaan.
Dalam menjalankan aktivitasnya, kawasan ini akan dibentuk tata kelola di bawah naungan Museum dan Cagar Budaya. Untuk mendukung upaya revitalisasi ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan telah memusatkan agenda ke Muarajambi. Misalnya, untuk menguatkan nilai dari kawasan ini, Ditjenbud melaksanakan Festival Kenduri Swarnabhumi dan Pasar Dusun Karet (PADUKA). PADUKA merupakan tempat untuk menjual makanan atau minuman khas masyarakat Desa Muarojambi.
Pengembangan kawasan ini diharapkan tidak menghilangkan esensi pedesaannya dan masyarakat menjadi aktor utama dalam pengelolaannya. Selain itu, revitalisasi Muarojambi juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat bahwa kebudayaan bukan sekedar cagar budaya dan seni tari, lebih dari itu, kebudayaan adalah metode dalam pembangunan dan menyiapkan fondasi dasar bagi kemajuan bangsa. “Saat ini, kebudayaan sudah tidak lagi dianggap sebagai cost, tetapi investasi jangka panjang,” ujar Fitra.
Investasi kebudayaan berupa pementasan dalam rangka pengenalan budaya, membuka ruang inklusif yang menghubungkan kebhinnekaan, serta membangun ekonomi kerakyatan secara jangka panjang. Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V, Agus Widiatmoko, menambahkan bahwa KCBN Muarajambi jangan hanya dipandang sebagai destinasi pariwisata, melainkan sebagai pusat peradaban yang mencerminkan warisan budaya.
“Kita harus melihat Muarajambi sebagai pusat peradaban yang menyediakan ruang untuk belajar dan penelitian yang mendalam.Selain itu, peran masyarakat sangat penting untuk menjadi wahana bagi pengembangan ekonomi lokal dan pemajuan pendidikan," ujar Agus.
Candi Muaro Jambi berdiri sejak abad 7 hingga 12 Masehi, dan disebut sebagai kompleks pendidikan Buddha tertua di Indonesia dan terluas di Asia Tenggara. Berdasarkan penetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 259/M/2013, Kawasan yang memiliki luas 3.981 hektare tersebut terdiri atas 88 bangunan berstruktur bata yang beberapa di antaranya telah dipugar, seperti Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong I, Gedong II, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Astano.
Pilihan Editor: Kompleks Candi Batujaya Resmi jadi Kawasan Cagar Budaya Nasional
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini