Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERKARA Sawito ternyata masih panjang ceritanya. Letjen Ali
Murtopo yang sebelumnya pernah meramalkan "tidak akan
berkepanjangan", dalam kunjungannya ke Sulawesi Utara lebih
kurang dua pekan lalu mengakui bahwa soalnya "memang serius".
Bahkan Kepala Bakin Yoga Sugama mengungkapkan pekan lalu telah
ditahannya empat orang lagi dalam hubungan "gerakan Sawito".
Keterangan Yoga itu juga menyebutkan Sawito bukanlah otak dari
gerakan itu. "Mudah-mudahan nanti bisa diketahui siapa dalang
atau yang ada di belakang gerakan itu", demikian Yola.
Tapi selagi masyarakat bertanya-tanya siapa-siapa yang turut
ditahan di 'samping ke empat orang yang identitasnya telah
diketahui sebelumnya (TEMPO, 2 Oktober) -- berita yang
mengejutkan muncul sehubungan dengan penahanan Fahmi Basya,
mahasiswa FIPIA Universitas Indonesia dan menjabat ketua umum
Masjid Arif Rahman Hakim. Fahmi yang ditahan sejak 28
September yang lalu, menurut Kas Kopkamtib Laksamana Sudomo,
mengaku merencanakan "membunuh Presiden Soeharto, nyonya Tien,
dan beberapa pejabat tinggi termasuk Laksamana Sudomo". Juga
untuk menghancurkan "tempat-tempat" maksiat dengan"molotov
cocktail".
Munculnya niat membunuh dari Fahmi yang diketahui di kalangan
teman-temannya berpribadi pendiam dan sederhana itu, menurut Kas
Kopkamtib, karena terdorong dan terpengaruh seorang juru da'wah
"yang kasetnya sudah disita". Sudomo tidak bersedia
mengungkapkan siapa juru da'wah yang dimaksud. Tak dijelaskan
apakah juru da'wah yang mempengaruhi Fahmi tersebut telah
diperiksa' yang berwajib. Yang jelas dalam kasus Fahmi, menurut
Laksus Jaya Mayjen Mantik, telah 10 orang yang diperiksa. Fahmi
sendiri menurut penjelasan Sudomo akan diajukan ke pengadilan.
Karena itu Kas Kopkamtib meminta masyarakat untuk "tidak
membesar-besarkan dan tidak memberi reaksi serta tetap tenang".
Buyung
Reaksi toh datang juga. "Terlepas alasan dan wewenang Laksusda
Jaya menangkap dan menahan seseorang, namun disesalkan cara dan
tempat penahanan tersebut", demikian pernyataan pers Majelis
Ulama DKI Jakarta. Mayjen G.H. Mantik selaku Panglima Laksusda
Jaya sendiri lewat delegasi MU-DKI yang menemuinya menyampaikan
permintaan maaf kepada ummat Islam sekiranya cara penangkapan
Fahmi tersebut dianggap melanggar kesucian Masjid".
Sementara itu Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Dipo
Alam segera turun tangan. "Terlepas dari salah tidaknya, kami
patut membela warga UI", kata Dipo Alam ketika menemui pimpinan
Lembaga Bantuan Hukum Adnan Buyung Nasution awal pekan lalu.
DM-UI meminta lembaga tersebut memberi bantuan hukum bagi
warganya. Buyung yang didampingi Minang. Warman menyatakan
penghargaan atas kepercayaan tersebut. "Ini sikap yang baik dan
sekaligus menghilangkan cara lama menyelesaikan lewat koneksi
ataupun dengan kekuatan yang diverpolitisir", kata Buyung yang
pernah ditahan menyusul peristiwa 15 Januari tahun 1974 lalu.
Dasar penahanan Fahmi menurut ketua LBH itu tak jelas. Namun ia
menduga ketua Masjid ARH trsebut terkena UU No 5/69 dan Penpres
11/63 perihal subversi. Yang terakhir ini, menurut Buyung,
"harus dicabut dari perundang-undangan Indonesia". "Ini sangat
bertentangan dengan hak azasi manusia. Karena peraturan itu
semua orang bisa saja jadi subversi", katanya di hadapan
delegasi DM-UI pimpinan Dipo Alam. Pernyataan Kas Kopkamtib
tentang kasus ini, betapapull dinilai oleh ketua LBH itu telah
"membentuk opini yang menghukum Fahmi. Harusnya diserahkan ke
pengadilan", tambahnya.
Tapi upaya DM-UI menemui dan meminta bantuan hukum LBH ternyata
kurang disambut Menteri P & K Letjen dr. Syarif Thayeb. Ditemui
wartawan seusai menghadap Presiden di Bina Graha hari Rabu pekan
lalu, Syarif Thayeb berkata, "DM-UI sebenarnya tidak perlu ke
LBH untuk minta pembela". Sebab apa? Karena. menurut Menteri P &
K "dalam perkara-perkara seperti itu biasanya pengadilan
menyediakan pembela". Lalu dalam menanggapi usaha DMUI menemui
LBH, Syarif Thayeb menghubung-hubungkan usainya periode DMUI
pimpinan Dipo Alam. Maka Dipo Alam pun memberi komentar: "Kok
masin sempat-sempatnya Menteri tahu jabatan DM-UI sudah habis'?
Padahal DM-UI tidak mengenal istilah domisioner. Tapi apa
Menteri mengurus juga masa jabatan seluruh dewan-dewan mahasiswa
se-Indonesia"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo