Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jadi dokter dari aceh?

Universitas syiah kuala di banda aceh membuka fakultas kedokteran. soal bedah mayat kini diizinkan oleh para ulama setempat demi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. (pdk)

26 Juni 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAKAL ada ratu kampus di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), kata Rektor Prof. Dr. Ibrahim Hasan. Dan tahun kuliah 1982/1983 ini, sebanyak 700 pelamarnya, Senin dan Selasa pekan lalu mengikuti tes Proyek Perintis III di kampus Darussalam itu. Sang ratu tak lain dan tak bukan adalah Fakultas Kedokteran (FK). Unsyiah di Banda Aceh meresmikan FK-nya baru April lalu, meski perintisannya sejak 1964, tiga tahun - setelah universitas itu dengan tujuh fakultasnya berdiri. Waktu itu pemerintah menilai persyaratan yang dimiliki daerah Aceh belum memadai. Antara lain belum ada rumah sakit untuk mahasiswa melakukan praktek, sementara kaum ulama Aceh masih menolak bedah mayat. Dengan himbauan dari Menteri P & K, Dr. Daoed Joesoef yang berasal dari Aceh, panitia kembali aktif tahun 1979. Rumah Sakit Umum Zainal Abidin, Banda Aceh, lantas membangun gedung baru dan menambah peralatan guna kepentingan FK yang direncanakan itu. Surat pernyataan kaum ulama yang ditandatangani Ketua MUI Aceh, H. Abdullah Ujung Rimba menyusul. Mereka menyatakan bedah mayat dibolehkan "demi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan". Consortium Medical Sciences (CMS) lembaga yang mengurus FK seluruh Indonesia, semula menyarankan FK Unsyiah sebaiknya ditangguhkan sampai 1984. Toh pembicaraan Ditjen Pendidikan Tinggi dan CMS menelurkan hasil: FK Unsyiah boleh berdiri mulai 1980, asalkan untuk sementara mahasiswanya dititipkan kuliah di FK negeri yang lain. Kini tercatat dari tahun kuliah 1980/ 81 dan 1981/82 sekitar 80 mahasiswa FK Unsyiah yang dititipkan antara lain di FK USU (Medan), FK Unand (Padang). Mereka akan tetap di tempat titipan sampai lulus -- sebelum ditarik menjadi dosen di Unsyiah. Tak hanya itu. Sebagai calon staf pengajar, delapan orang Unsyiah mengikuti pendidikan pasca sarjana, antara lain di FK Unair, Surabaya. Tahun ini ada tujuh orang lagi menyusul. Semua itu memang cara baru. Namun dr. Djuhar Ma'rifin Husin, Ketua CMS, mengharapkan cara baru itu akan membuat FK termuda ini tak perlu kalah dengan FK negeri yang telah mapan. Apalagi Pemda Aceh sangat membantu, misalnya, Rp 130 juta dari anggaran 1982/83. Maka universitas ini yang mengambil nama seorang ulama, pujangga dan ahli hukum Aceh yang hidup di abad ke 17, kini memiliki 8 fakultas: Ekonomi, Kedokteran Hewan & Ilmu Peternakan, Hukum & Pengetahuan Masyarakat, Teknik, Pertanian, Keguruan, Ilmu Pendidikan, dan Kedokteran Umum. Dan FK yang baru itu tahun 1982/83 ini akan menerima 40 mahasiswa yang kuliah di kandang sendiri -- tidak dititipkan. Tentu saja ia hanya bisa menampung sebagian kecil pemuda Aceh yang ingin menjadi dokter. Tahun lalu, misalnya 750 lulusan SMA di Aceh mengikuti tes masuk di FK negeri ke-14 ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus