Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Jenderal Besar AH Nasution Konseptor Taktik Perang Gerilya yang Lolos dari G30S

Jenderal Besar AH Nasution sosok tentara yang lengkap, turun di medan perang sekaligus jenderal intelektual. Merumuskan taktik perang gerilya.

5 Oktober 2021 | 20.31 WIB

Pengunjung mengunjungi Museum Jenderal Besar AH Nasution di Jakarta, Senin 30 September 2019. Museum yang awalnya merupakan rumah Jenderal AH Nasution itu merupakan saksi bisu peristiwa G 30 S/PKI yang menewaskan putri Nasution Ade Irma Suryani dan ajudannya Lettu Pierre Tendean. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Perbesar
Pengunjung mengunjungi Museum Jenderal Besar AH Nasution di Jakarta, Senin 30 September 2019. Museum yang awalnya merupakan rumah Jenderal AH Nasution itu merupakan saksi bisu peristiwa G 30 S/PKI yang menewaskan putri Nasution Ade Irma Suryani dan ajudannya Lettu Pierre Tendean. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Abdul Haris Nasution atau sering disebut dengan A.H. Nasution adalah seorang Jenderal Besar seperti Jenderal Soedirman dan Soeharto. Ia dikenal sebagai Jenderal yang selamat dari peristiwa G30S karena melarikan diri melalui jendela. Selain itu, ia juga terkenal sebagai peletak dasar perang gerilya di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

AH Nasution lahir di Kotapan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada tanggal 3 Desember 1918. Ia adalah anak dari pasangan H. Abdul Halim Nasution dan Zahara Lubis. Ia lahir di keluarga yang taat beragama, hal ini ia pegang sampai akhir hayatnya. Ayahnya merupakan anggota pergerakan Sarekat Islam di Koanopan, Tapanuli Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari lama Biografiku, A.H. Nasution memulai pendidikannya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan lulus pada tahun 1932. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan menengah dan lulus pada tahun 1935. Kemudian ia berangkat ke Yogyakarta dan melanjutkan pendidikan di sekolah guru. Ia meneruskan pendidikan di Algemeene Middelbare School (AMS) bagian B di Jakarta dan lulus pada tahun 1938. 

Setelah menyelesaikan studinya, ia sempat menjadi guru selama dua tahun. Kemudian pada tahun 1940, A.H. Nasution mendaftar untuk menjadi prajurit di sekolah perwira cadangan yang dibentuk Belanda. Ia ikut bertempur melawan Jepang di Surabaya saat invasi Jepang ke Indonesia pada tahun 1942. Kekalahan Jepang dan merdekanya Indonesia membuat para bekas tentara PETA termasuk A.H. Nasution mendirikan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang menjadi cikal bakal TNI.

Kariernya di bidang militer kemudian terus menanjak. Pada bulan Maret tahun 1946, ia ditunjuk sebagai Panglima Divisi III/Priangan. Di tahun yang sama pada bulan Mei, ia dilantik oleh Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Ketika pemberontakan PKI yang dipimpin Muso pecah di Madiun pada tahun 1948, Nasution memimpin pasukannya untuk menumpas pemberontakan tersebut.

Pada masa agresi militer Belanda pada tahun 1948 hingga 1949, ia menjabat sebagai Panglima Komando Jawa. Setelah itu, ia diangkat oleh presiden Soekarno kala itu menjadi Wakil Panglima Besar TNI dibawah Jenderal Besar Soedirman.

Kemudian ia pindah posisi sebagai Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang Republik Indonesia. Di akhir tahun 1949, A.H Nasution kemudian menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Ia sempat dipecat oleh Soekarno sebagai KSAD, tetapi diangkat kembali pada tahun 1955.

Karena rasa tidak sukanya pada sikap Soekarno yang dekat dengan PKI, ia menjadi salah satu target utama yang akan diculik dan dilenyapkan pada peristiwa G30S pada tahun 1965. Namun, saat itu ia berhasil melarikan diri dengan melompati jendela. Sayangnya, ia harus kehilangan putrinya yaitu Ade Irma Nasution dan ajudannya yaitu Pierre Tendean.

A.H. Nasution memiliki peran yang besar dalam militer. Ia merupakan penggagas perang gerilya. Hal ini berawal dari saat ia memimpin Divisi Siliwangi, ia mengetaui bahwa rakyat mendukung TNI.

Ia kemudian menggagas taktik perang gerilya atau guerrilla warfare yang diartikan sebagai perang rakyat. Terkait taktik perang gerilya, ia menulis buku yang berjudul Pokok-Pokok Perang GerilyaK. Buku ini telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, bahkan menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara termasuk di sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika Serikat (AS).

Jenderal Besar AH Nasution menghembuskan nafas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 6 September 2000. Jasadnya kemudian dimakamkan di Taman Makam Palawan Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.

 

MAGHVIRA ARZAQ KARIMA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus