Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI sebuah rumah kayu beratap seng yang belum selesai dibangun, sekitar 70 orang dewasa dan anak-anak duduk melingkar. Menyesaki ruangan berukuran 8 x 6 meter, mereka duduk tafakur, dengan mata terpejam, memanjatkan doa kepada Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa). Pemimpinnya seorang bashir (ulama) yang berbahasa Dayak Ngaju. Di tengah mereka terdapat sebuah meja kecil untuk menaruh sangkuk—semacam mangkuk—berisi sesajian beras, rokok, bulu ekor burung enggang, dupa, dan bunga.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo