Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Kecatatan Sistem Proporsional Tertutup di Era Orde Lama dan Orde Baru

Seorang penulis buku politik menjelaskan, pada Orde Lama sistem proporsional tertutup mengakibatkan sistem politik menjadi Demokrasi Terpimpin.

3 Januari 2023 | 10.17 WIB

Ilustrasi pemilu. REUTERS
Perbesar
Ilustrasi pemilu. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Isu sistem proporsional tertutup untuk model Pemilihan Umum (Pemilu) kembali santer diperbincangkan publik belakangan ini. Berbagai partai politik bereaksi dan merespons. Lebih-lebih, kini Mahkamah Konstitusi tengah melakukan uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengutip buku berjudul Evaluasi Sistem Pemilu di Indonesia 1955-2021, sistem proporsional tertutup sebagai model Pemilu memiliki sejarah yang cukup panjang. Sistem Pemilu yang mengacu pada perolehan suara partai politik ini sudah dipakai sejak pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru. 

Penulis buku Muhammad Nizar Kherid menjelaskan, pada Orde Lama sistem proporsional tertutup mengakibatkan sistem politik kala itu menjadi Demokrasi Terpimpin. Dampak yang paling kentara, yakni porsi kekuasaan eksekutif menjadi lebih besar. 

Masa kepemimpinan Presiden Soekarno berakhir dan dimulainya masa Orde Baru. Presiden Soeharto melalui kabinet pemerintahannya kembali menerapkan sistem proporsional tertutup untuk setiap penyelenggaraan Pemilu. Tercatat sudah enak kali Pemilu era Orde baru memakai sistem ini. 

Menurut Nizar, sistem proporsional tertutup era Orde Baru juga terdapat kecacatan krusial. Salah satunya yaitu sistem oligarki kepartaian yang makin kuat. Dengannya, model pemilu ini dianggap tidak mencerminkan nilai-nilai dasar demokrasi.

Bahkan, sistem proporsional tertutup era Orde Baru juga melahirkan hegemoni partai politik besar seperti halnya Golongan Karya. 

Oleh karena hal tersebut, melalui UU Nomor 12 Tahun 2003 sistem proporsional tertutup diganti dengan sistem proporsional terbuka dan terus dipakai hingga saat sekarang.

Penolakan Sistem Proporsional Tertutup

Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya mengungkapkan sistem proporsional terbuka telah menjadi bentuk kemajuan dalam praktik berdemokrasi. 

Adanya wacana sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024, Willy tegas menolaknya. “Jika ada hal-hal strategis dan politis secara garis partai sudah jelas, kami menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Oleh karenanya, jika ada orang yang mencatut Partai Nasdem atas kepentingan tertentu, jelas ini melanggar kebijakan partai," ujar Willy. 

Penolakan juga sempat disampaikan oleh Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia. Dia mempertanyakan sikap Ketua Komisi Pemilihan Umum RI, Hasyim Asy'ari yang melontarkan pernyataan ihwal kemungkinan Pemilu 2024 akan menerapkan sistem proporsional tertutup. 

"Pertama, itu Saudara Hasyim dalam kapasitas apa mengeluarkan pernyataan seperti itu. KPU adalah institusi pelaksana undang-undang. Sementara bila ada perubahan sistem pemilu itu artinya ada perubahan undang-undang (UU)," kata Doli kepada wartawan, Kamis, 29 Desember 2022 ihwal wacana sistem proporsional tertutup.  

HARIS SETYAWAN
Baca juga : Pro dan Kontra Wacana Sistem Proporsional Tertutup untuk Pemilu 2024

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus