Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

KH Ahmad Hanafiah Pahlawan Nasional Kedua dari Lampung Setelah Raden Inten II, Begini Profil Pahlawan Tanpa Makam

KH Ahmad Hanafiah pejuang dan ulama dari Sukadana. Ia Pahlawan Nasional kedua asal Lampung setelah Raden Inten II. mengapa tak ada makamnya?

11 November 2023 | 11.15 WIB

KH Ahmad Hanafiah adalah seorang pejuang kemerdekaan sekaligus ulama berpengaruh dari Kota Sukadana, Lampung Timur. Ia merupakan putra sulung KH Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana yang menjadi pondok pesantren pertama di Provinsi Lampung. Ahmad Hanafiah yang memiliki julukan Komandan Laskar Golok itu berjasa besar dalam membangkitkan semangat kepahlawanan, kepatriotan dan perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan negara. Dok. Pemprov Lampung
Perbesar
KH Ahmad Hanafiah adalah seorang pejuang kemerdekaan sekaligus ulama berpengaruh dari Kota Sukadana, Lampung Timur. Ia merupakan putra sulung KH Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana yang menjadi pondok pesantren pertama di Provinsi Lampung. Ahmad Hanafiah yang memiliki julukan Komandan Laskar Golok itu berjasa besar dalam membangkitkan semangat kepahlawanan, kepatriotan dan perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan negara. Dok. Pemprov Lampung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah menetapkan KH Ahmad Hanafiah sebagai Pahlawan Nasional. Mengutip lampungprov.go.id penganugerahan gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada KH Ahmad Hanafiah, menjadikannya Pahlawan Nasional kedua dari Lampung setelah Raden Inten II.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Profil KH Ahmad Hanafiah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melansir nu.or.id KH Ahmad Hanafiah merupakan seorang pejuang kemerdekaan sekaligus ulama yang memiliki pengaruh dari Kota Sukadana, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Ia lahir pada 1905 di di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Tengah.

Wilayah tersebut kini telah dimekarkan menjadi Kabupaten Lampung Timur. KH Ahmad Hanafiah merupakan putra sulung KH Muhammad Nur, yakni pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana. Pondok pesantren tersebut menjadi pondok pesantren pertama di Provinsi Lampung.

KH Ahmad Hanafiah pernah mengenyam pendidikan pemerintahan di daerahnya, Sukadana. Semasa hidupnya ia berjuang melawan mempertahankan negara Indonesia dari penjajah. Dalam hal pendidikan ia belajar agama Islam dari ayahnya. Selain itu ia juga pernah belajar di sejumlah pondok pesantren di luar negeri, seperti di Malaysia dan Mekah maupun Madinah. Semenjak umur lima tahun, KH Ahmad Hanafiah sudah khatam membaca al-Qur'an.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Kelanta Negeri Jiran, ia memutuskan menuntut ilmu ke Mekah. Namun tak langsung sampai di Mekah, ia singgah terlebih dahulu di India dan mendalami ilmu tarekat. Sebagai pejuang ia telah menunjukkan sifat kepemimpinannya sejak belia.

Saat belajar di Tanah Suci ia menjadi Ketua Himpunan Pelajar Islam Lampung di kota Melah, Arab Saudi, selama dua tahun. Di Mekah ia tak hanya kuliah, tetapi juga mengajar ilmu pengetahuan agama Islam di Masjidil Haram pada 1934-1936. 

Pada 1947 Agresi Belanda melancarkan serangan serentak kepada sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Provinsi Sumatera Selatan. Saat itu, Belanda mulai menyerang Lampung yang menjadi bagian dari Karesidenan Sumatera Selatan melalui jalur darat dari Palembang. Awalnya kesatuan TNI sempat melakukna perlawanan, meskipun akhirnya Kota Baturaja dapat dikuasai Belanda.

Tak hanya TNI perlawanan Indonesia juga dilakukan laskar rakyat tergabung dalam barisan Hizbullah dan Sabilillah yang bersenjatakan golok. Rencana TNI dan Laskar Hizbullah untuk menyerang Baturaja telah dibocorkan mata-mata, sehingga personel TNI mundur ke Martapura. Sedangkan pasukan Laskar Hizbullah yang tengah beristirahat di Kemarung disergap Belanda dan terjadilah pertempuran hebat

Kegagalan penyerangan tersebut membuat banyak anggota Laskar Hizbullah gugur dan tertawan. Sementara KH Ahmad Hanafiah ditangkap hidup-hidup, kemudian dimasukan ke dalam karung dan ditenggelamkan di Sungai Ogan. Karena itu hingga sekarang makamnya tidak diketahui. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus